"Tungguin, ya, Ra! Awas aja lo ninggalin gue!" tegas Sena sambil menunjuk Lyra.
Lyra hanya berdeham dan mengacungkan jempolnya dengan lemas, tidak niat.
Sena masuk ke dalam salah satu bilik kamar mandi. Lyra menunggu di wastafel sambil memainkan air untuk menghilangkan suntuk atas lelahnya yang menumpuk karena kegiatan sekolah dan ekstrakurikuler tadi. Keran wastafel ia matikan, lalu menatap dirinya sendiri di kaca sambil menangkupkan kepalanya dengan kedua tangannya.
"Sen! Lama amat, sih!"
"Sabar, njir! Baru juga duduk."
Karena bosan ia mencari sesuatu di dalam tasnya yang bisa menghilangkan rasa bosannya. Baterai ponsel Lyra sudah habis dan ia lupa membawa power bank. Tiba-tiba ia meraba sesuatu di dalam tasnya, lalu mengeluarkan benda itu. Ternyata itu obat dan secarik kertas tertempel di botol kecil obat itu.
'Lyra, mama mohon minum obatnya...
Obatnya masih penuh berarti belum pernah kamu minum, pokoknya harus kamu minum biar cepet sembuh, ya sayang?'Mendadak tenggorokannya terasa tercekat, dadanya pun jadi sesak, dan lidahnya terasa kelu. Obat ini yang menyebabkan ia menjadi begini. Obat ini adalah yang paling ia hindari. Karena obat ini selalu mengingatkannya pada hal yang paling ditakutinya. Lyra benci melihat obat itu apalagi meminumnya.
Lyra masuk ke bilik kamar mandi di seberang bilik yang dimasuki Sena. Langkahnya terhentak dengan keras. Gadis itu membuka botol kecil itu dan membuang semua isinya ke dalam closet. Ia menyiram closet hingga obat-obat itu hilang dari pandangannya. Saat melakukan itu, tatapan mata Lyra kosong.
Setelah membuang semua obatnya, ia meremas botol kecil itu hingga remuk. Tangannya terdapat beberapa luka hingga mengeluarkan darah karena serpihan-serpihan plastik itu menancap kulit tangannya.
"....Ra."
Lyra melihat tangannya yang berdarah, tidak ada rasa sakit sama sekali seakan tangannya mati rasa.
"....Ra!"
Sena menepuk pundak Lyra hingga membuat orang yang ditepuk menjadi sadar. "Lo ngapain?"
Tidak sengaja Sena melirik telapak tangan temannya yang berdarah.
"Ya, ampun, Ra! Tangan lo diapain sampe berdarah gini!?" Sena menarik pergelangan tangan Lyra dan melihat kondisi tangan temannya.
Lyra menarik tangannya, ia menggelengkan kepalanya. "Gapapa, elah, tinggal dicuci doang ini mah." Gadis itu menjawab pertanyaan Sena sambil tertawa tanpa mempedulikan benda-benda kecil itu menancap kulitnya. Ia mencuci tangannya perlahan sampai darah di tangannya hilang, meskipun perlahan darahnya keluar lagi.
"Ayo, Sen, gue capek banget sumpah."
Sena hanya diam, meskipun dirinya selalu terlihat bodoh tapi akal sehatnya masih berjalan dengan baik apalagi tangan temannya terluka seperti itu. "Lo... sengaja?"
"Gue abis ngeremukin barang yang bikin gue kesel." Lyra menjeda kalimatnya. "Tapi gue malah asal remukin, gak merhatiin tangan gue. Mungkin saking keselnya kali, ya?"
Tanpa dijawab pun, Lyra tahu jawabannya.
"Gitu? Kirain apaan. Makanya liat-liat, kok malah jadi pinteran gue, sih? Otak lo sama gue ketuker kayaknya." mereka berdua tertawa, tapi dalam hati Sena masih bertanya-tanya dan khawatir kalau Lyra punya masalah tapi sengaja ditutupi.
Mereka berdua melewati parkiran, tapi seseorang menghalangi jalan mereka.
"Zapip? Ngapain sih? Minggir, gue mau pulang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Chronovisor
Storie d'amoreAda lima orang yang menyukai Allysia Nara: Zafran Afif Putra, suka bolos dan malas membuatnya tidak naik kelas dua kali, meskipun begitu ia sangat jenius melebihi siapapun. Sifatnya yang jahil dan suka seenaknya itu membuatnya dibenci meskipun wajah...