Bagian 1

199 36 0
                                    

Makan malam berjalan diiringi selingan tawa renyah yang didominasi oleh si sulung Rinjani dan si bungsu Sabda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Makan malam berjalan diiringi selingan tawa renyah yang didominasi oleh si sulung Rinjani dan si bungsu Sabda. Humor keduanya memang sangat cocok jika disatukan. Ayah dan Ibu yang mendengar pun sesekali menimbrung dan tertawa kecil. Namun, agaknya ada yang kurang. Dari lima orang yang ada, satu orang di antaranya hanya terdiam menikmati makanan, enggan untuk menimpali pembicaraan yang berlangsung.

Deritan kursi menarik atensi mereka. "Aku ke kamar dulu, selamat malam." Lenkara pamit undur diri dan meninggalkan keempat manusia yang memandangnya dengan tatapan berbeda-beda.

"Ara kenapa?" Tanya sang kepala keluarga saat melihat anak keduanya bersikap lebih dingin dari biasanya.

"Biasa, Yah. Ribut sama si adek." Jawab Rinjani lalu meneguk air putih sebagai pendorong makanan yang baru saja ia telan.

Ayah menatap Sabda penuh tanya, "Apa lagi sekarang?"

Jemari Sabda bertaut. Bingung mau memulai dari mana, "Tadi pagi aku gak sengaja nabrak kursi Kak Ara pas dia lagi main piano,"

"Terus?"

"Gelas tehnya jatuh dan pecah." Ucapnya menyesal.

Abim mengangguk paham kemudian, "Udah minta maaf sama Kakak?"

Sabda menggelengkan kepalanya. Rinjani yang menyimak pun menatap Sabda dengan menaikkan salah satu alisnya, "Kenapa? Tau kalau kamu salah kan?" Ucap si sulung penuh intimidasi.

"I-iya tadi langsung kabur takut diamuk." Sabda menundukkan kepalanya takut. Kakak pertamanya itu sangat menyeramkan jika sudah begini.

"Sekarang minta maaf dulu sama Kak Ara," perintah Abim tegas. Sabda pun beranjak dari duduknya lalu berlari kecil menuju kamar Lenkara untuk meminta maaf.

Beralih ke Rinjani. Perempuan itu tiba-tiba saja  melamun. Asik dengan pikirannya sendiri hingga lupa bahwa masih ada Ayah dan Ibu nya yang menatap heran pada dirinya.

Tepukan kecil pada bahu sempit Rinjani menarik jiwanya kembali pada raga yang dibiarkannya kosong sesaat.

"Gimana kuliahnya, Mbak?"  Abim mengawali obrolan pada si sulung yang nampaknya masih belum terkoneksi penuh.

"Hah? Apa Yah?"

"Jangan dibiasain melamun, Mbak. Kesambet nanti kamu." Kini, sang Ibunda yang berbicara, menegur putri pertamanya sembari mencubit keras kedua pipi Rinjani, "Biar sadar." Imbuhnya kemudian.

🥛🥛🥛

Di sisi lain, Sabda tengah membujuk Lenkara agar memaafkannya. Pemuda itu tak henti memberikan penawaran-penawaran terbaik pada Lenkara.

Lalu Lenkara? Lihat saja, gadis itu masih sibuk dengan dunianya, seolah Sabda tidak pernah ada di situ.  Lenkara seolah menikmati drama bocah ingusan itu meskipun kupingnya pengang bukan main.

Tak menyerah, Sabda memilih untuk mengambil keputusan besar  demi mendapatkan maaf dari Lenkara. Kesalahannya karena tidak meminta maaf dari awal, sehingga Lenkara menjadi seperti ini.

Bersama dengan pasrah yang dia dekap, Sabda memberanikan diri walau ragu berucap, "Susu kotak milo s-sebulan deh, gimana?"

Gotcha!

Lenkara menghentikan kegiatannya. Menatap layar laptop yang masih menampilkan slide presentasi kelompoknya dengan datar, lantas menoleh ke Sabda. Sebetulnya dia sudah memaafkan Sabda, hanya saja Lenkara masih merasa kesal dengan adiknya itu. Di samping tawaran yang sangat menggiurkan, Lenkara juga masih sangat menyayangi kupingnya yang menjadi korban kejahatan  suara nyaring milik Sabda.

Bukan tidak ingin menjawab sedari awal, bukan. Lenkara terlalu malas bahkan butuh energi besar untuk berucap atau sekadar berdeham sebagai jawaban. Lagi pula Lenkara mendapat keuntungan besar, bukan? Hemat uang 10.000 untuk membeli susu kotak milo tiap harinya, sangat menguntungkan baginya.

Kembali ke Sabda. Napas pemuda itu tiba-tiba tercekat. Bagaimana jika Lenkara  menyetujuinya? Bagaimana nasibnya nanti? Bonus uang jajannya  pasti akan habis terpakai untuk membeli susu kotak milo bukan lagi bakso bakar  Bang Jarwo! Setelah dipikir, Sabda sedikit menyesal?

"Deal!"

Tubuh Sabda melemas. Saatnya mengucapkan selamat tinggal bakso bakar Bang Jarwo untuk sebulan ke depan. Tersenyum getir, Sabda menganggukkan kepalanya pelan lalu menggeleng kecil. "Udah dimaafin?" Tanyanya lirih.

Lenkara mengangguk dan tersenyum seadanya.

🍡🍡🍡

🍡🍡🍡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yang sabar ya, Sabda. Besok kalau udah baikan, rampok lagi uang kakak kedua mu itu. Wkwkwk canda✌

Ookey, segitu dulu

Salam hangat,

I love me

Byee...

never knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang