"Hari ini bapak tidak bisa sampai siang karena ada urusan yang tidak bisa ditinggal, jadinya jam olahraga kalian digabung sama kelas 12, bisa dipahami?"
Penuturan Pak Rahman yang membuat perasaan Lyra semakin tidak enak—jika ditambah dengan Zafran yang katanya ingin menyelesaikan masalah Lyra, karena kelas yang digabung dengan kelasnya adalah kelas Haru. Terlebih saat ini Haru terus memberinya senyuman yang membuat kakak kelasnya menggigit jari. Sebisa mungkin Lyra menghindari Haru.
"Ra, lo daritadi kenapa?"
"Lo nggak peka banget, Sen, nggak liat kakel pada melototin Lyra kayak gitu?"
"Penuturan lo hiperbola, Tam. Kakel cuma liatin Lyra kayak preman yang lagi nunggu mangsa di gang sempit, sambil megang senjata buat—"
"Lo sama aja, Kezia..." Lyra menghela napas mendengar celotehan ketiga temannya.
Sepertinya, karena kejadian ini membuat Lyra semakin tidak menyukai olahraga.
Kali ini Pak Rahman meminta mereka untuk bermain basket, sebenarnya Pak Rahman hanya memilih asal karena gabungan dua kelas itu memiliki materi yang berbeda. Dan Lyra sangat membenci basket, mengingatnya saja membuat Lyra teringat dengan lelaki angkuh itu.
Lyra semakin hilang minat bermain basket saat tahu melawan kelas 12. Ditambah teman kelasnya banyak yang memintanya untuk menjadi pemain inti, Lyra tetap bersikukuh ingin bermain sebagai pemain cadangan. "Lo pada ngerti nggak sih, gue nggak suka main basket!? Bukan nggak suka lagi, tapi emang nggak bisa!" Alasan Lyra dipaksa bermain karena tinggi badannya yang ideal sangat memungkinkan.
"Ra, gue traktir, deh—"
"Lo rela traktir gue demi liat gue 'nga ngo nga ngo' doang di lapangan!?"
Seakan tidak peduli akan penolakan Lyra, teman kelasnya selalu memaksanya. Jika Lyra tidak mendapatkan alasan yang kuat, maka dirinya akan bermain. Lyra terpikirkan sesuatu, ia mengambil cutter kecil yang tidak sengaja terbawa. Lyra memotong ikat rambutnya dalam sekejap tanpa ada yang menyadari, kecuali dua orang yang sedang terkejut. Seketika rambut Lyra tergerai. Haru yang tidak sengaja melihat itu hampir meninggalkan pertandingannya.
"Yah, kunciran gue putus, nggak bisa main kalo gini. Duh, repot banget jadinya olahraga begini." Lyra memainkan rambutnya sambil tersenyum tipis, bangga akan perbuatannya.
"Lah, anjir, kok bisa kebetulan!? Yaudah, deh."
Lyra sangat puas, keputusan akhir dari perdebatan mereka adalah Tamara yang menggantikan Lyra meskipun gadis itu juga tidak bisa. Setelah dirinya tidak dicecar lagi, Lyra memilih untuk bersembunyi di pohon yang agak jauh dari lapangan. Namun Lyra tidak sengaja menabrak kakak kelas saat berjalan.
"Eh, maaf, Kak!"
Wajah yang tebal akan polesan wajah itu menatap Lyra kesal, tangannya yang sedang memegang bola basket tercengkram kuat. Lalu pergi meninggalkan Lyra dan menabrak bahu kiri Lyra dengan kencang. Lyra memegang bahunya, sedikit terasa nyeri yang hanya sebentar. Lyra menatap dengan kesal kearah kakak kelasnya, "Nggak jelas!" dan kembali menuju tujuan awalnya.
Setelah sampai di bawah pohon, Lyra mendudukan dirinya di atas tanah tanpa aba-aba. "Gila! Adem bangett!" Lyra mengipasi dirinya dengan tangannya.
Zafran menghampiri Lyra dan membuat perasaan Lyra tidak enak. Lyra melihat ke arah lapangan, ternyata tim laki-laki sudah selesai.
"Lo ngapain tadi?"
Lyra yang tiba-tiba diberi pertanyaan terkejut, karena rasanya Zafran seperti menggertaknya. "Hah? Gue cuma nolak main doang."
"Ck, bukan itu."
Lyra menerawang kejadian tadi dan mengetahui maksud Zafran. "Oh, itu."
"Oh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Chronovisor
RomantizmAda lima orang yang menyukai Allysia Nara: Zafran Afif Putra, suka bolos dan malas membuatnya tidak naik kelas dua kali, meskipun begitu ia sangat jenius melebihi siapapun. Sifatnya yang jahil dan suka seenaknya itu membuatnya dibenci meskipun wajah...