Bagian 8

65 8 0
                                    

Lenkara menatap kosong televisi yang menyiarkan drama Alchemy of Souls yang akhir-akhir ini ditonton oleh dirinya dan Rinjani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lenkara menatap kosong televisi yang menyiarkan drama Alchemy of Souls yang akhir-akhir ini ditonton oleh dirinya dan Rinjani. Tapi malam ini, kesendirian menemani Lenkara. Gadis itu menghela napasnya pelan.

Yani dan Abim memilih untuk berduaan di dalam kamar dan menikmati teh hangat serta bolu cokelat buatan Yani yang rasanya sungguh nikmat. Sedangkan si bungsu—Sabda, memilih untuk ikut nongkrong bersama Jejen dan kawan-kawan di angkringan depan komplek. 

"Ck, gini banget nasib gue." Gerutunya lalu menenggelamkan wajahnya ke bantalan sofa. Namun tak lama kemudian, ponselnya berbunyi menandakan panggilan masuk. Mbak Anja?

"Halo, assalamualaikum~"

"Waalaikumsalam, Kak."

"Kenapa, Mbak?"

"Mbak mau minta tolong, boleh?"

Lenkara merengut tak suka. "Apaan sih, Mbak? Kayak sama siapa aja." Ucapnya sedikit sewot.

"Bukan gitu maksud, Mbak—"

"—bisa nggak kamu temenin Wisesa ke mall sebentar?"

Lenkara terdiam saat mendengar nama seseorang yang harusnya dihindari justru  harus dia ditemui.

"Kak?"

"Hmm."

"Mbak tuh tau kalau kamu di rumah nggak ada temen, kan?"

Tanpa sadar Lenkara mengangguk dan menyetujui ucapan Rinjani.

"Gapapa, ya? Wisesa udah di depan rumah."

Hah?!

Lenkara terkejut lalu tanpa sengaja memutus panggilan tersebut lantas berlari tunggang langgang menuju pintu utama.

Masih dengan napas yang terengah, Lenkara kini sudah berada di teras rumah guna menemui pelaku utama yang dengan kurang ajarnya mampu membuat seluruh tubuhnya berolahraga di malam hari.

"Hai?" Sapa Wisesa bersama senyuman menyebalkan milik pemuda itu yang membuat tangan Lenkara mengepal kuat.

Sial. Bagaimana bisa Wisesa terlihat tampan malam ini? Bukan kah lucu jika Lenkara terpesona dengan musuhnya?

"Gue gak mau." Tolak Lenkara tanpa basa-basi.

Wisesa mengangkat bahunya tak acuh. Pemuda berwajah tampan namun cantik itu pun turun dari motor sportnya guna menghampiri gadis cantik si pujaan hati.

"Tujuan utama gue cuma mau liat lo. Soal jalan ke mall—"

"—cuma alibi doang." Wisesa memasuki rumah tanpa rasa bersalah. Lenkara dapat melihat smirk kecil dari Wisesa. Entah kenapa tubuhnya menjadi panas dingin. Kemudian menyusul pemuda kurang ajar itu dengan gerutuan dan sumpah serapah.

"Y-ya udah, k-kan?" Ucap Lenkara sedikit terbata saat dirinya berhadapan dengan Wisesa di ruang tamu.

Shit!

Lenkara merutuki kebodohannya. Disaat seperti ini kenapa dia harus gugup? Bisa-bisa Wisesa merasa menang atas dirinya.

"Santai aja, Ra." Wisesa tertawa kecil. "Gue tau gue ganteng. Gausah sampe gugup gitu."

Benar kan? Tingkat kepercayaan diri Wisesa terlampau tinggi! Tapi memang benar sih. Untuk malam ini saja, biarkan Lenkara mengakui ketampanan seorang Wisesa. Ingat, untuk malam ini saja!

Lenkara merotasikan bola matanya. Mendengus kesal lantas menimpuk wajah Wisesa menggunakan bantal sofa. "Makan tuh ganteng!"

Yani yang tadinya ingin menaruh nampan berisi piring dan gelas kotor pun mengurungkan niatnya. Ibu tiga anak itu bersembunyi dibalik tembok demi melihat anak keduanya yang anti laki-laki, kini mulai dekat dengan Wisesa. Entah kenapa Yani senyum-senyum sendiri.

Sedangkan Abim yang niat hati ingin menyusul istrinya karena terlalu lama—

(padahal baru lima menit yang lalu. Memang bucin Bapak Abim ini)

dibuat heran saat menjumpai wanita cantik itu bersembunyi dibalik tembok sambil senyum-senyum sendiri, apalagi masih membawa nampan berisi piring dan gelas kotor.

Abim yang kepo, mulai mendekat dan ikut serta melihat apa yang disaksikan Yani. Sedetik kemudian, kedua mata Abim membola. Bisa-bisanya ada lelaki lain masuk ke dalam rumah. Terlebih melihat  Lenkara yang sepertinya sedang marah. Maklum, jarak mereka lumayan jauh.

Yani mendelik kesal saat Abim tiba-tiba menghampiri Lenkara dan Wisesa. "Mas Abim emang merusak suasana!" Ujar Yani kesal. Lantas menaruh nampannya sembarang dan mengikuti Abim. Sudah bisa dipastikan akan ada adu mulut yang dimulai oleh bapak tiga anak itu.

"MAS ABIM!"

Teriak Yani sebelum Abim mengeluarkan ultimatumnya. Belum apa-apa saja, Abim sudah kena semprot.

"Diam di situ dan jangan ngomong atau nanti kamu tidur di luar?!" Abim yang mendengar pun mendelik tak terima. Seketika nyalinya menciut.

Di samping itu, Wisesa yang sudah siap menerima kemarahan Abim pun mendesah lega. Memang calon ibu mertuanya ini sangat top markotop.

"Ikut gue," Lenkara menarik tangan Wisesa dan mengajaknya keluar rumah. "Pulang gih—"

"—thanks bonekanya." Lanjutnya dengan terpaksa sambil mengangkat boneka pemberian Wisesa yang sedari tadi dia pegang. Mau tidak mau, Lenkara harus tetap berterima kasih, 'kan? Walau pun terpaksa sekali pun.

Wisesa mengangguk kecil. "Gue pulang dulu. Byee, cantik~" Lalu mengedipkan sebelah matanya.

"Orang gila!" Maki Lenkara.

♥♥♥

Jujurly, aku ngerasa nggak nyambung banget sama part ini jatuhnya kayak cringe. Tapi yaudah lah.

Nggak nyambung tapi memaksa untuk terhubung, yhaaaaaa sa ae.

Prik banget hayati.

Okey, dilanjut besok,

Byeeeee

Lopyuu










never knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang