09

2 0 0
                                    

Empat lelaki berdiri menatap sebuah kontrakan yang tak berpenghuni.

“bener disinikan alamatnya?” Bima memastikan sedang ketiga sahabatnya berulang kali menatap layar hp mereka.

“alamatnya sama, kok. Lagian google maps juga setuju-setuju aja.” yakin Candra dan kembali mengetuk pintu “selamat siang. Selamat siang.” Salamnya.

Kompak yang lainnya menengok dari kaca jendela.

“kayaknya mereka lagi nggak ada di kontrakan.” Simpul Catra.

Satria menghela nafas cemas mengalihkan perhatian Bima padanya “tenang aja.” tegurnya memegang bahu Satria “Oryza pasti baik-baik aja.” Sambungnya.

“semoga.” Desah lelaki bergaya rambut pompadour khawatir seiring Bima kembali menepuk pundaknya.

Keempat lelaki tampan ini mencoba percaya bahwa tidak akan terjadi apa-apa kepada sahabat perempuan mereka.
Tapi firasat membawa mereka sampai sejauh ini, tentunya ada sesuatu. Entah hal yang baik atau hal yang tidak mengenakan.

Tujuan mereka hanya ingin memastikan keadaan Oryza. Semoga dan semoga tidak terjadi apa-apa padanya.

“t’rus kita kemana? Nggak ada petunjuk sama sekali lagi.” gelisah Candra menggaruk-garuk punggung lehernya tanpa gatal.

“ke kampus? Bisa hilang kita.” bingung Catra, “nyari kontrakan aja susahnya setengah mati.”

“nungguin mereka sampai pulang?” ujar kedua kembar kompak.
Lantas mereka berakhir saling melempar kalimat “apaan sih ikut-ikutan?”

“woy kembar!” celetuk Bima.

“apa!!” sahut kompak dua bersaudara itu terlihat kesal.

Melihat kelesah dua kakak beradik itu, malah membuat Bima tersenyum. Sepertinya sikap remeh mereka kali ini benar-benar hilang.

Ketika Satria berpaling, mendadak ia tertegun. Wajahnya merah merona, terpaku pada seorang gadis bersurai panjang lurus sepinggang berjalan mendekati mereka “hhh.” desahnya tak bisa menahan senyuman.

Ekspresinya malah membuat ketiga temannya malu dihadapan Nisa yang terkejut akan kedatangan mereka.

“kok?” herannya seraya menunjuk satu persatu “kalian ngapain disini?” tanyanya tanpa bertele-tele.

“uhm, katanya Oryza ngontrak disini.” jawab Bima langsung ditampik gadis cantik itu.

“dia ke Tomohon bareng omanya.” Sahutnya hendak pergi “Soal dia tinggal disini, kayaknya nggak bakal terjadi.” Imbuhnya tersenyum sinis.

Sontak ketiga lelaki itu mengerutkan kening tak menyukai cara Nisa berbicara.

Dengan leluasa gadis itu berjalan memasuki rumah kontrakan.

“Ya,” sapa Bima menyenggol tubuh temannya “cari cewek yang lain deh. Judes kayak gitu nggak cocok sama kamu. Paling dia bakal nolak trus ngomong gini ‘maaf, ya Satria, kamu terlalu baik buat aku.’ Cih! Klise banget njir!”

“kamu ada masalah apa sih sama perempuan? Pesimis amat.” Celoteh Satria mencengangkan Bima yang terpukul akan ucapannya.

Dalam kontrakan.
Nisa langsung menjumpai kamar Dara, mengambil beberapa pakaian kemudian berjalan keluar.

Si Pahit Lidah Keturunan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang