33 : Kecemasan

799 156 94
                                    


Tiga hari kemudian akhirnya Dae membawa Juni pulang ke Korea. Namun, dia pikir keadaan akan menjadi lebih baik.

Memang sudah tipikal wanita itu. Tidak ada yang lebih memahami Juni ketimbang dirinya sendiri. Dan tidak ada hal yang dimengerti Dae tentang wanita itu. Seakan semesta Juni berada di dimensi lain dimana segalanya serba jungkir balik.

"Aku akan kembali ke rumah orang tuaku," kata Juni saat mereka baru saja masuk ke mobil yang diantarkan oleh Sean dan baru tiba di bandara malam itu. Sean sendiri langsung pergi dengan pacarnya yang kebetulan bawa mobil. Katanya, Sean punya pacar baru. Tapi masih dirahasiakan.

Dae mencengkram stir. Tidak ada hal yang bisa dia ucapkan. Dia hanya diam melajukan mobil dari bandara ke kediaman orang tua Juni.

Dalam keadaan lelah, Juni juga merasakan batinnya pun lelah. Dia butuh berpikir. Akibatnya, selama sisa perjalanan mereka masih sama seperti sebelum-sebelumnya-sunyi. Canggung. Dan aneh. Hingga akhirnya Dae memarkirkan mobilnya di pelataran parkir. Berdiam. Tidak ada yang bergerak. Sampai Dae akhirnya buka suara,

"Yang penting, beritahu aku saat kelahiranmu tiba."

"Aku tidak bisa janji. Tapi, aku tidak akan melarangmu untuk bertemu dengannya jika dia sudah lahir dengan selamat."

Ucapan itu membuat Dae menoleh dengan cepat. Kembalinya mereka dari Paris dan permintaan Juni ingin diantarkan ke rumah orang tuanya, sudah membuat raut Dae muram, kini tingkah Juni membuat Dae juga tidak dapat menyembunyikan amarah dan kekecewaan yang membendung.

Sampai kapan mereka akan begini terus? Terjebak di antara skat dan dinding yang diciptakan oleh wanita ini.

"Kenapa kau tidak bisa janji?" tanya Dae. "Aku ingin ada di sana dan melihatmu. Menyaksikannya lahir..." Dahi pria itu berkerut-kerut. Sebenci itu wanita ini padanya?

Juni menjawab pelan, "Mungkin karena aku takut kau akan bawa dia pergi dariku."

Dae memainkan lidahnya di dalam mulut yang membuka mendengar tudingan itu. Seolah tak habis pikir dan dia kehabisan kata-kata.

"Apa lagi kali ini?" katanya usai tertawa miris. "Aku masih belum membuatmu cukup yakin?"

"Aku lelah. Mari kita bicarakan ini nanti saja," kata Juni. Dia melepas sabuk pengaman dan bergegas keluar dengan tubuh yang lemah itu.

Dae mengekorinya dan mengeluarkan koper-koper Juni dari dalam bagasi. Lalu memaksa membawanya sampai ke unit apartemen ibunya. Juni tidak keberatan karena dirinya sendiri juga tidak akan sanggup membawa barang seberat itu.

Juni lebih dulu masuk ke lift dan Dae menyusul sekalian menekan tombol lantai seakan dia sudah biasa menekannya. Kalau hari-hari sedang tidak sibuk, dia memang sempatkan waktu untuk datang.

"Aku akan menuruti semua keinginanmu," katanya. "Kalau keputusanmu memang akan mengakhiri semuanya setelah dia lahir, sudah bulat, aku tidak akan mengganggumu lagi. Tapi, kalaupun aku tidak bisa menemani persalinanmu, aku ingin kau janji untuk mengizinkanku bertemu dengannya. Kau tidak bisa melarangku."

"Aku sudah katakan akan mengizinkannya," katanya.

"Kelihatannya ada kata tapi," tebak Dae.

"Tidak. Aku tahu jahat kalau aku melarangmu bertemu dengan anakmu."

"Aku tahu kadar kejahatanmu tidak akan sampai kau melarikan diri dengan membawa dia."

Juni enggan melihat Dae. Dia memilih memandangi refleksi keduanya di dinding lift. "Aku tidak akan bisa pergi kemana-mana. Di sini adalah tempatku seharusnya."

"Di sisiku adalah tempatmu."

Ucapan itu mengalihkan pandangannya lagi. Saat Dae melanjutkan, matanya tertuju di sana. Di bola mata pria itu. "Di sisiku adalah tempatmu. Coba kau bayangkan apa yang aku tawarkan jika kita bersama, Juni? Kita akan menjadi sebuah keluarga. Aku tidak berniat menyombongkan diri, tapi aku tahu kau butuh aku."

Juni kembali buang muka. Tidak. Itu tidak benar.

Ya itu benar.

Isi kepala Juni berantakan.

"Berhenti memperumit apa yang sebenarnya mudah untuk dilakukan," kata Dae. "Terima apa yang dirasakan oleh hatimu."

"I don't need you."

"But I need you." Dae melanjutkan, "June, kau layak menerima apapun yang sudah seharusnya kau terima. Jangan bohong kalau kau tidak butuh aku. Seperti hal aku butuh kau maka kau pun butuh aku. We need each other. And I promise, you've never left my mind since the day we first met. Dan aku dulu benci mengakuinya, bahwa aku jatuh cinta dengan gadis aneh itu di hari pertama aku melihatnya. Aku tidak menuntutmu untuk percaya. Aku juga tidak mengarang hanya agar kau merubah pendirianmu. I love what we started and I don't ever want to lose you."

Juni tidak pernah tahu Dae bisa merangkai kalimat seperti itu.

"Aku akan membiarkanmu berpikir," kata Dae. "Malam ini saja. Besok aku akan datang menjemputmu dan menagih jawaban."

"Kau mana boleh begitu," protes Juni. Namun Dae malah menaik-turunkan bahu. Bersikap acuh.

"Kita harus segera memperbaiki hubungan kita. Kau tahu seperti membuka lembar baru. Tidak ada salahnya mencoba, 'kan?"

"Aku..." Saat itulah pintu lift terbuka. Beberapa saat mereka tidak beranjak. Dae mengakhiri pidato singkatnya dengan senyum tipis khas-nya sebelum dia keluar dan membawa seluruh barang-barang Juni.

Sampai mereka di depan pintu dan Juni menekan bel, ibunyalah yang pertama datang menyambut. Dae sudah memasang senyum manisnya. Namun yang dia lihat adalah wajah masam ibu mertuanya seolah-olah Dae telah menculik Juni dan memulangkannya setelah dipaksa.

"Masuk," kata ibunya.

Dae bertanya-tanya, apakah Juni bercerita tentang semuanya pada ibunya? Tapi kelihatannya, Juni sama bingungnya dengan Dae.

Sewaktu Dae meletakkan koper Juni ke dalam, ibunya langsung menariknya keluar. Menutup pintu di belakang supaya Juni tidak dengar apa yang akan wanita itu katakana pada menantunya ini.

"Apa terjadi sesuatu?" tanya Dae.

"Teman-temanmu datang pagi tadi."

Dae jelas terkejut. Darimana mereka tahu alamat rumah orang tua Juni? Apa dari teman-teman yang lain? Seingat Dae, Juni meletakkan alamat yang salah di buku tahunan makanya Dae tidak bisa menemukannya di mana pun.

Dan lagi, Hoon, Jihwan dan Sophia baru tiba di Korea kemarin. Secepat itukah mereka berniat menghancurkan hubungannya dan Juni?

"Ada perlu apa mereka datang?" tanya Dae.

"Bukan itu yang harusnya kau cemaskan," potong ibu Juni.

Alis tebal Dae hampir bertemu di tengah.

"Jadi kaulah orang yang selama ini membuat Juni menderita. Mereka semua bilang bahwa kau memulai rumor tentang ibunya yang seorang pelacur saat di sekolah. Kau tahu seberapa besar dampak yang kau beri karena kelakuanmu itu? Kenapa kau bisa menikahinya setelah membuat hidupnya hancur?"

Dae seperti diguyur air dingin. Inilah yang dia takutkan.

"Rumor yang kau sebarkan mengikutinya hingga ke sekolahnya yang baru. Kau lihat Juni tidak terganggu dengan itu tapi dia sangat hancur disebabkan satu rumor yang kau lontarkan."

"Aku..."

"Kau tidak berhak ada bersamanya."

Kemudian wanita itu berbalik, menekan password pada panel pintu. Debaman pintu sangat keras sama seperti tamparan untuk Dae. Karena kini pria itu memandang pintu yang tertutup itu, seperti dia tidak akan pernah bisa masuk ke sana.

 I Hate To Love You [Tamat] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang