Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lenkara memarkirkan motor matic warna kuning miliknya di garasi samping rumah. Melepas helm lalu menaruhnya di lemari rak paling ujung. Kegiatannya terhenti sejenak karena merasa ada yang aneh. Menoleh ke belakang untuk memastikan eksistensi seseorang, lantas menghela napas jengah dan merotasikan bola matanya malas.
"Turun," perintahnya pada Sabda yang masih duduk di jok belakang.
Tersadar masih hidup, Sabda menoleh cepat ke Lenkara. Menatap sengit sang puan yang tidak menunjukkan rasa bersalah sama sekali. "Nyawa gue hampir melayang, Kak. Lo kalo mau mati gak usah ajak gue!" Setengah berteriak, Sabda menyampaikan uneg-unegnya yang tertahan selama perjalanan pulang.
"Lebay." Lenkara berlalu begitu saja meninggalkan Sabda yang masa bodo mau sampai kapan di atas jok motor pun Lenkara tidak peduli.
~♥~
Setelah berendam dan mandi menggunakan air hangat, Lenkara merasa tubuhnya kembali rileks dan jauh lebih nyaman. Maka yang dia lakukan sekarang adalah rebahan di kasur dan memejamkan mata guna menikmati harum lilin aromaterapi yang sebelumnya sudah dia bakar.
Lagu milik Paramore-Ignorance yang sangat kontras dengan suasana, tak luput menemani Lenkara yang merasa dunia nya sangat amat nyaman dan tentram. Berdoa saja semoga tidak ada pengganggu.
"Duh tenang banget hidup gu—"
"KAK ARA BUKA PINTUNYA!"
Sial.
Teriakan serta gedoran pada pintu kamarnya mambuat hasrat Lenkara semakin besar untuk menenggelamkan Sabda ke kolam ikan lele milik Pak Haji Supidin harus pake 'Haji'—tetangga nenek paling ngeselin di Jogja.
"KAK WOYY BUKA ANJ—"
Lenkara menoyor wajah Sabda sampai pemuda itu mundur kebelakang. Tenaga perempuan mungil yang menyandang status sebagai anak kedua Ayah Abim itu memang tidak diragukan lagi.
"Stop! Jangan marah dulu." Sabda membekap mulut Lenkara dengan tangan kirinya.
Lenkara melepas kasar bekapan itu. "Tangan lo bau!"
Sabda meringis kecil. Dia ingat belum mencuci tangannya setelah memegang ayam warna-warni hadiah dari Om Riki—adik ayahnya.
"Gak penting. Yang penting itu sekarang Mbak Anja. D-dia pulang babak belur!" Ucap Sabda dengan getar di akhir kalimatnya.
Mata Lenkara membola. Segera dia turun menuju ruang tamu untuk menjumpai Rinjani. Wajah dinginnya sirat akan kepanikan, khawatir. Meskipun dirinya sering kali marah pada Rinjani walau hanya dibawa diam. Nyatanya rasa sayangnya jauh lebih besar.
Di ruang tamu, Lenkara melihat Yani yang sedang mengobati luka-luka Rinjani. Semakin dekat nampak jelas keadaan sang kakak dengan goresan di dahi, pipi sebelah kanan, dagu, dan—apa-apaan ini? Siku serta dengkul adalah yang terparah! Apakah kakaknya terjatuh atau ditabrak atau gimana? Seseorang tolong jelaskan!
Dengan cepat Lenkara menghampiri kakak dan ibu nya. Menatap marah luka-luka itu.
Pintu utama terbuka kasar. Sosok pria yang tak lain adalah Abim, muncul dengan serangkaian panik, marah, sedih, kecewa, khawatir, dan sesal yang mendominasi jiwa raganya saat ini.
"Kita ke rumah sakit sekarang!" Ucapnya lalu membopong tubuh Rinjani begitu saja lantas berjalan keluar diikuti Yani, Lenkara dan Sabda yang berlari dari arah belakang takut tertinggal.
~♥~
Hening melanda ruang putih berukuran 4x4 meter persegi itu. Lenkara duduk di samping brankar Rinjani, menatap lurus wajah pucat sang kakak. Dikiranya setelah mendapat pengobatan dari luka-luka gores tersebut, sang kakak langsung diperbolekan pulang—nyatanya tidak. Kondisi Rinjani tiba-tiba drop dan harus terpaksa di infus.
"Kak, gue cari makan di kantin dulu, di depan ada Bang Sesa, katanya mau jenguk sekalian temenin lo di sini." Ucap Sabda tiba-tiba.
Lenkara memincingkan matanya. Sesa?Siapa?
"Gue gak kenal. Suruh pulang aja."
Sabda mendelik tak terima, "Yaelah, Kak. Masih untung ada yang mau temenin lo. Gue nyari makan dulu, bodo amat. Ayah sama Ibu juga barusan pulang. Lo sendirian di sini—" Sabda mendekat kemudian berbisik,"—lagian nih, Kak. Gue denger-denger rumah sakit ini...berhantu~" Tubuh lenkara menegang seketika. Sekujur tubuhnya merinding. Dia paling anti dengan hal menyangkut per-setan-an. Sial. Sabda tahu betul kelemahannya.
"Dah dulu, byee~" Entah sejak kapan Sabda sudah berada di ujung pintu sambil melambaikan tangannya dan tersenyum lebar serupa joker.
Napas Lenkara tercekat. Pandangannya beralih ke Rinjani yang tertidur pulas. Tangannya sedikit bergetar.
"Lenkara?" Samar, seuntai nada halus dan lembut memasuki pendengaran Lenkara.
"Hey,"
Lagi, suara itu terdengar lagi. Bahkan sangat jelas dan nyata karena Lenkara merasa ada yang menepuk pelan bahunya. Sedikit terkejut, Lenkara tidak berani menoleh dan memilih untuk diam walau jantungnya berdetak tak karuan.
"Santai aja, Ra. Gue bukan hantu, hehe~" tawa merdu itu nyatanya mengalirkan getaran aneh pada tubuh Lenkara.
"Siapa?" Tutur Lenkara tanpa menoleh. Masih sibuk menormalkan detak jantung serta hatinya yang tiba-tiba berdesir. Suara seseorang itu seperti tidak asing untuknya.
"Your boyfriend."
"Boyfriend?"
"Strawberry and cigarret."
Lenkara menoleh cepat—"LO?!!!"
Pemuda itu tersenyum lembut, "Halo, kita ketemu lagi, pacar."
Lenkara berdecih. "Mimpi lo ketinggian!"
~♥~
Wohoo duh siapa nih
Oke segitu dulu,
Salam hangat, I love me
Byeee...
Buat yang penasaran sama Sesa? Nih orangnya
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.