Majalengka, 24 Juli 2023
"Kak Raisa ya?"
Raisa mendongak, mengernyit bingung pada gadis berkucir kuda di hadapannya itu.
"Siapa?"
"Aku Kiara, anak fakultas Akuntansi semester 3."
Raisa mengangguk, membulatkan mulutnya menjadi seperti angka 0. "Ada perlu apa?" Tanyanya.
Kiara tersenyum manis, kedua bola matanya menyipit sempurna. "Ini, titipan surat dari pangeran tampan fakultas Agriteknologi. Katanya dia lagi gak ada paket internet, jadi buat nyampein pesannya lewat surat aja yang menurutnya lebih romantis."
Raisa menerima uluran kertas origami yang berbentuk love itu dari Kiara, tersenyum canggung pada gadis cantik di hadapannya itu.
Dasar Saka, malu-maluin!
"Thanks ya, lain kali jangan mau di suruh-suruh sama dia."
"Gak apa-apa Kak, aku ikhlas banget. Soalnya imbalannya dapet nomer hapenya Kak Juan... Duh, gak sabar mau mulai pendekatan."
"Yaelah.... Fansnya Juan?"
Juan Manuel, teman satu Fakultas Saka. Cowok supel yang saat ini sedang menjadi incaran teman karibnya, Rui.
Cowok pemilik senyum manis yang memikat, pandai publik speaking, supel, ramah, sopan, meskipun kadang suka bau sikil gara-gara gak pernah pake kaos kaki, tapi pengidolanya jangan di tanya sudah berapa banyak. Juan ini memang saingannya Saka menjadi pangeran kampus.
Kiara mengangguk semangat, kedua matanya berbinar senang. "Kak Juan masih jomblo kan, Kak?"
"Gak tau tuh, dia kan satu Fakultas sama Saka."
"Yah.... Semoga masih jomblo sih ya."
"Aamiin deh... Eh iya, cowok yang nitipin surat ke lo itu ada di mana?"
Sejak tadi, Raisa memang sedang menunggu Saka untuk nebeng pulang. Biasanya cowok itu akan dengan suka rela mengantarkan Raisa pulang meskipun kadang jadwal mata kuliahnya berbeda dengan Raisa.
Cowok yang selalu ingin merepotkan dirinya sendiri demi seseorang yang spesial di hatinya.
"Kantin Fakultas Akuntan, lagi makan mie gledek sama dua temennya tuh."
"Oke sekali lagi terima kasih ya!"
"Sama-sama, kalo gitu aku duluan ya Kak!" Kiara tersenyum manis, melambaikan tangannya pada Raisa, yang tentu saja akan di balas lambaian tangan kembali oleh cewek itu.
Majalengka, 6 Maret 2023
Kepada yth.
Raisa Andriana
Selamat siang Adinda. Sore nanti mau kah Adinda menemani Kanda pergi ke alun-alun Cikijing untuk mengambil pesanan COD?
Jawabannya ada dua, mau atau hayuk.
Sekian, selamat menikmati makan siangnya dan sampai jumpa di parkiran sore nanti.
Ttd
Gibran Saka Pangeran Kampus
"Surat dari siapa tuh?""Ya biasalah," jawab Raisa sembari melipat kembali kertas origami merah itu dan di masukkan ke dalam Tote bag nya.
"Duh... Saka itu benar-benar jenis buaya yang gak norak, bikin melting aja."
Rui menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya itu, cekikikan tidak jelas seperti baru saja mendapatkan gombalan maut dari sang pujaan hati. Salting.
"Dih? Lo gak tau aja joroknya dia kayak apa." Raisa bergidik ngeri, membayangkan bagaimana joroknya Saka saat mengupil, kentut, bahkan ketika cowok itu bereksperimen dengan makannya yang selalu di campur-campur jadi satu.
"Ya gak apa-apa jorok asal ganteng, tau gak sih? Lo good looking, lo aman! Bahasa jaman sekarang kayak gitu, mau lo nakal, lo jorok, lo itu pembunuh, rampok, atau hal-hal buruk lainya, selagi lo good looking maka lo aman di mata masyarakat."
"Masa?"
"Serius! Pokoknya selagi lo good looking, lo aman!"
Rui bercerita dengan menggebu, kebiasaan cewek itu jika sudah mendapatkan bahan pembicaraan yang dirinya sendiri tau dan kuasai. Rui lebih suka jika dirinya yang menjadi dominan di setiap obrolan, lebih suka dirinya yang memberi informasi dari pada di beri informasi.
"Sama kayak Saka. Selagi dia good looking, enak di pandang, bikin seger mata, mau sejorok apa pun dia, mau senakal apa pun dia, dia bakal tetap aman karena dia good looking!"
"Meskipun akhlaknya minus gitu?"
Raisa menaikkan alisnya bingung, menurut pandangannya Saka memang ganteng. Banget malah. Tapi di setiap kesempurnaan pasti ada kekurangan, dan kekurangan Saka ada pada akhlaknya yang terlanjur minus. Kadang badungnya suka gak ketulungan.
"Yap!" Rui mengangguk cepat, menunjukkan dua jempol tangannya pada Raisa.
"Jaman sekarang makin aneh aja, gue curiga gak bakal lama lagi nih kehidupan selesai." Raisa bergidik ngeri, membayangkan hal yang mungkin akan terjadi suatu saat nanti.
"Ih! Ya Allah... Lo kalo ngomong di filter dong, serem tau gak sih?! Amal gue masih setipis tisu, bikin overthinking aja lo, ah!"
****
"Lo sama Andika gimana, Sa?"
"Baik, kayak biasanya."
Saka mengangguk singkat, tersenyum tipis sembari mengucap syukur di dalam hati. Kebahagian Raisa adalah kebahagiaan juga, untuk itu jangan pernah meminta Saka untuk meninggalkan Raisa, karena itu tidak akan pernah terjadi.
Saka selalu ingat apa yang pernah ia ucapkan dulu pada Raisa, karena ucapannya itu pun yang membuat Sala terus terkunci pada Raisa.
"Gue gak bakal kemana-mana Sa, gue bakal selalu ada di belakang lo. Jadi, kalo lo lagi butuh seseorang, lo boleh nengok ke belakang karena di sana ada gue."
"Gak masalah lo mau pergi kemana aja, terserah. Asal nanti jangan lupa buat pulang ya."
Gibran Saka, memang boleh ya sebaik itu?
Raisa selalu pulang, iyah, pulang ke tempat yang paling nyaman di dalam kehidupannya.
Pulang bukan berarti harus ke rumah kan? Dan rumah bukan hanya berbentuk bangunan.
"Gue bingung tahu, Ka."
Saka bergumam, motor yang di kendarainya sudah mulai memasuki jalanan berbelok juga tanjakan.
"Bingung banget sama perasaan diri sendiri, mau bertahan tapi capek, mau selesai tapi masih sayang."
"Gue bilang juga apa, mending nikah saja sama gue terus hidup bahagia sentosa."
Raisa mencibir pelan, pasti ujung-ujungnya begitu. Saka selalu bilang "mending nikah aja sama gue."
Sebuah kalimat yang selalu terngiang di dalam kepalanya, karena hampir setiap hari Saka mengucapkan kalimat itu.
Sempat terpikirkan oleh Raisa, seandainya saja Andika yang mengajaknya menikah, pasti dengan cepat ia menerima ajakan itu. Tapi sayang, hubungan keduanya tidak semulus yang lain, terlalu banyak masalah-masalah yang menghampiri hingga ia sendiri pun muak memikirkannya.
"Sa, hidup gak harus selalu bahagia ko. Ada sedihnya. Semua orang juga pasti merasakan itu. Tapi Sa, bagi gue kebahagiaan itu sederhana, hanya dengan melihat lo bahagia itu saja sudah cukup."
"Ka, jangan kemana-mana. Gue gak tahu kalo gak ada lo gimana jadinya, semua banyolan gak masuk akal lo yang selama ini udah nemenin hari-hari gue, kalo tiba-tiba lo pergi pasti sepi."
Saka tersenyum kecil, mengusap punggung tangan Raisa yang melingkar di perutnya. "Gue gak kemana-mana, tenang aja."
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Pandang (On Going)
Ficțiune adolescențiCinta pandangan pertama katanya. Tapi bagaimana jika cinta itu ternyata sudah ada yang memiliki? Bagaimana cemburunya ketika wajah itu sudah ada yang lebih dulu memandangi? Bagaimana caranya agar mata itu dapat memandangnya juga? Bagaimana? Duduk...