Part 5

12 6 0
                                    

____*____


Gue pun langsung menarik tangan Zulfan dengan langkah kaki yang di percepat, membuat Zulfan semakin bingung. Gue dari tadi sih udah yakin, kalo tuh perempuan pasti bukan manusia.

"Ehh ... ehh ... Kenapa sih? Kok buru-buru?" tanya Zulfan yang bingung dengan tingkah aneh gue.

"Lo tadi liat kan, cewek yang di pos ronda?" tanya gue memastikan kembali dan dia cuma ngangguk. "Gue yakin, dia pasti bukan manusia!" ucap gue sedikit berbisik ke telinganya. "Haha,, Fadli, Fadli! Terus kalo bukan manusia apaan? Hewan? Atau setan? Ya kali lah."

Oke! Gue rasa si Zulfan gak percaya. "Lo gak percaya?" tanya gue sedikit kesal. "Apaan sih? Maksud lo, cewek barusan itu beneran setan gitu? Hantu?" gue cuma mengganguk menjawab pertanyaannya.

"Haduhh, Fad, Fad! Masa siang-siang ada setan gitu? Eh tapi, bisa jadi sih! Kita kan juga pernah lihat penampakan kepala buntung di lapangan." Gue rasa Zulfan udah mulai percaya.

"Nah kan?! Bener kan? Lagian kan setan itu dateng gak cuma malem aja, siang juga bisa kali!"

"Ahh tapi gae, aduh bodo lah. Gue gak mau inget-inget kejadian waktu itu."

*
*

"Daf, gue pamit ya. Udah sore nih," pamit Edo ketika dia tengah mematikan dan memasukan handphonenya kedalam saku celana.

"Ouh ya udah," sahut Dafi yang juga tengah mematikan handphonenya lalu melekannya diatas meja.

"Hmm."

"Mau dianterin kagak? Siapa tau lo...," tawar Dafi menggantungkan kalimatnya dengan menaik turunkan alisnya bermaksud meledek Edo.

"Apaan dah, gue berani ya! Jadi gak perlu lo anterin!" kesal Edo.

"Ya udah deh, iya yang berani," ledek Dafi menekankan setiap kalimatnya.

Edo segera keluar dari rumah Dafi, dihalaman masih ada Bu Arum yang tengah melayani nenek-nenek yang sedang berbelanja.

"Ini nek kembaliannya," ucap Bu Arum sambil memberikan uang kembalian pada nenek tersebut. Edo menghampiri Bu Arum untuk pamit pulang.

"Bu saya pamit pulang, soalnya udah sore," pamit Edo sambil menyalami tangan Bu Arum. "Ya udah, hati-hati dijalan ya."

Setelah pamit Edo segera melangkah pergi dari rumah Dafi menuju rumahnya.

"Disini jalan, disana pohon, dimana-mana jadinya hutan.... Disini mantan, disana mantan, kenapa hidup gue penuh mantan.... Howowo... Hohohoho..." Edo bersenandung ketika melewati jalan ke rumahnya yang terdapat banyak pohon.

"Khihihi...."

Edo menghentikan nyanyiannya ketika mendengar suara ketawa yang menakutkan menurutnya, kok kayak suara ketawa kunti, pikirnya. Seketika tubuhnya menjadi merinding.

"Khihihi...."

Suara tawa itu muncul kembali membuat Edo mengedarkan pandangannya kesemua arah dengan perasaan was-was.

Tepat saat dirinya melihat kearah pohon bambu ada sosok perempuan berbaju putih kotor dan lusuh dengan rambut panjang yang menjuntai ketanah tengah berdiri sambil memandanginya dengan seringaian tajam, tubuh Edo mulai bergetar ketakutan.

Tanpa pikir panjang lagi dirinya segera berlari meninggalkan perempuan berdaster putih tersebut yang tengah cekikikan. Setelah berada jauh dari hantu kuntilanak tadi, sejenak dia duduk didepan teras rumah warga untuk menstabilkan nafasnya yang memburu.

Disebrang jalan, lebih tepatnya dibawah pohon mangga depan rumah warga. Edo melihat seorang perempuan dengan rambut panjang lurus sepinggang tengah memandanginya.

Baju yang dipakainya adalah seragam yang sama seperti baju seragam sekolahnya, namun keadaan perempuan itu sedikit kacau. Bajunya yang kotor dan lusuh, juga rambutnya yang sedikit berantakan dan menutup sebagian wajah pucatnya.

Edo menjadi penasaran dengan perempuan tersebut. Tuh cewek kenapa dah? Abis kena musibah kali ya sampe berantakan gitu? Ehh tapi ngapain dia ngeliatin gue terus? Tapi gue akuin kalo gue ganteng sih, wkwk. Apa gue samperin aja ya? Siapa tau dia butuh bantuan, batin Edo yang bertanya-tanya.

Akhirnya dia mulai melangkahkan kakinya menghampiri perempuan tersebut, setelah sampai dia langsung bertanya.

"Mbak, permisi. Mbak kenapa? Apa butuh bantuan?" tanya Edo sesopan mungkin agar perempuan tersebut tidak ketakutan karena kedatangannya.

Tidak ada jawaban dari perempuan tersebut, dia tetap terdiam bahkan wajahnya tetap menatap kearah sebrang jalan, dimana tadi Edo duduk.

"Mbak!" panggil Edo tapi masih belum ada balasan dari perempuan tersebut, membuat Edo mulai merinding dan takut jika perempuan didepannya bukanlah manusia.

Edo memberanikan diri untuk menyentuh pundak perempuan tersebut dengan tangannya yang sedikit bergetar, ketika dia berhasil menyentuh pundak perempuan tersebut. Sang perempuan menoleh dengan wajah pucatnya menatap Edo dengan tatapan datar, hampa dan kosong.

Edo menelan salivanya susah payah dengan tubuh bergetar ketakutan, wajah perempuan tersebut benar-benar pucat pasi seperti mayat. Otaknya traveling memikirkan seseorang yang tengah berada dihadapannya apakah mayat atau zombie, tapi jika mayat lalu kenapa dia bisa berdiri dan bergerak? Atau karena sudah menjadi zombie makanya dia seperti itu? Tapi itu tidak mungkin, hal itu hanya ada didalam film. Tidak mungkin seorang zombie ada didunia nyata pikirnya.

"Tolong," ucapnya lirih.



#Putt_♡︎

FADLI STORY'S [ END ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang