Ketika langit sudah menggelap seutuhnya, Tara bersandar lemas di meja bundar lobi. Sementara itu Julian sedang menelepon di sisinya, menghubungi tangan kanan kaisar atau siapalah itu. Tara tak peduli. Ia sedang digerayangi misteri akan hilangnya barang-barang tanpa jejak.
Julian menutup telepon. Ia menatap Tara dengan ketenangan yang sangat gadis itu butuhkan sekarang. "Aku sudah menelepon asisten keluargaku. Kalau kau tak keberatan, pihak berwajib akan datang esok untuk menyelidiki perampokan ini, bagaimana?"
Bulu kuduk Tara merinding. "Jangan," katanya. Julian mengangkat alis melihat wajah sang gadis yang memucat. "Aku masih tak tahu apa yang ayahku lakukan bersama para preman Fortier sampai-sampai mereka menyerang. Kalau pihak berwajib datang dan mencari tahu barang-barang hilang itu, mereka juga bakal menanyakan perihal empat tahun lalu," katanya. Matanya membulat. "Dan ... dan mereka juga akan mencari tahu mengapa ada begitu banyak preman Fortier menghilang. Kau akan ditanya."
Julian menarik napas cepat. "Ini rumit," akunya. "Kalau begitu aku akan mengerahkan veiler lagi. Tapi, apa kau tidak masalah?"
Tara membutuhkan waktu lama untuk menjawab, dan tatapan Julian membuatnya begitu tertekan. Ia mengangguk dengan amat berat. Pria-pria asing di rumahnya? Pria-pria dengan asap hitam?
"Tara, aku tidak ingin memaksamu." Julian mendekat. Cemas. "Kalau kau keberatan, aku tidak akan memerintah mereka. Tetapi keadaan keluargamu juga semakin genting."
"Aku tahu." Napas Tara memendek. Ia tak sanggup memandang kedua mata cokelat cerah Julian. Padahal pria itu mengkhawatirkannya, tetapi Tara kerap terbayang-bayang tentakel tulang di belakang punggung Julian. "Kalau begitu ... aku mohon bantuanmu."
Julian mengangguk lega. "Dengan senang hati. Aku akan mengunjungi Emmett besok, sekaligus pulang ke rumah orang tuaku. Aku akan membicarakan mengenai masalahmu dan perkara bala bantuan veiler."
Tara sebenarnya tak menyukai gagasan ini, karena melibatkan orang-orang penting, tetapi apakah ia punya solusi yang lebih baik? Membiarkan rumahnya tanpa pengawasan lebih lama daripada empat tahun terakhir?
Mereka terdiam cukup lama di lobi, tak tahu mesti mengatakan apa, selain menambatkan pandangan pada lukisan. Dengan frustasi, Tara bertanya, "Apakah lukisan ini bisa menjadi Keping Etad?"
Julian membasahi bibir. "Aku tidak yakin. Meski lukisan ini memang merekam sosok kedua orang tuamu dan Deana yang kutahu, ini pertama kalinya aku melihat. Keping Etad itu sendiri sifatnya misterius, Tara. Kadang-kadang kau bisa menggunakan barang yang sama sekali belum pernah kau lihat sebelumnya, dan kadang-kadang tidak. Itu juga tergantung kemampuan sang Setengah Monster. Dan sayang sekali, aku mesti mengecewakanmu, karena aku tidak sehebat itu." Suara Julian memelan. "Aku jarang menggunakan Energiku atas alasan yang mungkin kau tahu mengapa."
Tara menatap Julian lekat-lekat. "Tidak, Jules." Ia tersenyum tipis. "Kau hebat karena sudah membantuku sejauh ini. Aku tidak yakin bakal mencapai tahap ini tanpa bantuanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Embers in the Night ✓
FantasyTara Wistham berusaha menjadi calon wali kota yang baik. Namun, tak ada yang menghendakinya. Ia bahkan berubah menjadi Host untuk memperjuangkan hak keluarga seorang diri, tetapi satu-satunya penolong ternyata adalah sang musuh: Monster Gurita. ...