Part 12

6 1 0
                                    

____*____

"Woyy!" teriak Edo membuat Dafi yang sedang asik melamun hampir terjengkang karena kaget.

"Ayam goreng, nasi bakar, bakwan gosong," latah Dafi membuat gue, Zulfan dan Edo diam menatapnya datar.

"Kenapa kagak ketawa? Biasanya kalo orang latah pada ketawa?" cemberut Dafi.

"Lucu lo, lagi ngelamunin makanan keknya," ledek Edo diakhiri kekehan.

"Astagfirullah, telat ogeb."

"Tumben nyebut."

"Hooh, tumben istigfar."

"Dihh, gue sesat salah, gue bener juga salah. Tros gue mesti kek gimana hehh??" tanya Dafi kesal, wajahnya sudah memerah menahan marah.

"Ya ampun, Daf. Sabar-sabar, sloww, gak usah marah-marah teros ntar cepet tua. Inget kata pepatah Daf, orang sabar pantatnya lebar," canda Edo sambil menjentikkan jarinya.

"Pepatah dari mana itu woyy! Dasar pantat panci!"

Dafi yang sudah sangat kesal dengan kelakuan sohib laknatnya itu, segera menoyor kepala Edo dengan sekuat tenaga dan perjuangan.

"Ehh tuh mulut jaga, dasar korban ghosting."

"Fitnes lebih kejam dari pada pembunuhan."

"Fitnah, gembel!"

"Lu gembel, dasar korban perasaan."

"Diem woyy!" sela Zulfan, membuat mereka berdua terdiam sedangkan gue? Gue cuma jadi penonton aja dah.

"Mulut lo berdua pengen gue jahit apa?" geram Zulfan menahan amarah.

"Kagak."

"Ogah."

"Ya udah diem makanya, Daf buruan ngomong," titah Zulfan membuat Dafi mengerutkan kening heran.

"Lah lo gimana sih? Tadi gue disuruh diem, sekarang malah disuruh ngomong. Dasar plin plan lo!" protes Dafi yang juga kesal.

"Maksud gue, lo berdua gak usah bacot mulu. Lo doang Daf yang ngomong, ceritain masalah lo sama kita-kita gitu."

"Oh ngomong dong dari tadi."

"Ini barusan gue juga ngomong!" Zulfan mengehela nafas panjang sambil mengusap wajahnya kasar.

Punya temen kenapa pada gini amat Ya Allah, apa boleh kalo gue sumbangin ke sungai amazon? Gapapa serius gapapa, klo ada yang mau mungut ambil aja gue ikhlas serius, batin Zulfan pasrah.

"Jadi___" baru saja Dafi mengucapkan satu kata diantara banyaknya kalimat yang akan dia ucapkan, seorang siswi menyenggol tubuhnya hingga minuman yang dia bawa sedikit tumpah mengenai seragamnya.

"Anjirr lo!" niat Dafi yang ingin marah terganti dengan wajah terkejut. Gue yang melihat gelagat Dafi yang menurut gue aneh, karena dia tiba-tiba terkejut saat melihat siswi tersebut pun segera menepuk bahunya agar dia tersadar.

"Woyy Daf, Daf. Dia minta maaf tuh." Dafi noleh kearah gue dengan wajah bingung.

Nih anak kenapa dah? Kesambet penunggu kantin? Toilet? Atau penunggu got nih? Atau jangan-jangan kesambet penunggu lampu merah? batin gue bertanya-tanya.

Dafi menoleh kembali kearah siswi tersebut, lalu menggelengkan kepalanya cepat.

"Sekali lagi saya minta maaf, ya, kak." Siswi tersebut meminta maaf sambil menunduk takut.

"Ouh, i-iya gapapa."

"Kalo gitu saya permisi, ya, kak."

Kita berempat ngangguk meng'iyakan, siswi tersebut pun pergi setelah Dafi memaafkannya. Dafi berdiri dan menuju wastafel untuk mencuci seragamnya yang terkena tumpahan minuman tadi.

"Perasaan dari tadi si Dafi mau ngomongin ceritanya iklan mulu dah," ujar Edo setelah menyeruput minumannya.

"Haha iya bener," sahut gue diiringi tawa.

Setelah selesai Dafi kembali duduk dikursinya, bahu seragamnya terlihat basah karena air. Ya jelas basah ya kan? Orang dia cuci pake air, baru kalo kagak mau basah pake angin wkwk.

"Jadi__"

"Bentar gue ke toilet dulu," sahut Zulfan yang langsung bangkit berdiri dan menuju toilet, terlihat wajah Dafi yang sudah merah padam menahan amarah.

"Dah lah, gak jadi gue cerita!" Dafi buru-buru menghabiskan minumannya lalu bangkit dan pergi meninggalkan gue dan Edo yang hanya diam memperhatikannya.

"Ngambek tuh anak," celetuk Edo.

"Huuh kek ya," sahut gue setuju.

Setelah beberapa menit, Zulfan datang kembali. Dia celingak-celinguk nyari sesuatu.

"Dafi mana?" tanya Zulfan yang bingung, ketika tidak melihat Dafi.

"Ke kelas, tuh anak ngambek kek nya."

"Aduhh, gara-gara gue ya? Duhh sorry tadi gue kebelet," ucap Zulfan yang merasa bersalah.

"Udah gak papa Zull, ntar tuh anak baek lagi kok. Biasa kalo lagi pms kayak gitu."

Gue dan Zulfan saling berpandangan selama beberapa detik, lalu secara bersamaan memandang Edo dengan pandangan yang sulit diartikan dan dijelaskan.

"Kenapa liatin gue kek gitu?" tanya Edo yang terlihat heran.

"Dafi cowok, Do. Mana mungkin pms?"

"Canda hihihi...."

"Tawa lo kek kunti, njirr."

"Ahahahha."

Saat bel tanda masuk berbunyi, gue, Edo dan Zulfan kembali masuk ke dalam kelas. Gue lihat Dafi dengan wajah dasarnya. Kayaknya tuh anak masih marah, batin gue.

Pulang sekolah gue langsung hadang Dafi yang buru-buru keluar dari kelas.

"Daf, Daf woy." Gue narik tangannya supaya dia berhenti dan dengan terpaksa dia berhenti berjalan.

"Apa?" tanya Dafi ketus.

Hadeuhh, nih si Dafi kalo marah lucu juga haha. Ngambeknya kek cewek, pengen gue buang ke tong sampah, batin gue sambil menghela nafas pelan.

"Lo kenapa sih, hahh? Jangan ngambeklah, kek cewek lo."

"Ouh, lo mau ngata-ngatain gitu? Ya udah, kata-katain aja sepuas lo!" ucapnya ngegas.

Lah nih anak malah makin ngambek, kata-kata gue salah ya? Duhh, berabe banget sih.

"Ya Allah Daf, jan kek anak kecil lah. Gak usah ngambek-ngambekan," bujuk gue, tapi kayaknya gak mempan.

"Terserah gue dong, sono lu sama temen-temen lu yang nyebelin itu. Gak usah ganggu gue!"

Allahurobbi, nih anak kenapa dahh. Pusing pala gue pusing, boleh gue gigit gak sih nih anak? Pliss kenapa jadi gue yang kesel, batin gue menahan kesal dan greget.



#Putt_♡︎

FADLI STORY'S [ END ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang