The Ill Will

158 41 5
                                    

Tara berdecak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tara berdecak. Satu tangannya terkunci dengan sulur-sulur yang merambat di langit-langit ruang istirahat Tuan Hudson. Satu lagi ia gerakkan untuk mengatur sulur-sulur yang tumbuh dari tanah. Itu sulit. Semakin jauh Tara berada dari dasar tanah, semakin lambat pergerakan sulurnya.

Beruntung, Julian memanaskan Energi dengan cepat. Tara mengantisipasi dengan waswas saat tekanan udara di sekeliling mereka memberat. Mula-mula Tara tak melihat perbedaan, hingga ia sadar bahwa muncul pilinan asap hitam dari sudut-sudut tergelap.

Asap hitam merembes dari bayang-bayang di bawah kaki Tara.

Tara membeku. Oh, pria ini! Andai ia tidak memiliki popularitas baik dan ekspresi yang hangat, barangkali ia cocok disebut Pangeran Kegelapan alih-alih pangeran dinasti.

Tara merinding melihat bola-bola api yang berdatangan semakin banyak, dan semua terarah menghadap Julian. Kobarannya menghangatkan malam sebeku es.

Pemilik Energi macam apa yang berani menarget pria muda kesayangan negeri? Atau jangan-jangan para preman ini tidak tahu apa-apa soal Julian Caltine? Berbagai spekulasi memenuhi benak Tara, tetapi tak ada waktu meladeninya.

Bola-bola api melesat secara serentak. Langit di sekitar atap semburat oranye. Julian mengacungkan tangan, kemudian asap hitam meledak tanpa suara. Tara terperanjat. Gelombang asap hitam menerbangkan rambut dan mantelnya. Selama sesaat, terpaan itu mengingatkan Tara akan kegelapan pekat yang menyelimuti rumahnya empat tahun lalu.

Lutut Tara gemetaran.

Julian Caltine memang salah satu penyerang besar di sana.

Bola-bola api baru bermunculan lagi. Tanpa memadat menjadi sosok-sosok manusia, bola-bola itu membelah dan menyatu; menghujani Julian dengan panah-panah kecil, atau menggetarkan udara dalam pijar raksasa. Tara terkesiap. Sulurnya refleks menghantam bola-bola kecil yang menyerang Julian dari sisi kiri.

Jangan salah—andai Julian berhasil menghindar, bola-bola itu pasti melesat kepada Tara!

Asap hitam meledak. Sebuah gelungan besar mengempas belasan bola api. Semula itu efektif, hingga Tara sadar, bahwa udara semakin panas dan ranting-ranting pepohonan gundul di sekitar mereka mulai hangus terkena asap. Api memercik satu per satu.

Tara melotot.

"Hentikan itu!" serunya. Julian terperanjat. Saat Julian berbalik, wajahnya pucat dan bersimbah peluh.

Tepat pada saat itu, bola-bola api yang tersisa menerjang secepat kilat.

Tara mengibaskan tangan, tetapi ia masih tak sanggup berteriak, kendati peringatan telah naik ke tenggorokan. Ekspresinya cukup untuk menyentak Julian, tetapi sang pria sama lelahnya—ia bereaksi lambat.

Julian refleks melompat saat bola-bola api menyambarnya. Asap hitam semburat dari tubuhnya untuk melibas terkaman api, tetapi sentakannya terlampau kuat.

Embers in the Night ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang