1.0

13 1 0
                                    

Majalengka, 05 Maret 2023

"Jadi, gimana sama nenek peot itu?"

Raisa menggeleng pelan, mulutnya masih penuh dengan kue coklat buatan Saka.

Sesuai janjinya tadi siang di kampus, malam ini ia bermain di rumah Saka, meminta cowok itu untuk membuatkannya kue coklat.

"Dia bilang gak suka sama gue, kali ini gak cuma tatapan sinis yang gue terima, tapi juga kata penolakan yang gak ada filternya itu."

Saka mengangguk pelan. Sudah ia duga.

"Terus Andika gimana?"

"Dia bilang tunggu sebentar lagi, gue percaya, karena gue yakin kemenangan itu akan sampai."

Saka tersenyum kecil, ibu jarinya bergerak menyentuh ujung bibir Raisa yang terkena coklat. "Lo mau nunggu?"

Raisa mengangguk mantap, mendorong siswa brownies coklatnya ke tengah meja makan. "Gue nunggu, selama apa pun itu gue tetap mau nunggu dia, Ka."

Saka tersenyum kecut. Terkadang dia pun bingung dengan dirinya sendiri yang lebih memilih untuk menahan sakit demi sang pujaan hati bahagia.

Terkadang cinta itu bisa membuat seseorang se-bego itu. Cinta itu luka untuk dia yang salah menaruh rasa, tapi sayangnya sudah tau salah malah terus saja berlanjut memperjuangkannya.

"Sa, kalo gue suka sama cewek yang lebih cantik dari lo gimana?"

Raisa mengerutkan dahinya bingung, menatap lurus pada kedua bola mata Saka. "Siapa?"

"Jawab aja, boleh apa nggak?"

"Boleh, dia kan cantik."

Saka mengangguk dan kembali melontarkan pertanyaan yang membuat Raisa semakin bingung.

"Kalo gue suka sama orang yang lebih baik dari pada lo gimana?"

"Boleh Saka, dia lebih baik kan? Pasti dia lebih bisa ngertiin lo dari pada gue."

"Kalo gue suka sama cewek yang suka gue duluan gimana?"

"Boleh banget, tau gak sih? Cewek yang suka sama cowok duluan itu yang paling mempunyai perasaan tulus sama si cowok. Dia yang mau menerima semua kelebihan lo, dia yang mau mencintai semua kekurangan elo. Gue dukung banget, dia pasti tulus banget sama lo."

"Kalo gue udah jadian sama cewek itu, gue gak ada lagi waktu buat lo, gak apa-apa?"

*****

Raisa menghembuskan napasnya lagi, mengetuk-ngetuk kan jarinya pada meja belajarnya itu.

Pertanyaan Saka tadi malam masih terus berputar di dalam kepalanya. Pertanyaan Saka yang sampai pagi ini belum juga ia jawab sama sekali.

"Kalo gue udah jadian sama cewek itu, gue gak ada lagi waktu buat lo, gak apa-apa?"

"Nggak Ka. Gue kenapa-kenapa. Rasanya sulit ya ketika seseorang yang selalu ada di dekat kita tiba-tiba akan menjauh dari kita karena ada orang baru yang masuk ke dalamnya."

Raisa ingin sekali menggunakan keegoisannya untuk menahan Saka agar tetap ada di sampingnya, menyediakan waktu hanya untuknya, menyediakan telinga hanya untuk mendengarkan semua cerita-ceritanya, dan menyedikan tubuh untuk di peluknya.

Menghembuskan napasnya lagi, menggeleng pelan dan kembali berusaha fokus pada naskah novel yang sedang di garapnya itu.

"Namanya Dika. Cowok sederhana yang aku temui di 2019, cowok yang berhasil membuat masa-masa SMA ku menjadi berwarna. Aku membuat novel ini hanya untuknya, membuat novel ini hanya untuk menceritakan seberapa besar rasa itu untuknya."

Sudut Pandang (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang