Majalengka, 09 Desember 2022Sekali lagi Saka berdecak kagum. Kedua bola matanya terus tertuju pada Raisa yang duduk tepat di depannya itu. Sungguh, semakin di lihat, semakin terlihat. Manis. Hanya itu yang bisa Saka ucapkan dalam hati.
Raisa, dengan rambut panjang gantungnya yang kini di gerai, membuat seorang Gibran Saka menggeleng takjub. Apalagi di tambah dengan bibir yang sedikit di poles lipstik peach glossy, semakin membuat cewek itu terlihat lebih manis 2 kali lipat, atau bisa jadi 3 kali lipat.
"Sa..."
Raisa menaikkan alisnya sebelah, menyimpan ponselnya yang sejak tadi ia gunakan untuk melihat video-video lucu di Facebook, me-repost kata-kata indah di Instagram, dan sedikit menstalking twitter milik Andika.
"Apa?"
"Sa..."
"Apa Saka...."
"Hari ini, gue udah muji lo cantik belum sih?"
Raisa menggeleng, menyeringai kecil sembari mengibaskan rambutnya ke belakang. "Gue cantik ya?"
Saka mengangguk mantap, mengacak rambut Raisa gemas. "Cantik, manis, lucu, semuanya..."
Raisa Andriana, cewek judes yang selalu datang bebarengan dengan Andika tiga tahun lalu. Raisa Andriana, cewek yang tidak pernah absen jajan cilok di alun-alun Majalengka. Raisa Andriana, cewek yang lebih suka memakai celana jeans di bandingkan dengan memakai rok, katanya sih. "Rok SMA gue gak ada satu pun yang layak pakai, gak tau deh, gue dulu jalannya gimana. Semuanya gak ada yang terselamatkan. Robek semua tuh belakang rok."
Saka tau itu. Saka tau semua tentang Raisa. Saka Selalu memerhatikan Raisa, meskipun hanya sebatas punggung yang ia lihat. Saka yang selalu mencari cara agar bisa dekat dengan Raisa. Dan Saka yang selalu berdoa agar hubungan Raisa dan Andika cepat putus. Saka muak! Muak ketika melihat wajah Raisa memerah karena gombalan receh dari Andika, atau muak hanya sekedar melihat Raisa jalan berdua dengan Andika di parkiran kampus. Muak!
Dan sekarang, satu semoganya sudah terwujud. Saka ada di dekat Raisa. Kapan pun itu, ketika Raisa butuh Saka ada. Pokonya, i'm here for you.
"Sa... Ceritain dong masa-masa SMA lo. Tentang keempat sahabat elo, tentang cinta monyet anjing elo, atau cerita soal apa aja deh gitu."
Raisa bergumam pelan. Menggeser piring dan gelas bekasnya tadi makan, lalu menumpukan kedua tangannya di atas meja.
"Gue punya empat sahabat di SMA dulu. Satu namanya Sye, berkacamata, agak sedikit tomboy, sukanya nge-game, tumor alias tukang molor, dan dia suka sama teman mantanya dulu. Yang kedua, ada Elina. Gue gak tau dia orangnya kayak apa, suka apa. Soalnya kalo di lihat-lihat sih ya kalem gitu, anggun kayak cewek pada umumnya."
Saka mengangguk, memasang kedua telinga baik-baik. Dalam hatinya berdoa, semoga dengan ia memancing Raisa untuk banyak bercerita saat SMA dulu, ia juga bisa mendapatkan informasi tentang trauma yang di derita cewek itu.
"Yang ketiga. Andina. Kalo ngomong kadang suka ngegas, suka banget baca novel kayak gue. Dulu sih dia sering banget curhat soal ibu tirinya, ya biasalah uji kesabaran katanya. Nah, yang terakhir namanya Indira. Tinggi, putih, cantik juga. Otaknya lumayan encer sih, sama kayak Elina. Mereka adalah tempat pernyontekan gue pas ada tugas, dan dulu Andika pernah suka sama dia. Dulu banget pas kita masih kelas 12."
"Terus? Soal percintaan lo?"
Raisa menghembuskan napasnya pelan, mengingat kembali masa-masa SMA dulu yang yah.... Kalo kata Saka mah, anjing banget.
"Gue gak pernah pacaran. Pertama pacaran ya saat ini, sama Andika. Ceritanya dulu... Gue ketemu Andika pas baru masuk SMA di kelas 10 IPA 1, kebetulan kelas dia 10 IPA 4. Gara-gara kelas dia yang lagi di renovasi jadi sebagian anak-anak kelasnya di ungsikan ke kelas lain, dan dia masuk ke kelas gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Pandang (On Going)
Teen FictionCinta pandangan pertama katanya. Tapi bagaimana jika cinta itu ternyata sudah ada yang memiliki? Bagaimana cemburunya ketika wajah itu sudah ada yang lebih dulu memandangi? Bagaimana caranya agar mata itu dapat memandangnya juga? Bagaimana? Duduk...