Belajar Cinta dari Ummu Salamah

1 0 0
                                    

"Seseorang yang terbaik itu hadir atas pengembalian diri secara utuh dalam pendekatannya kepada Allah. Saat kita ikhlas dengan ketetapan, maka Allah akan memberikan hal-hal indah di luar dugaan."

Dirangkum dari buku Kelengkapan Tarikh Rasulullah SAW karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, nama lengkap Ummu Salamah adalah Hindun binti Abu Umayyah bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib. Sebelum menikah dengan Rasulullah SAW, Ummu Salamah adalah istri Abu Salamah bin Abdul Asad.

Menurut buku Sirah Nabawiyah karya Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Ummu Salamah dan Rasulullah SAW menikah pada bulan Syawwal tahun 4 Hijriyah.

Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha yang ditinggal wafat oleh suaminya Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu. Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiada seorang muslim yang ditimpa musibah, lalu ia mengucapkan doa yang diperintahkan oleh Allah:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَخْلَفَ اللهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا

‘Sesungguhnya kami milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, limpahkan pahala kepadaku atas musibah yang menimpaku dan berikanlah gantinya yang lebih baik.’Kecuali Allah akan member gantinya yang lebih baik.’ Ummu Salamah berkata, Ketika Abu Salamah meninggal dunia aka bertanya,’Siapa di antara seorang mu’min yang lebih baik dari Abu Salamah?! Siapakah penghuni rumah yang pertama kali hijrah kepada Rasulullah?! Kemudian aku mengucapkan doa di atas. Lalu Allah menggantikannya dengan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. (HR. Muslim no. 918). (Muslim.or.id)

Keikhlasan hati setelah suami dari Ummu Salamah wafat, menjadi sebab datangnya manusia yang mulia dalam kehidupannya. Bukan sekedar bertamu, atau mengucapkan salam, atau sekedar mengenal. Seseorang tersebut menjadi pendamping Ummu Salamah dalam hidupnya sebagai suami dan sebagai Nabi utusan Allah, manusia terbaik yang Allah karuniakan kepada Ummu Salamah sebagi balasan atas kelapangan hatinya.

Maka apa yang hilang dan dihiasi dengan rasa ikhlas, akan Allah ganti dengan sesuatu yang lebih baik, bahkan yang terbaik. Manusia terlalu banyak memiliki ketakutan dalam dirinya sehingga ia melupakan hakikat berharap kepada Allah. Di mana saat seorang hamba meminta hanya kepada Allah, maka Allah akan memberi lebih dari sebuah permintaan. Ia hadir dengan sesuatu yang hati kita tenang atasnya, dan kadang balasannya tak terduga sebagai bentuk ikhtiar kita menfokuskan harapan hanya kepada Allah.

Atas semua rasa yang mungkin kita sebagai manusia tak bisa lepas darinya, maka kita berkewajiban mengarahkannya sesuai tuntunan Allah. Kepada sesuatu yang halal dan sesuatu yang juga Allah ridhai, dan hal itu tidak memberikan luka bagi diri karena tujuannya adalah Allah.

Hati yang kita punya harus bisa mengarahkan kita kepada satu tujuan yang titik akhirnya adalah Surga Allah. Tidak bertujuan lain, ia selalu mengarahkan pemiliknya berorientasi Surga dan hanya Surga, agar kelak dunia di hati kita hanya sebagai persinggahan mengumpulkan bekal, bukan tempat menetap yang menanutkan kecewa.

Maka setiap orang memiliki hikmah dalam kehidupannya, ia akan selalu menjadi lembar pelajaran bagi orang lain yang melihatnya, menatapnya, maka setelah wafatpun seseorang tersebut mengalirkan hal-hal indah bagi manusia-manusia yang membaca kisahnya, belajar arti perjalanan hidup, yang di mana pasti dia akan mencari sesuatu yang paling indah untuk dijadikan pelajaran hidup, dan itu tidaklah seindah mereka yang Allah abadikan perjalanan hidup mereka dalam rantai tulisan, lembar-lembar indah dalam kisah penuh hikmah, yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Maka menautkan hati kita kepada Allah untuk bisa mengikuti jejak pemberi hikmah adalah dengan mencintai Allah sebelum makhluknya.

Dalam Kitab Fawaidul Fawaid halaman 469, yang ditahqiq oleh Syaikh 'Ali bin Hasan al-Halabi, Ibnu Qayyim menyampaikan bahwa hati yang mencitai Allah iru berada di antara keagungan dan keindahan-Nya. Apabila ia mengamati keagungan Allah, niscaya ia akan merasakan kewibawaan Allah dan pasti akan mengagungkan-Nya. Dan apabila ia mengamati keindahan-Nya, niscaya ia akan punya rasa cinta dan merindukan-Nya.

Maka tanda ketulusan niat kita terhadap apa yang kita inginkan berada dalam pembuktian hati untuk mengharap ridha Allah seutuhnya. Apabila waktu berjalan dan tak bernilai pahala maka jiwanya menjadi bersedih, apabila harinya tidak ia gunakan untuk ketaatan maka jiwanya merasa kekurangan dan harapan-harapan untuk hari esok selalu diserahkan kepada Allah.

Menyelami Nikmatnya Jalan Pulang, MenujuNyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang