CHAPTER 26 - THE VILLAIN

52 6 0
                                    

Langit malam tetap terlihat memukau meskipun awan menurunkan segala hasil uapnya. Namun yang Lyra takjubkan bukan langit melainkan udara dingin yang menusuk. Lyra merasa aneh, tapi memiliki hal yang disukai yang berbeda dari lainnya tidaklah salah.

"Ra, lo masih marah sama gue?"

Lyra yang tenggelam dalam udara dingin hujan seakan ditarik kembali oleh Zafran. Wajah Lyra ditekuk, merasa Zafran adalah pengganggu besar. "Hah? Siapa yang marah?"

Senyuman miring lelaki itu membuat Lyra semakin kesal dan ingin memukulnya. "Emang bukan marah, sih. Lebih ke ngambek?"

"Sama aja!"

"Lo ngambek... karena gue mendadak famous, kan?" Lyra sangat tahu Zafran sedang menjahilinya, meskipun tahu tapi Lyra tetap terpancing emosi.

"Dari dulu emang famous, kan?"

"Kali ini Famous dalam artian baik."

"Oh, lo nyadar kalau lo nggak baik? Famous di cewek-cewek lebih bikin lo sadar daripada di-roasting guru-guru?"

"Lo ngomong gitu sambil marah-marah, berarti gue bener."

Entah Lyra sadar atau tidak, tapi seharusnya ia tidak mengatakan hal yang membuat Zafran semakin senang menjahilinya.

Lyra merengut. "Bener apaan!?"

"Gue jadi banyak dideketin terus lo jadi kesel, sekarang ngambek sama gue karena gue nggak ngehindar atau ngejauh dari mereka. Itu artinya lo—"

"Nggak usah ngeluarin asumsi jelek lo itu!"

Gertakan keras Lyra mengakhiri kejahilan Zafran. Lalu secara tiba-tiba lelaki itu kembali dalam mode serius. Melihat wajah serius Zafran membuat Lyra tahu kalau Zafran akan segera mengatakan hal penting. Pertengkaran kecil mereka membuat Lyra setidaknya tidak setegang sebelumnya.

"Gue tau siapa yang lemparin kertasnya."

Dan dugaan Lyra benar sekaligus terkejut.

"Lo serius?"

"Kalo sama lo, gue selalu serius."

"NGGAK USAH NGELEDEKIN GUE!" Muncul kedutan di wajahnya, Lyra sudah dalam keadaan serius dibuat kesal dengan ledekan Zafran.

Zafran tertawa. "Iya, iya, gue beneran tau, kok."

Mata Lyra menyipit curiga. "Apa yang ngebuktiin lo nggak bohong?"

"Gue ngikutin lo pas keluar kelas, takutnya lo ngancurin motor-motor di parkiran gara-gara kesel sama gue—"

"—gue nggak gitu! Lagian, lo ngapain ngikutin gue? Jadi stalker?"

"Maaf, maaf." Zafran menaik-naikkan alisnya. "Tapi gue nggak nyangka, lo diem-diem deket sama si Black Prince—"

"Oke, lo bohong. Lo cuma mau ngintilin gue doang."

"Oke, serius." Zafran kembali serius, Lyra sempat berpikir kalau saja Zafran tidak jahil dan terus seperti itu akan terlihat keren. Tapi Lyra membuang pemikirannya itu jauh-jauh. "Gue tadinya mau liatin lo, tapi gue liat ada orang ngintipin lo, ya gue liatin aja. Dia ngelempar kertas ke lo, terus kabur. Dia nggak nyadar ada gue padahal deket banget sama dia. Berarti dia emang buru-buru biar nggak ada yang liat, tapi cerobohnya nggak liat sekitar."

Lyra sempat terdiam sebentar untuk menyimak penjelasan Zafran. Secara keseluruhan Lyra memahaminya, tapi masih ada satu hal yang tidak ia pahami. Alasan dirinya diberi teka-teki yang tidak jelas yang masih dipertanyakannya. Lyra ingin mengutarakan argumennya, belum sempat Lyra membuka mulut, ia melihat wajah Zafran yang tiba-tiba jadi datar dan seperti menahan sesuatu. Lyra tahu apa itu. "Nggak lo ketawain, kan?"

ChronovisorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang