The Unwanted Banter

428 65 56
                                    



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sulur-sulur hijau setebal lengan merambat di bawah tanah kantor pos.

Kantor mungil itu mencapai jam tersibuknya tahun ini. Murid-murid yang tidak pulang memutuskan untuk mengirim surat di menit-menit terakhir. Sebagian karena ingin merasakan keajaiban Malam Tanggal Satu di padang lembah Elentaire, sebagian lagi karena terjerat tugas akhir yang tiada ampun.

Tara menyaksikan luberan puluhan murid dari luar. Ia menempelkan wajah pada jendela kantor pos, memandangi punggung-punggung yang antre sembari mengobrol.

Gadis pirang tepat di seberang jendela adalah pengontrol bebatuan. Cowok yang ia ajak bicara adalah pengendali akar-akar tanaman—cabang dari Energi tanah—dan Tara mesti berhati-hati agar sulur-sulurnya tidak menyenggol serabut akar manapun. Sekelompok gadis yang antre di depan mereka pandai memanipulasi air. Upaya Tara belum selesai. Masih ada 28 orang yang belum Tara telusuri, termasuk seorang profesor yang baru saja memasuki kantor pos dengan paket buku.

Tara bersandar pada jendela dengan lelah. Embusan napasnya berbekas di kaca.

Tak ada Monster Gurita. Ia kembali menyia-nyiakan stamina untuk mencari seseorang yang tak kunjung ditemukan. Namun, berita bagusnya, ia tak perlu memporak-porandakan kantor pos andai Monster Gurita memang ada di antara mereka.

Tara beristirahat di bangku basah luar kantor pos. Tak masalah. Ia punya mantel cadangan. Tara rela berbasah-basahan atau kepanasan asal tidak perlu berdesak-desakan dengan orang lain. Membayangkannya saja membuat Tara merinding.

Seraya menanti jumlah pengunjung menipis, Tara menulis surat balasan untuk Karlo dengan cepat. Kata-katanya juga singkat: Hai, Karlo. Aku akan pulang. Ia tidak menambah apa-apa lagi di sana, tetapi Tara yakin, kabar pendek ini mampu membuat uban di kepala Karlo menghitam lagi.

Tara terlalu sering merepotkan Karlo di Kota Wistham. Ia tidak akan menunda kepulangannya lebih lama dari saat ini. Usai membereskan semua urusan, Tara bakal bergegas pulang.

Ia lantas mendongak, jauh melewati pelabuhan kota di ujung wawasan pandang, kepada sebuah bangunan megah di tepi utara dermaga. Itulah Kelab Parasian—kelab yang sering menjadi bahan gunjingan Aveline. Bukannya Tara meragukan pendapat Aveline, tetapi alam bahkan mencintai kelab tersebut. Sinar mentari menyiram jendela-jendela yang besar berukir, menciptakan bias berwarna-warni di sepanjang tepi dermaga. Kelab itu bersinar bak patung angsa kristal yang dipagari pepohonan cypress.

Tiga orang baru saja keluar kantor pos, tetapi dua orang masuk tak lama kemudian. Sulur Tara dengan gesit mengekori mereka dari bawah tanah: pemilik Energi tanah lain. Dua pengendali udara. Keringat merembes di punggung Tara. Ia menyesal mengapa tadi mengajak Aveline membakar Energi. Sekarang matanya mulai berkunang-kunang.

Tara menunduk. Sebaiknya ia menambah tulisan di surat saja. Sulur-sulur di bawah tanah pun melemas.

Omong-omong, Karlo, aku ingin berterima kasih padamu. Aku berhasil mencapai semua keinginanku di sini.

Embers in the Night ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang