hari mulai gelap tertutup oleh awan mendung, namun seorang gadis masih tidak beranjak dari tempatnya tadi. duduk di samping batu nisan yang bertuliskan nama 'Samudra Arthavian Zenclovazca Putra Juventus', masih dengan air mata yang menetes dan pandangan kosong.
rintik hujan mulai turun membuat seseorang berdiri di depannya dengan payung hitam
"ayo pulang." ajaknya dengan suara lembut membuat gadis itu tak bergeming"aku tidak mau." jawabnya dengan nada dingin dan dalam
"Lea, ini udah hujan dan kamu gak mau buat Samudra nangis kan?"
"shut up, Alice." Alice pun mendudukan dirinya diatas tanah dan setia memayungi dirinya serta Lea.
"mau sampai kapan begini?" Lea hanya mengabaikan pertanyaan Alice. terlihat beberapa gadis masih menunggu di area teduh agar tidak kehujanan.
"Lea, kamu mau sampai kapan sedih dan nungguin makan Sam?" tanya Reyyan
"can you guys shut up?" Reyyan dan Alice terdiam dan membiarkan Lea duduk seraya mengusap kayu tersebut.
mereka tahu betapa terpukulnya Lea saat dokter memberitahu jika nyawanya tidak selamat. bagi Lea, Samudra adalah lampu yang menerangi gelapnya hidup Lea. maka jika Samudra pergi, Lea kehilangan lampunya.
"kehilangan seseorang emang sebuah tantangan yang sulit, tapi tolong jangan buat adek lo sedih dengan cara begini, Le." ucap Alice sambil mengusap kepala Lea.
"nanti, gue bakal pulang. tapi nanti setelah gue puas disini sama Samudra." ujarnya kemudian menunduk. gadis itu tidak berhenti menangis sejak 3 jam yang lalu setelah pemakaman selesai.
-------------------------------
pukul 3 sore saat hujan sedang lebat-lebatnya, Lea baru mengangkat tubuhnya dan keluar dari pemakaman tersebut. berat hati untuk meninggalkan area pemakaman adiknya, walau tiri, Lea menganggapnya adik kandungnya sehingga sangat tidak rela jika harus terpisah di usia yang masih sangat kecil. 16 tahun, anak itu meninggal sehari setelah hari ulang tahunnya, hadiah yang sangat istimewa bisa bertemu Tuhan.
Lea berjalan ke motornya di parkiran, ternyata ada Wolly dan Alice, bestie setia Lea. secara tiba-tiba, Lea melemparkan batu ke arah laki-laki berbaju hitam.
"ngapain lo kesini?" tanya Lea dingin
"melayat adekmu, Le."
"adek gue gak mau lo hadir." Lea duduk diatas motornya bersiap pulang bersama Wolly dan Alice
"lo mending pulang, Ar. udah hujan and follow her words, do not grieve." ucap Wolly membuat Arya kembali merasa bersalah.
akhirnya ia pulang dan Lea juga pulang bersama kedua bestie nya.
usai dirumah, Lea menyuruh mereka berdua masuk dan menginap sampai hujan reda, sekalian menemani Lea yang masih menyimpan rasa bersalah dan sedih.
"pake baju gue atau baju Samudra dulu gapapa kan? takut ga muat." Alice dan Wolly melirik sinis
"maksud lo kita gendut gitu?" Lea terkekeh
"maaf maaf, ini pake aja. ke kamar mandi bawah ada, kamar Samudra ada, disitu juga bisa." Lea memilih keluar dan mengganti bajunya di kamar mandi Samudra.
damn! ia kembali sedih karena setelah ini tidak ada yang memanggilnya nenek sihir. rasanya baru kemarin mereka bercanda dan harus terpisah. berbeda hal nya berpisah harus ikut ayah ke luar kota, mereka berbeda alam dan membuat kaki Lea semakin lemas dan tak mampu berdiri. ia bertumpu pada headboard kasur Samudra.
'Tak bisa ku pungkiri, aku berbeda alam dengan seseorang yang sangat kusayangi, aku berpisah darinya, tidak ada canda tawa yang menghiasi hidupku, tidak ada yang menghiasi malam ku dengan rengekannya, tidak ada nyanyian atau alunan piano di siang hari, tidak ada yang kubangunkan saat pagi hari. ini sulit, aku tidak bisa menanahannya. apa aku harus menyusulnya? aku benar-benar tidak mampu hidup tanpanya.'
KAMU SEDANG MEMBACA
My Step Sister
RandomTidak bisakah kau memberinya kesempatan untuk hidup dan memperbaiki semuanya?