0.8

18 1 0
                                    

Majalengka, 30 Januari 2023

Setelah puas menikmati malam pergantian tahun di alun-alun Majalengka, Raisa meminta Saka untuk segera di antar pulang. Hari sudah berganti, tahun pun sudah berganti sejak satu jam yang lalu. Berharap dengan penuh harap, di tahun ini ia bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, berharap di tahun baru ini ada kabar bahagia yang tertunda di tahun sebelumnya.

Di sepanjang perjalanan menuju rumah, yang letaknya lumayan jauh dari keramaian kota, Raisa memilih untuk tidur sebentar. Menyandarkan kepalanya pada bahu lebar Saka, memasukkan kedua tangannya pada hoodie Saka untuk mencari kehangatan.

Sedangkan Saka hanya tersenyum tipis, dinginnya malam tak pernah ia hiraukan. Demi sang pujaan hati ia rela menahan kantuk dan masuk angin.

"Mau ambil skripsi kapan?"

Raisa bergumam, kantuknya sudah tidak bisa tahan lagi. Rasanya ingin sekali menyuruh Saka untuk ngebut agar bisa cepat sampai rumah, tapi mengingat udara dingin yang sampai menusuk kulit tubuhnya, ia tak tega.

"Udah pengajuan, tinggal nunggu kabar di Acc apa nggak. Kalo berhasil ya tahun sekarang," ucapnya pelan, berusaha untuk tetap sadar.

Saka membelokkan motornya ke dalam gerbang komplek perumahan Permata Indah. Cowok itu memutuskan untuk langsung pulang saja ke rumahnya yang memang lebih dekat dari pada perumahan Raisa.

Kantuk pun rupanya sudah menghampirinya, demi keselamatan bersama ia memutuskan untuk mengajak Raisa menginap di rumahnya saja, lagi pula masih ada Bunda di sana, jadi aman.

"Lo nginep di rumah gue aja ya, udah jam dua, terlalu dini banget buat nganterin anak gadis pulang," ucapnya dengan mulut yang menguap lebar.

"Di rumah ada Bunda ko, tenang aja. Lagian gak enak sama tetangga elo, bisa-bisa jadi bahan gosip kalo lo balik dini hari di anterin cowok pula."

Raisa mengangguk samar, cewek itu memutuskan untuk mengikuti apa mau Saka. Raisa percaya Saka, lagipula benar apa yang di katakan Saka, lebih baik menginap dari pada jadi bahan gosip para tetangga.

"Nanti gue yang ngomong sama Bapak."

"Saka... kenapa harus lo? Kenapa harus lo yang selalu ada di saat gue butuh?"

****

"Bunda tuh seneng banget kalo kamu sering main ke sini, Sa."

Bunda Dira tersenyum manis, memberikan potongan wortel pada Raisa untuk sekalian di masukkan ke dalam panci.

Saat ini kedua perempuan berbeda usia itu sedang asik memasak sembari berbincang ringan, sejak subuh tadi keduanya sama-sama belum juga kehabisan bahan pembicaraan. Mungkin karena Bunda Dira yang terlewat senang ada teman di rumah, atau Raisa yang memang selalu nyambung saja di ajak ngobrol.

"Saka tuh susah banget kalo di suruh bangun pagi, jarang olahraga, beda banget sama Papanya."

Raisa tersenyum kecil, memilih untuk menjadi pendengar setia Bunda Dira, sambil menyibukkan diri membuat susu coklat favorit Saka.

"Saka tuh anaknya emang baik, saking baiknya Bunda di buat geleng-geleng kepala terus. Kemarin baru aja tuh anak buat kasus sama Pak RT, gara-gara rusakin mesin penggiling padi milik warga. Katanya sih lagi praktek bongkar pasang mesin, tapi dasarnya bocah sebleng... ngebongkarnya bisa, masangnya gak bisa."

Raisa tertawa keras, membayang wajah tanpa dosa dengan senyum Pepsodent cowok itu. Dasar Saka, selalu saja buat ulah.

"Masa sih Bun? Padahal Saka di kampus banyak yang suka loh, dia juga gak banyak tingkah selain godain cewek dia aman."

Sudut Pandang (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang