Bagian 2

175 27 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ceroboh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ceroboh. Satu sifat manusia yang satu ini nampaknya sulit sekali untuk dihindari.

Siang yang terik beserta kepulan asap dari lalu lalang kendaraan dan bunyi klakson yang saling bersahutan, membuat dorongan emosi semakin kuat. Seorang perempuan dengan rambut hitam panjang yang sangat menawan, bersiap untuk mengeluarkan makian kepada seseorang yang baru saja menginjak kacamata miliknya. Tangan putih dan halus yang semula ingin meraih sebagian dari hidupnya itu terpaksa berhenti di udara.

Rinjani. Perempuan dengan wajah mungil itu mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa gerangan manusia tak punya adab yang meremukkan kacamatanya dengan sepatu converse berukuran besar itu.

Berdiri dengan cepat dan menatap nyalang seorang pemuda yang juga menghentikan langkahnya karena merasa menginjak sesuatu pun mengangkat kaki kirinya dan terkejut. "Perlu saya kasih wortel banyak juga?" Sarkas Rinjani pada pemuda di hadapannya.

"Hah?"

Emosi Rinjani sudah sampai diubun-ubun. Bisa-bisanya si pemuda hanya bilang, 'hah?' Tidak meminta maaf dan sekarang berlagak bodoh? Rinjani benar-benar emosi.

Seolah tersadar, pemuda itu pun salah tingkah saat tatapan setajam elang bertubrukan dengan netranya. "Eh? Maaf Mbak, maaf. Saya nggak sengaja, saya lagi buru-buru." Ucapnya lalu dengan cepat mengambil dompet kulit berwarna coklat dari saku belakang celana lantas menarik sebuah kartu dan menyerahkannya pada Rinjani.

"Saya bakal ganti, ini KTP saya, permisi. Maaf saya harus pergi." Kemudian kaki panjangnya melangkah cepat dan menjauh sebelum menghilang di balik pintu mobil yang berada di seberang jalan.

Rinjani terdiam. Masih mencerna keadaan. Menatap heran kartu yang berada di tangannya lalu beralih pada sosok pemuda yang telah hilang dari radarnya. "Kurang ajar!" Rinjani tersulut emosi saat melihat poto pemuda itu di KTP yang terlihat  tidak begitu jelas karena kondisi matanya yang minus dua kanan dan kiri.

👓👓👓

Abim melihat Rinjani sedang duduk di emperan minimarket dekat univnya. Memarkirkan mobil dengan benar, Abim keluar dengan sedikit tergesa untuk menghampiri Rinjani. Betapa kalutnya ayah tiga orang anak itu saat anak tertuanya menelpon dengan suara serak untuk menjemputnya tanpa mengatakan apa pun setelahnya.

"Kenapa Mbak? Ada yang luka atau sakit? Apa gimana?" Abim membolak-balikkan badan Rinjani guna meneliti setiap inci tubuh anak itu, memastikan tidak ada luka  atau semacamnya.

Rinjani yang memang hatinya mudah tersentuh dengan tindakan kecil yang berharga dari orang tersayangnya, pun menahan air mata yang sedikit lagi akan keluar. Walau dirinya tipikal orang yang emosian, namun hatinya mudah sekali tersentuh. Hatinya terlalu lembut dan lemah.

"Kacamata Anja rusak, Yah." Adunya pada Abim dengan menunjukkan kacamata yang sudah bolong dan bingkai yang retak serta kedua gagangnya yang patah.

Abim menghela napas pelan. "Ya Allah, Mbak. Ayah kira kamu tuh kenapa-napa. Ternyata cuma kacamata rusak."

Hati Rinjani sedikit berdenyut sakit. "Cuma?" lirih perempuan itu. Entahlah, Rinjani merasakan sesak luar biasa di dadanya. Apakah Ayahnya tidak mengerti seberapa berharganya kacamata untuk hidupnya? Atau apakah dirinya yang terlalu berlebihan?

"Ayah..."

"Kenapa?"

"Makasih, Ayah balik ke kantor lagi aja."

Abim mengerutkan dahinya tidak suka. Dia bahkan rela meninggalkan rapat demi anaknya. "Kenapa gitu? Mbak, kamu lagi becandain Ayah apa gimana?"

Rinjani menggeleng cepat lalu tersenyum. Kemudian menarik ayahnya menuju mobil. "Ayah pasti tadi rapat, kan? Cepet balik lagi ke kantor nanti dimarahin." Abim hendak menyangkal. Lagi pula siapa yang berani memarahi pemilik perusahaan? Mau dipecat? Silahkan.

Belum sempat berucap, Abim didorong masuk ke dalam mobil oleh Rinjani. "Hati-hati jangan ngebut!" setelahnya pintu tertutup. Rinjani melambaikan tangannya dan tersenyum lebar.

Abim yang tidak berpikir panjang karena terlanjur kesal dengan putrinya segera meninggalkan Rinjani untuk balik ke kantor. Beruntung jarak dari kantor ke minimarket tersebut tidak terlalu jauh. Hanya butuh lima belas menit saja.

Rinjani menatap nanar mobil ayahnya. Tersenyum pahit dan ikut pergi meninggalkan motor birunya untuk pulang dengan berjalan kaki pelan dan fokus. Setidaknya jatuh saat jalan kaki lebih baik dibanding jatuh dari motor.

💔💔💔

Besok disambung lagi,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Besok disambung lagi,

Salam hangat,
I love me

Byee...

Bonus pict pelaku penginjak kacamata Rinjani

Bonus pict pelaku penginjak kacamata Rinjani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
never knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang