13. Lega Mirna

11K 1.2K 87
                                    

______

Anwar berenang cukup lama malam itu. Dia ingin menghilangkan keresahan yang menyelimuti dirinya. Entah kenapa bayangan Mirna bersama laki-laki muda tampan itu belum sepenuhnya hilang dari benaknya. Anwar sesekali menggeram dan mengerahkan seluruh tenaganya saat berenang karena membayangkan apa yang sedang Mirna lakukan bersama laki-laki itu di dalam kamar kos Mirna.

"Astaga. Ada apa denganku?" tanyanya yang merasa aneh dengan dirinya sendiri. "Aku nggak pantas begini...," gumamnya dalam hati. Anwar mengalami kecemburuan luar biasa. Selama berpacaran dengan Dea, dia tidak pernah secemburu dan semarah ini. Dan Mirna bukan siapa-siapanya. Lalu kenapa dia mencemburuinya?

Anwar ke luar dari kolam renang sambil mengamati kaca besar dapur rumahnya. Dia tertawa kecil membayangkan sosok Mirna yang sedang mengamatinya berenang. Anwar juga menertawai dirinya yang sangat konyol.

Anwar raih handuk panjang yang terlipat di tepi kolam dan melingkarkannya ke pinggang, lalu memasuki rumahnya.

Meski sudah rapi dengan piyama tidur, Anwar tidak segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia duduk di tepinya dengan pikiran yang masih saja tertuju ke kejadian sore tadi.

Wajahnya seketika berubah karena mengingat suatu malam di mana Paula menceritakan kegiatan Mirna di kampus. Salah satunya adalah bahwa Mirna akrab dengan seorang mahasiswa yang bernama Rio. Rio berasal dari Bandung dan sudah memiliki pacar.

Anwar hela napas panjang. Dia pikir Mirna berkata yang sebenarnya bahwa dirinya tidak melakukan apa yang Anwar tuduhkan. Mirna tidak berpacaran, dan laki-laki itu hanya menumpang ke belakang. Seandainya mereka berniat berduaan, pastinya sudah lama mereka menghabiskan waktu di dalam kamar itu dengan dalih mengerjakan tugas kuliah berdua. Tapi terbukti Mirna dan teman-temannya melakukan tugas kelompok di café mall.

Anwar tatap langit-langit kamar dengan perasaan penuh penyesalan. Terbayang di pikirannya bayangan wajah Mirna yang menangis memohonnya untuk tidak mengadu ke papanya. Suara sedih Mirna terngiang-ngiang di telinganya.

Anwar tatap ponselnya yang tergeletak di atas nakas di sisi tempat tidur dengan perasaan gundah. Tidak mungkin bisa menghubungi Mirna malam ini dan berucap maaf, karena nomor kontaknya tidak diperkenankan Mirna.

Tapi dia raih juga ponselnya.

Anwar mendengus tersenyum. Ada beberapan panggilan dan pesan dari Mirna.

Om. Jangan cerita ke Papa, Please. Mirna mohon dengan sangat

Tanpa pikir panjang, Anwar langsung menghubungi Mirna malam itu juga.

"Halo, Om. Maaf ganggu. Maaf, Om...,"

Anwar terenyuh mendengar suara serak Mirna. Sepertinya Mirna masih menangisi kejadian sore tadi.

"Om yang harusnya minta maaf ke kamu,"

"Om sudah telpon Papa ya?"

Anwar terkekeh. Suara Mirna sungguh menenangkan perasaannya.

"Nggak, Mirna. Om tau Om yang salah,"

Terdengar hela napas lega dari Mirna.

"Maafin Om yang sudah menuduh kamu yang tidak-tidak. Om kaget saja,"

"Oh...,"

"Kosan kamu dekat banget dengan kantor Om...,"

"Oh. Dekat ya, Om?"

"Iya. Ke luar gang ada gedung di samping mall,"

"Gedung yang tiga tingkat?"

"Iya. Kantor Om di lantai dua,"

MIRNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang