Majalengka, 01 Desember 2022
"Mau balik bareng gue?"
Raisa berdecih pelan, cuaca hari ini super-super panas, di tambah lagi dengan polusi udara yang semakin siang semakin tidak terkontrol. Padahal, ini bukan kota besar seperti Bandung dan Jakarta. Hanya sebuah kota kecil yang tidak begitu terkenal.
Kalian akan mengetahui siapa Raisa Andriana, ketika kalian melewati kopi shop tepat di sisi jalan raya kota Majalengka. Tempat yang biasanya di jadikan oleh Raisa untuk mengerjakan tugas atau pun melamun seharian, dengan di temani oleh satu gelas vanila late juga dua buah donat gula di atas meja.
"Mumpung gue lagi baik hati banget nih, mau ikut balik gak? Sekalian ke warteg buat makan siang, laper nih."
Raisa menghembuskan napasnya pelan dan mulai menaiki jok belakang motor Saka. Namanya Oyong, motor Astrea jaman dulu yang saat ini masih terlihat bagus. Katanya sih, motor Astreanya itu adalah motor warisan dari Abahnya, si saksi bisu perjuangan Abah mendapatkan Emak.
"Katanya lo mau balik sama Juzi?"
Saka mulai melajukan motornya di jalanan kota Majalengka, yang saat itu terasa seperti berada di kota besar Jakarta. Panas pol. "Aahhh... Si Juzi gue suruh balik sama si Yuda. Tiba-tiba males aja gue sama tuh cewek satu, ganjen."
Raisa tertawa keras, memukul bahu Saka berulang kali. "HAHAHAHA, gue bilang juga apa, jangan lihat dari covernya doang."
"Kapok gue Sa, sekali jalan bisa keluar duit gopek. Sekali jalan loh ya! Di banding sama elo mah ya beda jauh, lo di ajak makan di warteg aja mau, angkringan oke aja, pecel lele ayok aja. Dia? Mana mau Sa... Pengennya makan di restoran-restoran atau di cafe-cafe yang aestetik gitu biar bisa foto terus posting di instagram."
Lagi-lagi Raisa tertawa, mulutnya terbuka lebar dengan kedua mata yang menyipit menyerupai bulan sabit. Katanya sih, kalau sama Saka mah semua yang di omongin mengandung kelucuan yang luar bisa. Atau mungkin humor dia yang terlalu rendah.
Dan kalau kalian ingin menemui cowok bernama Gibran Saka. Cobalah untuk pergi ke taman Dirgantara Majalengka, biasanya cowok itu selalu ada di sana. Duduk sendiri. Iya sendiri, di depan warung-warung yang berada di sisi jalan taman dirgantara. Dengan satu batang rokok yang tersalip di kedua jari, laptop yang juga selalu jadi teman setia di saat nongkrongnya. Cowok yang selalu tampil dengan model rambut semrawut, seperti tidak pernah di sisir. Cowok yang selalu memakai sepatu vans yang sama, meski warnanya sudah mulai pudar menjadi kemerah-merahan. Cowok yang selalu mengisi waktu luangnya hanya untuk duduk-duduk tidak jelas di taman Dirgantara sembari terus menghisap rokok Mentholnya. Satu batang, dua batang, tiga batang, atau berapa pun itu yang pasti ia tidak akan pernah bosan menikmati hari-hari suntuknya itu hanya dengan di temani rokok.
"Buatin gue makalah lagi dong, Sa."
Raisa menghembuskan napas lelah. Kebiasaan. Kebiasaan Saka ialah, selalu minta di buatkan makalah pada Raisa. Padahal yang punya tugas dia, yang mendapat nilai A pun nanti dia. Tapi kenapa harus Raisa yang repot? Karena katanya. "Otak gue udah kempes, gara-gara kebanyakan rokok."
"Kali ini upah gue apa? Kalo satu cup es krim Campina yang ada di depan SD mah ogah ya!"
"Nanti gue traktir kopi jebor di Jatiwangi deh, besok free kan? Atau ada janji sama Andika?"
"Free ko, Andika katanya mau jalan sama Tyas."
"Oke, gue jemput ya."
Raisa mengangguk, menumpukkan dagunya pada bahu Saka. Menikmati semilir angin di kota Majalengka yang gedenya gak main-main, pantas saja di juluki kota angin, pikirnya.
Saka memarkirkan motornya tepat di depan gerobak penjual Mie Ayam Surabaya, yang tempatnya sedikit jauh dari tujuan awal yaitu warteg Mak Jreng.
"Disini aja lah ya Sa." Ucapnya sembari melepaskan helmnya itu. "Udah jam satu juga, anak-anak STIKES pasti pada bubar deh, lumayan sekalian nyari yang bening."
Raisa mendengus pelan, ini adalah sebuah modus. Sudah bisa di tebak olehnya, kalau nanti ia akan terus mendengarkan lantunan puisi yang cowok itu ambil dari buku yang biasa Raisa bawa. Kalau bukan dari Aan Mansyur ya paling dari Djoko Damono. Kalau kata Saka sih, "ada manfaatnya juga lo suka bawa buku beginian, bisa buat gaet cewek."
Dasar buaya.
"Bang, mie ayam dua pake baso semua!"
Pesannya yang langsung di acungkan jempol oleh Abang penjual mie ayam Surabaya yang gak tau siapa namanya.
Saka menyangga kepalanya pada tumpuan tangan di atas meja, memerhatikan Raisa yang sedang sibuk memasang earphone di kedua telinganya itu.
Lagu Dandelions dari Ruth B, yang kali ini menjadi pilihannya untuk melamun menunggu pesanannya siap. Mengabaikan sosok cowok yang duduk di sampingnya. Gibran Saka, cowok yang sudah menjabat sebagai sahabatnya sejak semester 1 sampai sekarang masuk ke semester 7, Saka adalah satu-satunya cowok yang selalu berhasil membuat tawa Raisa pecah, cowok yang selalu siap sedia mengantar jemput Raisa ke kampus, ke warteg, ke kafe, kemana pun itu.
"Makan dulu, nanti abis ini lo gue anter pulang."
Saka mendorong satu mangkok mie ayam ke hadapan Raisa, membuat cewek itu tersenyum kecil. "Gue yakin, seratus persen. Lo gak pernah kayak gini kan ke cewek lain?"
Saka terkekeh di sela kunyahan mie nya itu, mengangguk pelan membenarkan pertanyaan Raisa. "Males, mereka banyak menye-menye. Di kasih perhatian dikit baper, langsung koar-koar kalo gue cinta mati sama dia, padahal mah boro-boro."
"Ko sama gue gitu?"
Saka melemparkan tisu bekasnya lap mulut, tepat mengenai wajah Raisa.
"Eeeuww jorok!"
Saka tertawa keras, memerhatikan wajah kesal Raisa tanpa berkedip sekali pun. Lucu, katanya.
"Karena lo beda, Sa. Pokoknya gue bisa betah sama elo tuh, karena lo beda."
Gak akan ada yang tau betul siapa Gibran Saka selain Raisa Andriana. Cowok yang terlihat sangat amburadul namun memiliki banyak pengidola karena wajahnya yang cukup menawan, cowok yang suka sekali memakai jeans sobek-sobek dengan di padukan kemeja kotak-kotak dan sepatu Vans yang warnanya sudah luntur karena terlalu lama di jemur di luar. Saka bukan golongan cowok-cowok sok dingin, cuek, kalem atau apa lah itu. Dia hanyalah cowok yang terkenal dengan amburadulnya, gantengnya, baiknya, dan enak di ajak mengobrol. Makannya banyak yang menyukainya, sampai-sampai membuat cowok itu tersenyum lebar karena senang mempunyai banyak fans.
"Kegantengan gue emang udah nurun dari Sehun EXO sih."
Itu yang selalu Saka ucapkan ketika ada yang memujinya ganteng. Dan tentunya akan di tentang keras oleh Raisa. "OMG HELLO!! Buka mata lo, Sehun mana mau nurunin gantengnya ke elo."
Saka meneguk habis es teh tawarnya, bersendawa pelan sembari mengusap-usap perutnya itu. "Hah... Kenyang banget," ujarnya dengan senyuman lebar yang selalu cowok itu tampilkan.
"Eh tapi, ko tumben cewek-cewek Stikes gak ada yang lewat sini?"
Raisa mendorong mangkok kosong bekas mienya sedikit ke depan, mengusap mulutnya memakai tisu lalu melemparnya asal pada Saka.
"Mereka alergi liat lo, Ka," ujarnya dengan seringai kecil, membuat Saka mendengus kesal.
"Yang ada mereka rugi gak bisa liat kembaran Sehun EXO yang abis makan mie ayam Surabaya di pinggir jalan."
"Kembaran, kalo di liat dari ujung lubang sedotan aqua gelas di atas Monas."
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Pandang (On Going)
Teen FictionCinta pandangan pertama katanya. Tapi bagaimana jika cinta itu ternyata sudah ada yang memiliki? Bagaimana cemburunya ketika wajah itu sudah ada yang lebih dulu memandangi? Bagaimana caranya agar mata itu dapat memandangnya juga? Bagaimana? Duduk...