____
Mirna sedikit tersentak saat melihat sebuah pesan dan dua kali misscall menjelang tidur malamnya. Anwar menanyakan alamat kamar kos barunya. Mirna tidak menggubrisnya. Buat apa? Nanti malah semakin ruwet. Apalagi mengingat wajah Paula. Dia tidak mau berurusan dengan gadis pongah itu lagi. Menyebalkan dan akan merusak hari-hari bahagianya.
Mirna kini sudah rapi dan cantik. Dia sudah siap pergi ke kampus pagi itu. Seperti biasa Mirna tidak lupa sarapan pagi dan menyiapkan bekal siangnya untuk dia makan di kampus nanti.
Mirna bersemangat kuliah di awal Senin. Dia bisa mengikuti kuliah dengan baik. Berbagai pertanyaan sulit dari dosen bisa dia selesaikan dan jawab dengan sangat memuaskan. Saat dosen melempar tugas kelompok, banyak mahasiswa berebut ingin satu kelompok dengannya.
Mirna senang, dia mendapat banyak teman, termasuk Rio, teman laki-laki yang lumayan dekat dan selalu berdekatan dengannya di kampus.
"Jadi keputusannya kita ngerjain tugas di café dekat kosanku, Rio?" tanya Mirna ke Rio saat makan siang.
"Iya. Emangnya kenapa? Kamu keberatan?" tanya Rio yang melihat wajah Mirna yang menunjukkan sedikit kecemasan.
Mirna mengangguk lemah.
"Ntar aku bayarin makanannya deh. Jangan khawatir, Mir. Kita-kita kan nunjuk café itu karena tempatnya nggak jauh dari kosan kamu. Biar kamu gampang pulangnya. Kita ngerti kok," ujar Rio. Kelompok Mirna menunjuk café yang terkenal dengan harganya yang mahal yang berada di dekat kos Mirna. Mereka ingin Mirna sebagai ketua kelompok merasa nyaman dan tidak khawatir saat pulang.
"Oh. Ok, Rio. Makasih banget udah ngertiin aku," ucap Mirna dengan mata binarnya.
"Ok. Jumat depan ya? Ini kartu member Calista. Nanti kalo kamu duluan ke sana, kasih tau aja ke baristanya kalo kamu teman Calista. Tadi dia mau langsung kasih ke kamu, tapi dia keburu dipanggil fakultas, dia ditunjuk sebagai salah satu calon yang akan mewakili universitas di ajang debat ekonomi nasional di salah satu televisi swasta," jelas Rio. Calista adalah salah satu anggota kelompok Mirna.
"Oh. Wow. Aku harap dia bisa menang...," ucap Mirna dengan senyum bangganya. Kelompoknya memang terdiri dari mahasiswa yang pintar-pintar. Mirna senang berteman dengan mereka yang meskipun pintar dan berada, tapi tidak sesombong Paula dan gengnya.
"Ok, Mirna. Eh, aku duluan ya? Ada panggilan alam. Nanti kita bahas lagi lewat wa group," ujar Rio yang meringis. Dengan cepat dia bereskan alat-alat makannya dan memasukkannya ke dalam ranselnya. Lalu buru-buru pergi dari Mirna.
Mirna tertawa kecil melihat tingkah laki-laki asal Bandung itu. Rio memiliki kepribadian yang sangat menyenangkan. Sejak awal kuliah, Mirna bisa langsung akrab dengan Rio karena duduk mereka berdekatan. Bagaimana tidak akrab, ternyata Papa Rio juga berasal dari kota Semarang, tapi lama tinggal di Bandung.
Tak lama Rio pergi, Paula menghampiri Mirna.
Wajah Mirna langsung cemberut melihat kedatangan Paula.
"Heh. Gitu ya? Pindah seenak udel. Nggak ada pamit, nggak ada terima kasih," decak Paula dengan dua tangan terlipat di atas dada. Pandangannya sinis ke Mirna. Dia berdiri dengan sikap pongah.
"Gimana aku mau terima kasih sama kamu. Kamu omongannya nyakitin hati melulu," balas Mirna sengit. Mirna tidak mau menutup-nutupi perasaan resahnya.
Paula mencebikkan bibirnya.
"Pasti kamar lu sekarang nggak senyaman di rumah gue. Pasti bisanya bayar kos kecil dan jorok dan panas tak berAC," sengit Paula.
"Tapi hatiku sangat nyaman dan adem di kamar baruku. Jauh lebih adem dan dingin dibanding di rumahmu yang ada nenek sihirnya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRNA
RomanceKisah Cinta Mirna https://id.pinterest.com/pin/366480488440395183/