Bagian 9

55 4 0
                                    


Hari ini adalah hari Senin. Catat, SENIN. Yang mana sudah menjadi kegiatan rutin  untuk anak sekolah melaksanakan upacara bendera sebagai bentuk penghargaan kepada para pendahulu alias para pahlawan bangsa. Haessss. 

Tapi untuk kali ini Lenkara membenci hari Senin. Rasanya Lenkara ingin berteriak lantang pada pria paruh baya yang berdiri dengan pongah di mimbar tengah lapangan untuk menyampaikan omong kosong berkedok amanat itu. Bagaimana tidak? Durasi waktu yang harusnya lima belas menit untuk amanat malah bablas menjadi setengah jam! Anehnya tidak ada satu pun guru yang mengintrupsi pria paruh baya itu untuk berhenti berbicara. Sial.

Dasar kepala botak! Maki Lenkara dalam hati.

Guru bimbingan konseling yang berkepala pelontos itu agaknya punya dendam kesumat sendiri pada muridnya.

Tidak tahan, Lenkara berjalan mundur keluar dari barisan lalu pergi meninggalkan lapangan upacara. Masa bodo dengan peraturan untuk menyelesaikan upacara sampai akhir. Yang terpenting hanyalah kewarasan dirinya untuk tidak mereog di tengah lapangan saking kesalnya.

Beruntung tidak ada yang menyadari kepergiannya. Karena para murid juga sibuk berbicara dan bergosip sendiri. Menghiraukan pak tua berkepala pelontos di tengah lapangan sana.

Lenkara duduk di bangku miliknya kemudian mengambil kipas portabel mini di dalam tas. Semilir angin menerpa wajah mungilnya untuk menyalurkan rasa sejuk. Rasanya nyaman dan damai untuk sementara waktu. Hingga—

BRAK!

Suara dentuman pintu yang di buka secara paksa membuat Lenkara terlonjak dari tempat duduk. Riuh ramai suara penghuni kelas yang baru saja datang terdengar semrawut di telinga Lenkara. Gadis itu menghembuskan napasnya kasar dan mengelus dadanya yang berdebar kencang karena kaget.

Ketenangannya terganggu.

"WOY ARA! NGAPA LO UDAH NGEJOGROK DI DALEM KELAS?" Lengkingan suara dengan nada tinggi itu membuat seluruh penghuni kelas yang datang bersamaan menutup telinga mereka rapat-rapat.

"BUSET SI PINOY SUARA LO" sahut seorang laki-laki dari belakang gadis itu sembari berteriak pula.

"Napa? Lo gak terima? Sini kita duel! Nama gue udah cakep Vivina kenapa jadi Pinoy sih!" balas Vivina dengan sengit.

"Bodo amat dah. Minggir lo gue mau lewat."

Vivina merotasikan bola matanya malas plus jengkel. Kemudian menghampiri Lenkara yang duduk anteng sembari memegang kipas mini portabel dengan santainya.

"Gue kesel sama lo! Lagi mau curhat tiba-tiba gue nengok lo udah ilang." Vivina menyedekapkan kedua tangannya dan menatap Lenkara sengit. Namun yang ditatap seolah tak acuh dan mengangkat bahunya malas.

"Panas," ucap Lenkara tanpa beban. Vivina cemberut bukan main dengan jawaban Lenkara.

Baru saja Vivina ingin membuka mulut, tiba-tiba kepalanya seperti dihantam sesuatu. "ADOHHH SAKIT WOY——" gadis itu menoleh dan menemukan Dery teman sekelasnya yang sedang memegang sapu dan tersenyum lebar. "Hehe maap noy gue gak——"

"DERY ANJING SINI LO!"

Pemuda yang dipanggil Dery  pun terlonjak dan lari begitu saja yang kemudian dikejar Vivina sampai keluar kelas lalu kembali masuk  dan memutari penjuru ruangan kelas.

"Punya temen gak ada yang waras semua." Decak Lenkara.

"Gila." Gumamnya lagi saat melihat Lenkara dan Dery saling tarik menarik sapu ijuk sedangkan teman yang lainnya menjadi dua kubu untuk membantu kegiatan tersebut. Bedanya mereka semua saling menarik seragam satu sama lain hingga beruntun ke belakang. Lalu sisanya menjadi penonton bayaran sekaligus suporter alias tim hore.

" JALIL SERAGAM GUE SOBEK ANJIR!" Pekik Dery kepada temannya yang sudah bermurah hati membantu dirinya untuk menang dari Vivina. 

Kegiatan tarik menarik sapu semakin sengit dan tidak ada yang mau mengalah sampai suara melengking milik wanita paruh baya berbadan gempal yang sialnya adalah guru paling dihindari para murid sedang berdiri di ambang pintu dengan aura yang mencekam.

"KALIAN BERHENTI ATAU IBU HUKUM BERJEMUR DI LAPANGAN?!"

Teriakan membahana itu mampu membuat semua penghuni kelas terlonjak dan menahan napas. Mereka lupa bahwa jam pertama adalah pelajaran Sejarah Wajib. Sedangkan yang mengampu pelajaran tersebut adalah Bu Katerina si Cikgu Besar.

"Mampus!" ucap mereka secara bersamaan.

Diam-diam Lenkara menertawakan teman-temannya. "Untung kali ini gue gak ikutan gila sama mereka."

+++

Sabda yang tadinya mau mengantar titipan bekal dari Yani menatap heran kelas Lenkara yang kosong melompong. Benar memang jika sekarang jam istirahat. Tapi kali ini berbeda. Tidak seperti biasanya yang paling tidak ada satu dua orang di dalam kelas.

"Lah pada kemana dah orang-orang?" Monolognya lantas melangkah masuk untuk menaruh bekal sang kakak di atas mejanya. Tak lupa dirinya mengambil sticky notes milik Lenkara dan menuliskan pesan di sana.

+++

Bekalnya ketinggalan. Milo nya gue masukin ke dalem tas takut ada yang ambil. Gue tadi beli permen yupi kelebihan jadi daripada gue buang mending gue kasih ke lo. Kurang baik apa gue?
-your enemy-

Lenkara tersenyum tipis membaca notes dari adiknya itu.

"Hayo! Dari siapa nih?" Tiba-tiba Vivina berada di sampingnya. Lenkara menormalkan mimik wajahnya kembali.

"Lo tau,"

Vivina berdecak malas, "Gini nih kalo gangsinya gede."

♥♥♥

Happy new year all!

Semoga tahun ini jadi lebih baik dan berharga yaaaaa ☺

Jangan lupa jaga kesehatan, karena kesehatan itu penting!

Love you...







never knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang