5. Kesal Mirna

9.2K 1.1K 50
                                    

Selamat Hari Raya Kurban semuanya.

_____

Mata Anwar memicing heran mendengar kata-kata keras Paula. Dia lirik Mirna yang masih meringis kesakitan.

"Lepasin, Paula. Kasihan Mirna. Sakit tuh," ujar Anwar yang sepertinya tidak mempermasalahkan Mirna yang mungkin sebelumnya memang mengamatinya berenang di halaman belakang rumahnya. Dia yakin Mirna melihatnya secara kebetulan dan Paula yang melebih-lebihkannya. Anwar melihat sekilas tas selempang yang dibawa Mirna serta pakaian Mirna yang masih rapi. Itu artinya Mirna baru saja pulang dari kampus dan akan memasuki kamarnya. Dan Mirna menunda langkahnya menuju kamar karena melihatnya sedang berenang.

"Minta maaf dulu!" sergah Paula ketus.

Mirna menggeleng ketakutan.

"Paula. Sudah, Sayang," bujuk Anwar.

"Minta maaf!" ulang Paula dengan suara keras.

Mirna tidak mengerti keinginan Paula. Minta maaf? Untuk apa? Tapi melihat keadaan sekarang di mana Paula masih diselimuti amarah serta Anwar yang tampak khawatir, akhirnya...

"Maaf, Om. Mirna melihat Om berenang tadi...," ucap Mirna. Dia tundukkan kepalanya dalam-dalam. Dia jadi sangat merasa bersalah karena memancing amarah Paula dan kecemasan Anwar.

"Melihat? Pake napsu kan lu liat Papa gue berenang?" ujar Paula ketus.

"Paula. Sudah. It's okay liat Papa berenang. Apanya yang salah?" ujar Anwar.

"Senang kan lu? Dibela Papa gue? Puas lu? Liat sambil melet-melet nggak jelas!"

Paula lepaskan cekalannya dengan kasar. Kemudian dengan langkah cepat menuju kamarnya.

"Maaf, Om," ucap Mirna tanpa melihat wajah Anwar. Dia juga dengan cepat melangkah menuju kamarnya.

Anwar menghela napas panjang saat mengamati punggung Mirna. Sedikit kesal terhadap putrinya yang ternyata tidak bisa menjaga sikap. Tapi dia juga tidak kuasa memarahinya. Paula pasti akan lebih garang lagi.

_____

Mirna duduk di tepi kasur empuk dengan wajah nelangsa. Baru saja dia melalui saat-saat indah di kampus di pagi hari di mana urusan perkuliahannya selesai dengan lancar, namun berubah suram saat berada di rumah Anwar di sore harinya. Dia edarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamarnya yang dilengkapi perlengkapan mewah dan mahal.

Ingin sekali waktu seminggu ini segera berakhir dan dia bisa pindah ke tempat yang lebih nyaman. Tak masalah dengan perlengkapan seadanya, asal hati dan perasaan tenang.

Mirna memikirkan Paula yang sangat ketus terhadap dirinya sejak awal bertemu. Entah kenapa dia merasa Paula seperti kehilangan jati diri. Mirna yakin Paula adalah gadis baik-baik, terlepas dari mulutnya yang sangat pedas. Paula sangat menjaga sosok papanya dari mata-mata perempuan genit atau 'nakal'. Mungkin dia pernah punya masalah besar sebelumnya? Ada yang mendekati papanya yang berstatus duda dan mengecewakannya?

Mirna mengangguk-anggukkan kepalanya. Wajar Anwar menjadi incaran perempuan-perempuan. Dia memang menarik lagi menawan. Mungkin Paula kesal terhadap perempuan-perempuan tersebut karena mereka yang barangkali tidak tulus berdekatan dengan papanya yang berduit? Atau kekhawatirannya yang sangat tinggi seandainya perhatian papanya beralih ke perempuan selain dirinya.

Mirna tersenyum tipis. Paula sepertinya masih tidak menerima kenyataan bahwa mamanya sudah meninggal. Dia merindukan kasih sayang seorang Mama. Dia tumpahkan kekesalannya tanpa basa basi terhadap orang-orang yang dia pikir akan mengganggu papanya. Ah, kasihan juga.

"Seandainya aku di posisi dia..., mungkin akan berbuat yang sama...," pikir Mirna. Dia letakkan tas selempangnya di atas kasur. "Aku nggak akan liatin Om Anwar lagi...," tekadnya yang mengakui mengagumi sosok Anwar.

MIRNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang