Chapter 3 : Pernikahan

115 12 0
                                    

Selamat membaca
.
.
.

Kondisi kesehatan Samudra dari hari ke hari semakin memburuk. Niat hati ingin segera meminang Nafisya, tapi keadaan dan kondisinya yang belum stabil menghambat semuanya.

Dewa yang setia menemani adiknya itu semakin kalang kabut dibuatnya. Sehari setelah Nafisya menjenguk Samudra malam itu, keluarga Dewa dan Samudra berkunjung ke rumah Nafisya, minus Samudra tentunya.

Mereka menyampaikan niat baik itu kepada keluarga Nafisya. Karena keluarga mereka sudah saling mengenal satu sama lain, akhirnya Mama dan Papa Nafisya menyerahkan keputusan ini kepada putrinya.

Setelah beristikharah dan memantapkan hati, akhirnya Nafisya menerima perjodohan ini. Ditanamkan di dalam hatinya bahwa dia menerimanya bukan karena terpaksa, melainkan murni untuk menemani dan menjadi istri yang baik bagi Samudra, calon suaminya.

Dan hari ini saatnya, di ruangan dengan bau khas obat ini, akad keduanya dilangsungkan.

Bukan, pernikahan seperti ini bukan impian Nafisya. Menikah di rumah sakit dengan sahabatnya sendiri, dihadapan orang yang dia cintai.

Kenapa harus di rumah sakit? Kondisi Samudra yang tidak memungkinkan dan permintaan Nafisya agar menikah secara sembunyi-sembunyi menjadi alasannya.

Lagi pula keluarga mereka juga sudah menyetujui hal ini, mereka ingin cepat-cepat menikahkan Samudra dan Nafisya, dengan dalih agar kondisi kesehatan Samudra cepat membaik sehingga mempunyai semangat hidup untuk membimbing Nafisya, calon istrinya.

Samudra mengidap penyakit kanker leukemia. Penyakit ini dideritanya semenjak Samudra berusia dua tahun. Dokter memperkirakan Samudra hanya bisa bertahan hidup sampai usia lima tahun. Tapi takdir berkata lain, Samudra ternyata bisa bertahan hidup sampai saat ini usianya tujuh belas tahun.

Pada saat ia berusia dua belas tahun, dokter menyatakan bahwa Samudra sembuh total. Sejak saat itulah lelaki muda ini menjalani kehidupan seperti remaja pada umumnya.

Di usianya yang ke empat belas tahun, ada satu lain hal yang menyebabkan Samudra harus terjun ke dunia bebas. Bergabung dengan geng motor, tawuran, merundung orang, serta melakukan kebengisan lainnya bersama teman seper-geng-annya, Brifger. Keluarga Samudra dan Dewa sangat kecewa pada saat itu, mereka hampir lepas tangan karena keras kepalanya Samudra.

Dua tahun menjalani dunia bebasnya itu, Samudra akhirnya dimasukan ke dalam pesantren. Sikapnya perlahan berubah menjadi pribadi yang lebih baik.

Hingga pada malam itu, saat usianya menginjak enam belas tahun, ada satu kejadian yang tidak mengenakan. Samudra yang awalnya berniat menolong sahabatnya, Malik, dipukul bagian belakang kepalanya menggunakan benda tumpul. Brian pelakunya, mantan sahabat se-geng-nya itu.

Dokter kembali menyatakan bahwa penyakit Samudra kambuh. Sejak saat itu, Samudra sering tumbang dan selalu bulak-balik ke rumah sakit untuk melakukan perawatan dan menjalani kemoterapi.

Seperti saat ini, di rumah sakit ini, Samudra kembali tumbang. Disaksikan oleh Dewa, Akhdan, Abi dan Umi Dewa, Ayah dan Bunda Samudra, Mama dan Papa Nafisya, serta seorang penghulu, akad pun dilaksanakan dengan Samudra yang terbaring bersandar di kepala ranjang rumah sakit, dan Nafisya yang duduk di kursi sebelahnya.

"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal nahril madzkuur halan..."

Suara lembut ijab qobul yang diucapkan Samudra mendapat untaian syukur dan doa seluruh penghuni ruangan itu saat ini.

Pandangan sendu manik mata Nafisya terpaut dengan manik mata hijau milik Dewa yang duduk tepat didepannya, di samping lain brankar rumah sakit yang ditempati oleh Samudra. Dewa mengangguk meyakinkan bahwa keputusan yang diambil Nafisya adalah keputusan yang terbaik, Dewa seakan berucap bahwa dirinya baik-baik saja.

DESAMSYA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang