Kepingan Jalan

2 0 0
                                    

"Ada satu perihal yang harus kita tau, bahwa kesedihan itu hanya sebuah persimpangan dari jarak bahagia yang akan kita jumpai. Kita hanya perlu terus berjalan. Jangan memaksa kecemasan berkuasa, atau menatap rasa sakit sebagai penghambat."

Setiap tentang hidup itu selalu berkolusi pada sedih dan bahagia. Dan dua-duanya akan dijumpai oleh setiap pengendara masa depan dalam langkah-langkah mereka.

Setiap orang punya dinding masa lalunya. Mengingat masa lalu berarti mengulang sakit, mengingat masa lalu berarti mengulang luka. Tapi beberapa orang membuat sekat untuk sekedar terlepas dari sisa-sisa luka masa lalu, dinding itu dibuat untuk mengatasi kepedihan yang terus berdatangan. Merasa bahwa ia butuh sesuatu hal untuk bisa bangkit dengan jalan lain, untuk bisa lebih baik dengan pilihan baru di masa depan.

Rasanya sangat berat, menumbuhkan persendian baru untuk lebih tegak. Mencari cahaya di dalam gelap paling tersembunyi, di antara pasang mata yang menginginkan kita tersingkirkan. Sulit memang, tapi juga kita harus tau bahwa semua hal itu sudah dalam takaran kemampuan, kita diberikan masalahnya, sedihnya, bebannya, sudah pasti mampu mengatasinya.

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang yang beriman” (QS. ‘Ali ‘Imran : 139).

Terbesit kisah di tahun kesedihan, belum lama terlepas dari embargo kaum kafir Quraisy, ternyata beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam harus menanggung kesedihan, dikarenakan paman beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yaitu Abu Thâlib yang selalu membantu melindunginya meninggal dunia. Belum lama berselang, istri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tercinta, yaitu Khadîjah binti Khuwailid yang selalu menjadi penopang dakwah ini juga menyusulnya. Peristiwa ditinggalkan orang-orang terdekat ini yang secara beruntun ini sangat membekas pada diri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Sehingga sebagian ahli sejarah, menyebut tahun tersebut sebagai tahun kesedihan. Namun penamaan ini tidak dipakai oleh sebagian ahli sejarah lainnya. Karena, kesedihan yang dirasakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan disebabkan ditinggal dua orang yang sangat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam cintai ini. Akan tetapi, karena beliau merasakan kaumnya semakin berani menolak dakwah. Mereka semakin gencar menghalangi dan berusaha mematikan dakwah al-haq ini.
Referensi :https://almanhaj.or.id/2053-mengarungi-masa-kesedihan.html

Seseorang akan terus kehilangan dalam hidupnya, sampai akhir hayat nanti, kita tidak bisa tau dalam daftar siapa saja orang orang-orang terdekat yang akan terpisah mendahului. Tapi setiap orang punya alasan dia masih bertahan, alasan kenapa memilih kuat dengan kepergian seseorang, dan karena satu keyakinan bahwa Allah selalu menganugerahkan hadiah kepada kesabaran dan rasa syukur yang lebih dan amat besar ketika kita sadar akan segala pengorbanan hidup.

Terlebih kepada hamba yang melihat bahwa apa yang ia miliki adalah titipan untuk dijaga sementara, dan pada akhirnya akan selesai dalam penjagaannya dan dikembalikan kepada pemiliknya, yakni Allah.

Kesedihan itu bermacam, ia adalah ladang berpindah dari satu bibit tumbuhan ke akar yang lain. Seiring waktu  kita akan melihat semua itu dengan lebih tenang, tanpa menyalahkan siapa-siapa, sebab kita mengerti hakikat diberikannya ujian bagi setiap orang, kita paham kenapa kekurangan itu terus muncul, dan kita sudah dewasa mengatasi luka yang berhambur di setiap langkah kita. Walaupun mungkin di beberapa sisi kita kewalahan, merasa lelah, Allah menjamin lembaran kisah terbaik setelah proses panjang hidup yang diserahkan dan dipasrahkan hanya kepada-Nya.

“Wahai manusia, Kami akan menguji kalian dengan kesempitan dan kenikmatan, untuk menguji iman kalian. Dan hanya kepada Kamilah kalian akan kembali” (QS. Al-Anbiya: 35).

Setelah kehidupan yang sempit, Allah menaruh nikmat. Yang demikian itu adalah ujian atas nanti, nanti yang akan seseorang jumpai dengan iman yang kokoh di balik syukur kita pada keadaan yang ada.
Di atas kesadaran bahwa Allah akan memulangkan kita semua, akan mempertemukan kita dengan keadaan yang saat itu hatu akan mengingat banyak hal yang telah sia-sia di masa hidup di dunia.

"Di kepingan jalan ini, berjalanlah menempuh tujuan. Rasakan petak langkah yang menumbuhkan ketentraman, yang insya Allah akan dibalas dengan lembutnya sebuah penerimaan, dan nikmatnya sebuah pengakuan dari Allah."

Yassarallahu..





Menyelami Nikmatnya Jalan Pulang, MenujuNyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang