"akhirnya setelah sekian abad lamanya, Oryza ikut juga mendaki bareng kita." Girang kedua kembar menggeliat meraih jok depan yang di duduki Oryza.
“alay!” Timpal Satria yang sedang mengemudi namun tak dihiraukan kakak beradik itu.
Lantas gadis ceria yang dimaksud membalikkan badan ikut menggeliat senang, “seneng bangeeeet!”
“duduknya yang bener, Za. Jangan ke pancing yang di belakang.” Tegur Satria berkonsentrasi menyetir.
“iya, maaf.” cemberutnya memperbaiki posisi duduk, “tapi boleh ngomong kan?” sambungnya was-was.
“ketawa kamu aja bisa mengalihkan dunia kita.” Gombal Bima lantas ditimpal seruan teman-temannya, “aseeeeeek!”
“kalian ama-lama kayak papa tau nggak. Ngegombal mulu.” Celetuk Oryza.
“siapa dulu dong suhunya.”
Bangga para lelaki menepuk pundak teman perempuan mereka isyarat berterimakasih. Sedang Oryza hanya bisa tercengang kehabisan kata.Sepanjang perjalanan mereka bercanda gurau seiring mobil melaju ke arah tujuan mereka, gunung Semeru.
***
Tibalah mereka di Gubugklakah, mengurus surat izin dan perincian lainnya.
Setelahnya dari Tumpang mereka menebeng truk sayuran menuju Ranu Pani desa terakhir di kaki Semeru.
“Tuhan, indah banget.” Kagum Oryza berkaca-kaca menikmati keindahan alam bahari.
Pepohonan yang hijau daunnya serta kembang berawarna-warni menambah asrinya desa ini.
“baru aja disini, Za. Ada yang lebih indah disana.” Sindir Satria lalu berpaling memandang puncak Mahameru di ikuti lainnya.
***
“masih kuat, Za? Jangan minta gendong. Kita semua punya beban.” Ejek Bima.
“ya elah, baru aja di gapura.” Tambah Catra sedang Oryza manyun kebingungan mendengar olokan teman-temannya.
“hahaha. Mukanya biasa aja kali, Za. Mereka cuma godain kamu.” Tawa Satria berjalan terlebih dahulu melewati gerbang ‘Selamat Datang’.
“aku bakal diplonco, nih?” terka Oryza menatap sinis teman-temannya.
“yah nggak disinilah.” Celetuk Candra.
“nanti aja pas dapat tempat yang bagus.” Timpal Satria.
Oryza yang ternganga tak mampu membayangkan apa jadinya jika keempat sahabatnya berlaku menjadi senior terkejam untuknya.
“bibirnya dikatup aja.” saran Candra lantas Oryza berpaling melihatnya dengan cemberut. “sana, jalan duluan.” Usirnya.
Alhasil gadis itu tercengang bengang untuk kedua kalinya, “bakal digodok habis-habisan nih aku.” Rengeknya hampir menangis setelah berbalik mengikuti perintah Candra.
Terlihat teman-teman lelakinya tak kuasa menahan senyuman menyembunyikan tawa.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Pahit Lidah Keturunan Terakhir
FantasíaCerita ini fiksi. Semua karakter, lokasi, organisasi, kepercayaan dan peristiwa tidak berkaitan dengan kejadian bersejarah.