"Nih, nyusahin aja lo!" Orang yang diberi kembali bukunya malah merasa tidak puas. "Buku lo udah gue balikin, kok muka lo nggak seneng gitu?"
"Abisnya gue jadi ngerjain tugas, Zapip nggak mau ngerjain padahal tugas dia nggak di kerjain, harusnya kerjain punya gue aja, kan?"
Tiba-tiba senyum tercetak di wajah Sena, sangat mendadak. Sena membuka halaman dimana tugas untuk besok berada, dan tiba-tiba senyumnya luntur. "Gue kira lo balikinnya udah ada isinya, ternyata lo juga nggak mau berbaik hati sama gue."
"Ngapain banget?" Lyra menjawab dengan sewot.
Zafran muncul dari ambang pintu menuju tiga orang––kecuali satu orang yang agak berjauhan dari dua orang yang sedang bercekcok––yang sedang berada di teras rumah lelaki itu.
"Nih." Zafran menyerahkan paper bag yang entah apa isinya ke Lyra. "Dari bunda."
Lyra mengambil paper bag itu. "Isinya apa?"
"Mana gue tahu, liat aja entar."
"Terus, bunda Rana sekarang mana?"
"Lagi keluar."
Lyra tidak mengerti, karena Zafran menjawab dengan singkat-singkat dan wajahnya pun terlihat sedang kesal.
"Eh, Ra, lo tau nggak? Tadi pas denger lo mau kesini, Zapip langsung se- GILA! SAKIT BEGO!" Sena kesal dengan sepupunya yang memotong ucapannya dengan menyikut perutnya.
"Lo bisa diem nggak–"
"Se... Apaan?"
Pertanyaan Lyra membuat dua kakak-beradik sepupu itu langsung diam.
"Stress!" Jawaban ketus Zafran membuat Lyra semakin menautkan alisnya.
"Alah! Gengsi digedein! Udah gengsi trus sensi, kayak cewek aja lo!" Sena kembali
"Gue masih mending sensi ada sebabnya, lah lo kalo sensi tanpa sebab."
"Kalo emang sensi ada sebabnya, kalo gengsi sebabnya apa?" Sena semakin memojokkan Zafran, Zafran pun tahu itu makanya ia kesal. Sena sangat memaksanya untuk mengakui sesuatu.
"Wih, apa nih? Gengsi sama siapa lo? Wait, LO ADA CRUSH IN ORANG? SIAPA ANJIR?"
Zafran menutup mulut Lyra dengan telapak tangannya. "Berisik."
Lyra melepas tangan Zafran dari mulutnya dan melempar dengan kuat. "Tangan lo bau obat!"
"Udah, pulang sono lo!"
"Dih, ngusir? Gue bilangin bunda ntar."
"Ngadu kok sama emak orang."
Lyra berjalan maju mendekati Zafran, membuat jantung lelaki itu menjadi berisik. Lalu Lyra menginjak kedua kaki Zafran dengan kencang dan berlari ke arah kakaknya.
"Udah?"
Lyra mengangguk. "Udah, Kak."
Kenny bersiap menyalakan motornya, Lyra juga sudah naik ke motor. Sebelum jalan, Kenny memberikan tatapan yang agak dalam ke Zafran, begitupun sebaliknya. Dari tatapan itu hanya mereka yang tahu maksudnya. Zafran berjalan masuk ke dalam rumah bersamaan dengan Kenny yang menancap gas motornya, bersamaan dengan terputusnya tatapan mereka.
"Lo kenapa natap kakaknya Lyra sampe kayak gitu?" Dan Sena menyadarinya kalau ada sesuatu di antara mereka.
"Nggak kenapa-kenapa elah."
"Terus, kok lo buang mukanya cepet gitu."
"Ya, kalo lama-lama ntar naksir kan gawat."
Disaat itu Sena merutuki sepupunya yang suka merespon dengan aneh, berbeda dengan Zafran yang menutupi perasaan mendalamnya pada Kenny dengan candaannya itu.
***
Memang sudah lewat beberapa hari sejak ayahnya datang ke rumah, tapi rasa kesal masih setia menguasai emosinya. Dan emosinya makin memuncak ketika dirinya disenggol. Lyra tidak sengaja menabrak Revan saat sedang berlari ke arah parkiran.
"Kak Revan, please, gausah marah-marah." baru saja Revan membuka mulut sudah disela lebih dulu. Tapi kalimat memohon itu membuat emosi Revan mereda meskipun masih terlihat dari matanya.
"Yaudah, sana jauh-jauh dari gue sebelum gue ngamuk disini. Ini mumpung gue lagi baik."
"Sekali lagi, maaf!" Lyra mengucapkannya sambil tetap berlari.
Revan mengacak rambutnya dengan kesal. Setidaknya bisa ia lampiaskan emosinya ke rambut daripada menendang motor orang. Kali ini Revan membiarkan Lyra selain karena dirinya lelah fisik dan mental juga karena tatapan Lyra yang agak lain.
Lelaki itu sampai di parkiran dan di seberang tempat motornya terparkir ada Lyra dan seorang lelaki yang tampak lebih tua beberapa tahun dari gadis itu.
"Kak Kenny ngapain jemput? Kan baru balik, nggak istirahat, aja?"
Tadinya Revan memang tidak peduli dan pastinya begitu, tapi mendengar nama yang disebut Lyra membuat fokusnya teralih. Karena terasa tidak asing padahal dirinya baru mendengar dan juga tidak mengenali lelaki itu.
Revan melakukan sesuatu yang mustahil ia lakukan, menguping percakapan Lyra dan kakaknya.
"Gue nggak capek, lagian apa yang bikin capek?"
"Aneh."
Kenny mendengar kata yang diucapkan Lyra dan langsung menatap gadis itu.
"Eh, nggak gitu maksudnya, Kak." Lyra terlihat agak takut kalau Kenny marah tapi ternyata justru Kenny tertawa dengan lembut.
"Udah, ayo naik."
Lyra naik ke atas motor dan Kenny menancap gas. Tapi sebelum Kenny menjalankan motornya, tatapannya bertemu dengan Revan. Seketika membuat Revan kaget dan menghentikan aksi anehnya itu.
***
Setelah mencurigai satu orang, jelas Revan langsung mengambil langkah cepat. Memang dokumen itu milik ayahnya tapi dokumen itu sudah lama dan dokumen-dokumen lama ditaruh di gudang rumahnya. Jadi ia lebih leluasa mencari tahu. Kalau dirumah utamanya dan bertemu ayahnya apalagi ketahuan mencari yang seharusnya tidak dicari sama saja bunuh diri, membuatnya sulit.
Memang tidak tahu tepatnya ada di map mana tapi firasatnya mengatakan kalau dokumen itu disimpan di map yang berbeda dan khusus, map hitam dengan lambang aneh. Revan memeriksa satu-persatu dokumen di map itu dan benar saja ketemu. Dokumen dengan nama Kenny A. Wajahnya sama dan namanya sama seperti yang dipanggil Lyra.
Revan membaca dengan teliti tapi itu hanya biodata yang tidak lengkap. Itu artinya masih ada dokumen lain menyangkut Kenny. Jika ditaruh di map khusus seperti itu tidak mungkin ayahnya menyimpan dokumen yang setengah-setengah.
Seharusnya ini tidak perlu dan tidak penting, tapi Revan merasa harus tahu dan sedikit penasaran. Belakangan ini gadis itu sudah berhasil mengusiknya. Tapi bukan mengusik seperti murid cewek di sekolahnya.
"Emang kayak bukan gue, tapi harus gue cari. Gimanapun juga gue kayak pernah liat dia di tempat yang nggak seharusnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chronovisor
RomanceAda lima orang yang menyukai Allysia Nara: Zafran Afif Putra, suka bolos dan malas membuatnya tidak naik kelas dua kali, meskipun begitu ia sangat jenius melebihi siapapun. Sifatnya yang jahil dan suka seenaknya itu membuatnya dibenci meskipun wajah...