𝟘𝟡

244 59 7
                                    

C A L M

[Name] masih mengingat jelas bagaimana wajah tampan dari laki-laki yang merupakan cinta pertamanya itu, meski dia hanya bermain dengannya sebentar.

Wajah anak laki-laki yang berbeda 4 tahun darinya. Senyuman yang selalu dia berikan setiap melihat [Name], dan juga dia yang selalu memperlakukan [Name] dengan lembut. Gadis itu mengingat segalanya.

Tidak salah lagi. Pria yang berada di hadapannya saat ini merupakan laki-laki yang telah mereka pikir mati beberapa tahun lalu.

"Kau hidup?"

"Tentu saja. Mengapa? Kau tampak kecewa saat mengetahui aku masih hidup."

"Tentu saja," [Name] menjawab mengikuti nada Leiven. "Aku kecewa karena kau masih hidup, jadi aku tidak dapat berkencan dengan sugar daddy-ku yang baru itu. Kau, 'kan sangat terobsesi padaku," ungkapnya percaya diri, sambil menunjuk pada Kokonoi yang berdiri di belakangnya.

Kokonoi memasang wajah datarnya, memukul pelan kepala gadis itu. "Tidak bisakah kau serius sedikit?" tanyanya yang dijawab dengan cengiran lebar gadis itu.

"Kau membuatku kecewa, [Name]..."

"Tidak, tidak. Harusnya aku yang mengatakan hal itu!"

Kokonoi tidak mengerti. Mengapa [Name] terlihat sangat tenang dan kalem ketika bertemu dengan seseorang yang merupakan cinta pertamanya itu? Sedikit terlihat aneh.

Selama ini, baik dirinya, maupun orang lain pasti akan merasa sedih ataupun bahagia saat bertemu dengan cinta pertama yang mereka pikir sudah mati. Bukankah harusnya [Name] saat ini menunjukkan ekspresi sedih atau mungkin senang?

Lalu, perasaan sesungguhnya gadis itu, dia memang tidak merasakan apapun. Tepatnya, dia menahan rasa marahnya.

Baginya, tidak berguna untuk menunjukkan ekspresinya saat ini. Dia terlalu malas untuk berteriak pada pria itu, hanya akan membuang tenaga saja.

Subaru juga selalu mengingatkan pada [Name] untuk tidak terlalu larut dalam perasaannya. Mereka yang terkuat, hanyalah orang yang tidak membiarkan perasaan ikut campur dalam medan perang.

Dan saat ini, dapat dikatakan jika mereka dalam medan perang.

"Apa yang pria ubanan itu katakan padamu?" tanya Leiven begitu penasaran dengan perubahan drastis dari [Name]. "Kau tampak sangat berbeda dari yang kukenal."

"Kau juga tampak sangat berbeda dari yang kukenal, apa yang selama ini kau lakukan?" [Name] membalikkan pertanyaan Leiven dengan senyum remeh.

"Jangan mengatakan jika kau sangat mengenaliku, Leiven. Kau tidak mengenaliku sama sekali..." ungkap gadis itu mengacungkan pedang padanya. "Baik itu di masa lalu, maupun saat ini... kau tidak pernah mengenaliku."

Leiven tersenyum sendu pada [Name], "Mengapa kau mengatakan hal itu? Hanya aku yang memahamimu, terutama bagaimana tersiksanya saat mereka memintamu untuk membuat Rika bersama denganmu..." ujarnya dengan raut wajah sedih."

Nirmala ; Kokonoi HajimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang