The Midnight Dance

126 43 16
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Julian mendahului. "Itu mungkin perangkap, berhati-hatilah."

Tidak, itu benar-benar Karlo. Energi Tara tidak salah mengenalinya. Tara menyusul ke salah satu ruangan tertutup yang baru saja dijangkau oleh sulur-sulurnya. Sementara kuncup-kuncup bunga lumen bermekaran di atas kepala, mereka memasuki ruangan tempat Karlo meringkuk. Ia pucat di sofa berlapis kain. Di sisinya ada satu lilin yang hampir habis dan cuilan roti bekas disiram sirup merah.

"Oh, Karlo!" Tara mendekat. Saat ia menariknya, pria itu menggigil kedinginan.

Bibir Karlo tak lagi berwarna. "Tara, kau datang? Apakah ini nyata?" tanyanya, dengan suara begitu serak seolah-olah sudah lama sekali tidak minum.

Tanpa diminta, Julian melepas jas pesta untuk dipinjamkan kepada Karlo. "Aku akan mencari sesuatu," katanya, saat Tara menyelimutkan jas dan melepas sarung tangan. Ia terperangah melihat Tara menggenggam tangan Karlo, meremas-remasnya dengan khawatir, lalu melapisi jari-jari dingin itu dengan sarung tangannya sendiri.

"Bergegaslah," kata Tara, menyentak Julian dari apa pun yang menahannya. Pria itu mengangguk. Ia pergi cukup lama, sekitar sepuluhan menit, kemudian kembali dengan air minum.

Setelah beberapa waktu habis untuk memulihkan situasi Karlo, Tara pun bertanya. "Apa yang terjadi padamu?"

Karlo, yang mengeluh pusing dan begitu lemas, mendadak tersulut emosinya saat mengingat hari-hari penyekapan yang menyedihkan. Ia melompat berdiri. "Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku lagi."

"Apa mereka memukulmu?"

"Tidak, tetapi mereka tak membiarkanku pulang! Para keparat itu, aku—aku—" Karlo terhuyung. Julian menangkapnya sementara Tara refleks melompat menjauh.

"Kau harus beristirahat," kata Julian.

"Kita harus segera pergi!"

"Jangan khawatir, Karlo." Tara mencoba menenangkan. "Kami ada di sini, dan bantuan akan datang. Ini, bawalah ini." Ia menaruh botol aromaterapi Julian di tangannya. "Hirup ini dalam-dalam dan tidurlah lagi. Kami akan menjagamu."

Segala hal yang Tara sodorkan kepadanya membuat Karlo tenang. Ia bergelung di balik jas putih Julian, hidungnya menghirup dalam-dalam aroma menenangkan, dan kerlip lumen di atasnya menghangatkan ruangan—sebuah oase kecil di hantaman cuaca dan keterasingan yang mencekik. Tak butuh waktu lama hingga matanya memberat menuju tidur.

Julian beranjak duluan. Ia ingin memastikan isi vila, sedangkan Tara bertahan lebih lama. Setelah memastikan Karlo pulas, kali ini dengan ketenteraman yang familiar, barulah Tara menyusul keluar ruangan.

Mereka berkeliling ke sudut-sudut yang terjamah sulur lumen Tara. Sesuai dugaan pesimis sang gadis, tak ada tanda-tanda keberadaan Deana. Vila itu tak pernah dihuni, dan furnitur-furnitur baru didatangkan setidaknya beberapa bulan lalu.

Embers in the Night ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang