Majalengka, 04 Januari 2023Raisa bersenandung kecil, kakinya terus berjalan menyelusuri rak-rak buku yang tersusun rapi di dalam gramed. Bau khas buku baru yang selalu menjadi favoritnya, membuat cewek itu tak henti-hentinya tersenyum, apalagi dengan adanya Andika yang masih setia berjalan di belakangnya.
Hal sesederhana ini saja sudah mampu membuatnya senang tak kepalang, melupakan semua rasa sakit hati yang selama ini bersarang di dalam dada. Pada akhirnya semua kecewa yang cewek itu pendam pada Andika menguap begitu saja, hilang ntah kemana.
"Mau beli buku apa lagi?"
Raisa bergumam pelan, matanya terus berkeliaran memerhatikan satu persatu judul buku fiksi yang berjajar rapi di atas rak. Kini, di tangannya sudah ada dua buku dengan judul yang berbeda, buku yang sudah menjadi incarannya sejak satu bulan yang lalu.
"Udah lah, dua aja." Ujarnya sembari memamerkan senyum manisnya pada Andika.
Andika mengelus pucuk kepala Raisa pelan, menciuminya dengan penuh perhatian. Setelah sekian lama ia menghilang, menghindari sosok perempuan yang selama 3 tahun ini bersamanya, membuat kegelisahan sendiri di dalam hatinya. Takut. Takut Raisa hilang, takut Raisa marah, takut Raisa kecewa, takut Raisa di ambil Saka. Meski pada kenyataannya, Raisa memang sudah menyimpan banyak kecewa dan amarah pada Andika.
Menjadi anak tunggal laki-laki di dalam sebuah keluarga yang menjunjung tinggi arti turun temurun, atau penerus. Andika di tuntut untuk bisa dalam segala hal, Andika di tuntut untuk menjadi seperti apa yang orang tuanya inginkan. Terkadang, cowok itu iri dengan sepupu-sepupunya yang bisa memilih jalan kehidupannya sendiri, tanpa ada tuntutan apapun dari orang tuanya.
Seperti Gairis, yang memilih untuk menjadi dokter umum. Seperti Agatha, yang memilih untuk menjadi akuntan.
Sedangkan Andika?
"Kamu harus bisa jadi Chief Eksklusif Officer, minimal kamu harus menjadi Direktur utama di perusahaan sahabat Ayah. Kamu harus bisa, kamu harus bisa membanggakan keluarga Andika."
Padahal yang Andika inginkan sederhana, ia hanya ingin menjadi seorang produser musik, atau minimal bisa menjadi musisi terkenal di Indonesia.
"Andika, makan di KFC mau?"
Raisa sedikit mendongak ke atas, menatap wajah Andika yang memang lebih tinggi darinya. Bergandengan tangan, keluar dari Gramed, dan mengajaknya makan di KFC. Sedikit membuat suasana hatinya kembali lebih tenang, padahal hanya sekedar bergandengan, padahal hanya sekedar mengantar beli buku, padahal hanya sekedar makan di KFC. Tapi, rasanya seperti di beri kejutan yang istimewa untuknya.
Raisa Andriana memang beda. Sejak dulu. Sejak ia dan Raisa masih duduk di bangku SMA.
"Gak mau beli baju?"
Raisa menggeleng. "Baju masih banyak."
"Beli sepatu?"
Raisa kembali menggeleng. "Sepatu masih bagus."
Andika tak mau kalah, cowok itu kembali menawarkan apa saja yang terlewati olehnya. "Minyak wangi? Mau ganti gak?"
"Gak deh, udah suka sama yang ini."
Oke, sepertinya Andika harus lebih ekstra lagi untuk menawarkan berbagai macam barang yang sekiranya Raisa butuhkan. Sesekali kan?
"Make up deh, pasti udah pada habis kan?"
Raisa bergumam, lalu menggeleng kembali. "Udah beli kemaren sama Saka di Sephora."
Kali ini Andika mengatupkan bibirnya, hatinya kembali resah kala mendengar nama Saka. Apalagi ia sudah jauh ketinggalan start dari cowok bernama Saka itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Pandang (On Going)
Teen FictionCinta pandangan pertama katanya. Tapi bagaimana jika cinta itu ternyata sudah ada yang memiliki? Bagaimana cemburunya ketika wajah itu sudah ada yang lebih dulu memandangi? Bagaimana caranya agar mata itu dapat memandangnya juga? Bagaimana? Duduk...