Saat dia dalam bahaya ...
▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬
HARI semakin malam kala aku menyelesaikan tugas kerja kelompok dari pelajaran Bu Uriel. Melirik jam dari ponsel, sudah pukul setengah delapan.
Aku mengaduh, tadi sore [Name] menitip dibelikan makanan karna katanya dia belum makan dari siang.
Sekarang bagaimana keadaannya?
Jangan mati dulu, please. Aku masih harus balas dendam pas waktu sakit kemaren.
Aku bereskan barang dengan terburu-buru kemudian pamit pulang dengan anggota lain tanpa basa-basi.
Butuh waktu untuk membeli makan sekaligus pulang memakai bus. Berharap saja agar kepalaku selamat dari amukan [Name] yang mereog karna kelaparan.
"Kim Dokja, kau tega membuat adikmu ini hampir mati kelaparan? Aku doakan kau tak akan bertemu jodohmu!"
Duh, suaranya saja sudah terbayang-bayang.
Sikap brutalnya lebih mirip sama Jonghyuk. Kenapa dia jadi adikku, sih?
"Nak Dokja! Nak Dokja!"
Saat memasuki gedung apartement, seorang nenek──tetangga sebelahku── menghampiriku dengan tergesa. Beliau terlihat sangat gelisah.
"Ada apa, Nek?" heranku.
"Apartementmu dimasuki seseorang tak dikenal, mereka memakai topeng dan sepertinya membawa senjata tajam."
Hah? Bagaimana bisa?
"Seingat Nenek, didalam sana ada adikmu, kan? Aduh, Nenek takut dia di apa-apakan!"
"Bagaimana dengan petugas keamanan?"
"Mereka semua ga keliatan. Huh, makan gaji buta."
Ada orang asing yang menyusup apartement.
Disana hanya ada [Name] .... dalam keadaan lapar.
Gawat!
Aku segera menuju lift, menekan tombol 5 dengan Nenek yang mengikuti langkahku. Syukur saja, lift itu langsung terbuka.
Kenapa hanya Nenek ini yang khawatir? Bagaimana tetanggaku yang lain?
Jelas saja. Aku kan jarang keluar, tidak berniat membangun relasi melelahkan antar manusia.
Kecuali sang Nenek ini, beliau memang peduli terhadap sekitarnya.
BRUAGH!
DUAKH!
Suara bising dari pintu apartement milikku terdengar nyaring. Aku semakin gelisah.
"Aduh, nak [Name],"
Beberapa langkah setelahnya aku membuka pintu dengan cepat. Dan pemandangan familiar terlihat kembali.
"Dokja. Kau lama."
Orang asing yang dibilang Nenek tadi sudah tumbang dengan kondisi babak belur. Wajah mereka sangat──pokoknya tidak bisa dikatakan baik. Dua pisau juga tergeletak tak jauh dari posisi [Name] berdiri.
"N-nak [Name]! Kamu baik-baik saja?" tanya Nenek khawatir.
Wajah datar kembaranku langsung berubah melukis senyuman ala malaikat. "Oh, gapapa, Nek. Aku baik-baik aja."
Tersenyum lebar begitu dengan darah di sudut bibir dan dahi.
Mengerikan.
"Kamu apakan mereka?" tanyaku.
"Gak aku apa-apain. Salah mereka mau nyolong disini." jawab [Name] acuh. "Mana makananku?"
Aku menatap dua orang yang tergeletak dilantai apartement. "Kasihan banget kalian gelud sama [Name] yang lagi badmood...,"
▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬
OMAKE!
"Aku rasa tangan sama kaki mereka patah, deh."
"Siapa suruh mereka pake nodongin senjata juga."
"Dahi kamu ... kebeset ya?"
"Nggak."
"Sini aku obatin. Dasar tsundere."
"APAAN?!"
"Tuh, kan."
▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬
Aku bukan khawatirkan [Name], tapi lawan bertarungnya! Pasti akhirnya ngga bakal jauh-jauh dari rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐖𝐈𝐍𝐒 ⦂ kim dokja, orv.
Hayran Kurgu━( ⌕. ) 𝘁𝘄𝗶𝗻𝘀𝗲𝗿𝗶𝗲𝘀.𝗰𝗼𝗺 ❛ life is too short to be normal. stay weird. ❜ ©anqethetic.