0.7

10 1 0
                                    

Majalengka, 29 Januari 2023

"Oke terima kasih ya..."

Raisa tersenyum ramah, membuat orang yang di depannya pun turut ikut tersenyum. "Kalo semisal ada yang harus di revisi lagi, kabarin aja ya."

Raisa mengangguk, mengacungkan jempolnya pada Audrey teman satu kelompoknya ketika KKN satu bulan lalu. Raisa yang kebetulan menjabat sebagai sekretaris ketika KKN pun di tuntut untuk mampu mengumpulkan laporan hasil KKN kemarin.

"Kalo gitu, gue duluan ya, Drey..."

Audrey mengangguk, melambaikan tangannya pelan pada Raisa yang sudah siap di atas boncengan motor Andika.

"Hati-hati!"

****

Andika mengusap kepala Raisa dengan lembut, tersenyum manis pada gadis yang berjalan di sampingnya itu. Raisa Andriana. Cewek dengan seribu kesederhanaannya yang mampu membuat seorang Andika Huda Pebrian merasa bangga karena telah memiliki hati gadis itu.

Benar kata Elina. Sahabat Raisa yang kini sudah berhasil mencapai impiannya menjadi seorang perawat. "Lo akan merasa bangga karena udah berhasil milikin hatinya, dengan kesederhanaan dia, lo akan terus mengucap syukur karena dia ada di sisi elo."

"Setiap kali aku  lihat orang tua yang jualan gitu, suka kasihan. Umur mereka udah gak lagi muda, stamina pun sudah menurun drastis karena usia. Tapi semangatnya buat menyambung hidup masih terlihat jelas kan? Kadang kita terlalu bangga, sering mendongak ke atas dan lupa untuk menunduk agar bisa bersyukur."

Andika mengangguk, sejak dulu ia selalu merasa tercukupi tak pernah sekali pun merasakan kekurangan. Usaha keluarganya sukses, keuangan pun turut berjalan lancar.

Sedangkan Raisa. Selalu memutar otak untuk bisa menyambung hidupnya. Dulu, bayar SPP saja susah, sering nunggak dan membuatnya kesulitan ketika masa ujian tiba. Mau beli ini, itu, ia harus bisa menabung dulu hingga uangnya cukup. Berbanding kebalik sekali dengan Andika, bukan?

"Kamu tau, kenapa aku beli cilok Bapak tadi?"

Andika mengangguk ragu, menggosokkan kedua telapak tangannya di depan dada. Dingin.

"Bapak tadi udah keliatan sepuh. Kamu mikirnya, barang kali beliau belum ada pelanggan, barangkali kamu adalah pembeli pertama, barang kali di rumahnya masih ada perut yang harus di kasih makan selain dirinya sendiri. Kamu selalu gitu kan, Rai? Hati kamu itu tulus banget, kadang di kala susah pun kamu masih mau buat bantu mereka yang membutuhkan. Itu yang menjadi alasan kenapa aku selalu kagum sama kamu."

Raisa tersenyum, menunduk malu karena perkataan Andika yang ternyata tepat mengenai hati kecilnya. Ternyata cowok yang selama ini membuat luka, masih selalu ingat apa saja yang pernah ia katakan, masih ingat apa saja yang menjadi kebiasaannya.

Andika itu sebenarnya sosok laki-laki yang pengertian, bertanggung jawab, dan baik tentunya. Banyak pula cewek-cewek yang ingin dekat dengan cowok itu. Hal ini lah yang menjadi ketakutan Raisa, biasanya setiap malam ia akan selalu berpikir berlebihan pada hubungannya dengan Andika.

"Gimana sama Ayah?"

Andika bergumam,  memerhatikan hiruk pikuk alun-alun Majalengka di malam pergantian tahun baru. "Baik, selalu baik dan masih sama kayak dulu, Rai."

Raisa mengangkat ujung bibirnya sedikit, miris sekali  hubungan ia dan Andika. Mungkin kalau di suruh untuk melawan seribu cewek yang suka dengan Andika ia yakin mampu, tapi kalau melawan ketentuan Ayah dan keluarga Andika, ia ragu.

"Gimana sama kita?"

Andika menggelengkan pelan, cowok itu pun sama bingungnya dengan Raisa. Ia di sulitkan dengan dua pilihan yang menurutnya tidak ada dari keduanya yang bisa di pilih. "Aku juga bingung, satu sisi aku sayang sama kamu, Rai," ucapnya menjeda, menghela napas pelan dan kembali melanjutkan ucapannya. "Satu sisi lain, aku masih bergantung sama orang tua aku."

Sudut Pandang (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang