______
Setelah sarapan roti selai nanas, Paula duduk santai di sofa sambil menonton film di layar televisi. Sepertinya Paula akan menghabiskan hari sabtunya di rumah saja. Dia sedang tidak bergairah jalan-jalan ke mall atau ke tempat nongkrong bersama teman-temannya. Berulang kali dia mainkan ponselnya dan mengetik gue lagi males jalan ke beberapa nomor yang mengirimkan pesan kepadanya mengajaknya ke suatu tempat.
Kini sudah hampir dua jam dia duduk di sofa dan film yang dia tonton sudah selesai. Paula lagi-lagi melirik ke arah pintu kamar Mirna yang sedari tadi tertutup rapat.
Paula jadi penasaran dengan apa yang sedang Mirna lakukan di dalam kamarnya. Dia pun jadi bertanya-tanya karena Mirna tidak bangun-bangun juga.
"Sakit?" duganya.
Paula yang penasaran bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu kamar Mirna.
Paula perlahan menggerakkan pegangan pintu kamar Mirna.
"Hm..., kok nggak dikunci?" gumamnya lagi.
Dia buka pintu kamar lebar-lebar.
Paula menatap heran isi kamar Mirna yang sangat rapi seperti sedia kala. Dia ingat papanya sibuk menata kamar untuk Mirna. Keadaannya persis seperti yang dia lihat sekarang.
Paula semakin penasaran. Dia memasuki kamar Mirna seraya memeriksa lemari dan meja belajar.
Semua kosong. Tidak ada barang-barang milik Mirna.
"Ke mana dia?" tanyanya.
Paula lalu ke luar dari kamar Mirna.
Paula kaget, papanya juga ke luar dari kamarnya. Pria empat puluh lebih itu tampak sudah rapi dengan pakaian kasualnya.
Dia tersenyum melihat wajah bingung Paula.
"Mirna..., pindah, Pa?" tanya Paula gugup.
"Iya. Pagi-pagi Mirna sudah pamit. Papa lupa suruh dia pamit sama kamu. Papa ngantuk banget," jawab Anwar.
Paula amati penampilan papanya yang sangat rapi. Parfum khas papanya juga tercium hidungnya.
"Ke mana, Pa?" tanyanya.
"Makan siang sama Tante Dea. Mau ikut? Papa tunggu,"
Paula menggeleng.
Lalu dia lirik lagi pintu kamar Mirna.
"Kangen Mirna?" tanya Anwar sambil melangkah menuju dapur.
Tidak ada jawaban dari Paula. Hanya dengusan kesal.
"Dia memang hanya satu minggu di sini. Sebenarnya Papa maunya dia di sini saja, nemanin kamu. Papa Mirna juga maunya Mirna di sini. Tapi Mirna nggak mau. Dia bilang mau mandiri," ujar Anwar setelah meneguk air minum di dapur.
Paula hempaskan tubuhnya di atas sofa. Wajahnya terlihat murung.
Anwar mendekati Paula yang tampak kesal.
"Ikut Papa ketemu Tante Dea yuk," ajak Anwar.
Paula menggeleng lemah. Dia sepertinya tidak tahu apa yang dia rasakan sekarang.
"Kenapa murung begini? Biasanya kalo Sabtu pasti seneng mau jalan-jalan sama geng kamu,"
"Kangen Mama..., kangen bubur ayam Mama...," ujar Paula dengan suara lirihnya.
Anwar duduk di sampingnya sambil merangkul erat bahu Paula.
"Katanya kamu makan bubur ayam pagi kemarin?"
"Iya..., bubur ayam buatan Mirna sama kayak bubur ayam buatan Mama...,"
Anwar tersenyum seraya menatap Paula dengan hangat. Bestari memang pandai membuat bubur ayam. Saat Paula sakit, Bestari selalu memasak bubur ayam untuk Paula dan meyuapinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRNA
RomanceKisah Cinta Mirna https://id.pinterest.com/pin/366480488440395183/