#22, Rendang Kerinduan

39 5 3
                                    

Berada di pelukanmu, aku terasa tenang
Saat berjauhan aku pun gelisah
Tapi saat bersama, yang ada kita saling bertentangan.
Semua kata rindu yang banyak orang bilang rindu itu menyenangkan saat bertemu, tapi bagiku semakin menyiksa.
Entah ini hanya perasaanku saja atau kisah kita yang terlalu rumit.

Seusai membuat video puisi tak lupa ia bagikan di channel YouTube-nya. Ia suka menulis puisi dengan vlog kesehariannya di Surabaya. Sampai hari ke-3 ia mengabaikan panggilan-panggilan dari suami dan rekan-rekannya.

"Bil, dapat undangan pesta ulang tahun Mr. Lauw nanti malam kamu hadiri ya?"

"Yang dapat undangan siapa, Pa?"

"Keluarga kita, tapi nanti sore Mama sama Papa menghadiri peresmian resto baru kita di Banyuwangi. Jadi, kamu yang datang ke tempat Mr. Lauw ya?"

"Baik, Pa. Nanti Nabila kesana."

"Good my little girl." Papa Nabila mencubit pipi Nabila yang mirip bakpao.

"Ih papa, Nabila bukan anak kecil lagi, lihat nih kakekmu nak. Ia lupa kalau anaknya mau jadi mommy." Ucap Nabila sembari mengelus perutnya.

Papanya terkekeh mendengarnya.
"Protes sama anaknya."

"Biarin!!!"

"Kalau ada masalah segera selesaikan jangan lari dari masalah apalagi sampai tiga hari lebih, papa berharap kamu semakin dewasa sebentar lagi punya baby yang harus dibesarkan dan dididik dengan baik." Ucap papanya.

"Iya, Pa."

"Ya sudah Papa berangkat, menyusul Mamamu yang sudah duluan di kantor, papa gak pulang langsung berangkat ke Banyuwangi."

"Asiaap Papa, hati-hati semoga selamat."

Selepas kepergian papanya, ia kembali merenungi ucapan papanya. "Ada benarnya juga, kalau aku seperti ini kapan masalah keluargaku akan selesai."

"Yah, lowbat lagi." Nabila segera mengisi daya ponselnya. Ia melanjutkan aktivitasnya di dapur.

"Mbak Nabila mau apa? Biar bibik siapin."

"Nabila cuma mau masak rendang, Bi. Suamiku paling suka makan rendang jadi aku mau buat."

"Cieee yang merindukan suaminya. Memang Mas Satria akan pulang?"

Skakmat.

Ia tak tahu, mungkinkah suaminya akan menjemputnya kesini atau malah ia benar-benar akan melepasnya dan memilih terjebak cinta dengan masa lalunya.

"Kok melamun, mbak?"

"Hmm, gak kok, Bi. Ini cuma tiba-tiba pengen rendang aja."

"Ya udah bibik buatin!"

"No! Nabila bisa sendiri, Bi."

Nabila sudah terampil di dapur, semenjak tinggal bersama Satria ia yang menyiapkan makan untuk suaminya. Jika ditanya rindu, ia pun rindu tapi ia tak mau kecewa lagi. Biarlah kita saling memahami diri kita sendiri dulu, apa yang kita butuhkan dan apa yang tidak kita butuhkan.

"Bi, Nabila tinggal dulu ya, minta tolong nanti kalau sudah jam 12.00 dimatikan saja kompornya."

"Baik, Mbak."

***

Tim Saka telah tiba di Surabaya karena akan mengisi acara di salah satu pebisnis terkenal di Surabaya.
"Kalian ke hotel saja!"

"Kamu yakin, Tri?"

"Iya."

"Good luck ya bro. Kalau ada apa-apa kabari kita."

"Sip."

Satria beralih naik grab. "Yaa Allah, pertemukan hamba dengannya di sana." Ia tak henti-hentinya berdo'a. Semenjak kepulangan dari Bali, tak terlihat senyum indah di bibirnya. Hanya ada tatapan kosong. Namun, saat ini ada sedikit harapan yang membuatnya bersemangat.

Ia tiba di depan rumah megah yang lima bulan lalu ia datangi bersama keluarganya.
Ia bertemu satpam di depan. "Mas Satria, Alhamdulillah akhirnya pulang. Mari, Mas saya antar ke dalam! Mbak Nabila pasti senang dijemput."

Mendengar pak Maman berkata demikian ia semakin bersemangat. "Alhamdulillah yaa Allah, aku bisa bertemu dengannya lagi." Ucapnya dalam hatinya.
"Hmm, tunggu pak. Gini aja? Bapak masuk bilang ke ART pokoknya biar Nabila yang bukain pintunya. Jangan bilang kalau saya datang!"

"Wah, mas Tri mau bikin kejutan ternyata. Siap-siap, mas. Kalau beres saya kode nanti."

Setelah semua siap, pak Maman memberi tahu Satria dan pak Maman pun juga berpindah tempat agar dikiranya sedang tidak berjaga di depan.

Nabila yang sedang mengeringkan rambutnya mendengar bel rumah yang terus berbunyi tapi tidak ada yang membukakan pintu. "Duh, pada kemana sih? Kok gak ada yang buka pintunya? Siapa lagi siang-siang bolong gini bertamu? Gak tau apa yang punya rumah mau istirahat?" Gerutu Nabila sambil berjalan ke ruang tamu.

"Iya...iya sebentar!" Mendengar bel masih berbunyi.

"Untung Papa sudah memindahkan kamarku di bawah!" Gerutunya lagi.

Saat pintu terbuka, ia menganga lebar. Ia terkejut yang berdiri di depannya adalah Satria Saka, suaminya."

"Mas Sa..Tria."

"Iya, darl." Satria langsung memeluk Nabila erat.

"Please, don't leave me!"

"Mas, lepas!"

"Gak aku gak akan melepaskan kamu lagi, Bil. Cukup tiga harinya aku tanpa kamu. Aku gak bisa."

"Mas, lepas! Aku sesak. Mas Satria kekencangan peluknya."

"Oh...maaf-maaf..!!" Satria segera melepaskan pelukannya.

"Ciee yang saling melepas rindu...." Ujar Pak Maman. Namun sambil jalan keluar.

"Ciee yang rindu tapi gak mau bilang rindu...." Ujar Bik Min tukang bersih-bersih dari balik pintu kamar mandi.

"Ciee yang nyiapin rendang kerinduan." Ujar bibi Rose di balik pintu dapur yang membantunya memasak rendang.

Nabila salah tingkah dan malu. Satria tersenyum senang mendengar pengakuan para ART di sini. Ia meraih kedua tangan Nabila. Lalu menariknya lagi dalam pelukannya dan ia kecup kening istri yang ia rindukan.

"Lapor ibu negara, masakan sudah saya siapkan di meja makan. Bisa dimakan berdua dengan bapak negara tanpa gangguan dari para menteri rumah tangga." Ujar Bik Rose. Membuat mereka terkekeh.

"Makan dulu atau mandi?"

"Makan aja deh, kasihani saya sudah tiga hari tidak makan." Kata Satria mengiba.

"Ayok, tapi cuci tangan dulu sana!"

"Iya istri bawelku!" Lagi-lagi pipinya mendapat cubitan.

Nabila mengambilkan nasi untuk Satria, "segini cukup?" Satria mengangguk. "Lauknya?"

"Semua masakan istriku dicoba dikit-dikit. Tapi banyakin rendangnya."

Nabila tersenyum melihat tingkah suaminya. Merekapun menikmati makan berdua. "Yaa Allah damaikanlah hati kami."

Selesai makan Satria mengajak ke kamar. "Yank, ke kamar yuk! Aku mau ngobrol sama dedek bayi!"

"Haaaa....." Nabila mendadak lemot mendengar ucapan suaminya.

"Ngajak ngobrol dedek bayi? Gimana?"

"Entar aku kasih tau di dalam kamar." Bisiknya.
.
.
.
.
.
.
.
TriAngel
A.Vandana

TriAngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang