Setelah kejadian yang hampir merenggut nyawa Oryza, tak ada yang mengingatnya kecuali pelaku yang mengontrol waktu dan seseorang yang melindungi diri dari ancaman amnesia mendadak.
“udah ngambeknya dong, Za.” melas kedua kembar bertongkat lutut dihadapan Oryza yang duduk di kursi koridor rumah sakit.
Kompak Catra dan Candra membelai rambut sahabat mereka dan melanjutkan kalimat, “kita juga kangen berat, kok.”
Gadis kesayangan mereka masih diam menahan tangis sambil menjepit bibirnya.
“maaf, ya kemarin kita sepelein keputusan kamu.” tutur Candra merasa bersalah.
"Maafin kita, Za." Ujar Catra sedih.
Tetapi sama saja. Oryza ngotot tak membuka suara maupun melihat wajah mereka.
"Za," angkat bicara Bima berdiri di belakang kedua kembar
"kamu beneran mau kayak gini? Kamu nggak bisa maafin kita? Setidaknya kamu ngomong sama kita. Jangan diamin kita kayak gini, Za. Hargai kita yang datang jauh-jauh dari Malang buat ketemu kamu." Tegurnya.Sementara suasana tegang dikoridor rumah sakit, si aura gelap sedang berdiri memantau Satria. Berpikir keras mencoba mengetahui apa arti pandangan tajam dari lelaki berambut pompadour itu.
"Kita ngobrol di luar." Akhirnya Oryza bersuara lalu berdiri menengok Adelardo sekejap untuk berpamitan dan sesudahnya berjalan pergi di ikuti keempat temannya.
***
Oryza pun membawa keempat sahabatnya ke rumah makan terdekat.
"Kita makan dulu sebelum ngobrol." Pintanya langsung memesan makanan untuk mereka. Keempat lelaki itu hanya diam menurut.
***
Rumah sakit.
“kakak udah kenal sama temen-temennya Oryza? kenal dimana?” penasaran Dara selagi menyisir rambutnya.
“udah nggak ada yang ketinggalan kan?” tanya sepupunya tak menggubris malahan memperhatikan bawaan mereka.
“udah nggak, kok. Udah beres.” sahut gadis imut itu dan kembali mengingatkan pertanyaannya, “kenal ama teman-teman Oryza pas dimana, lagi ngapain?”
Sekali lagi Adelardo tak menghiraukan adiknya, justru sibuk menilik barang-barang yang akan mereka bawa pulang.
“hei! Ssst.. ssst!” desus Dara gemas lantas menarik perhatian Adelardo yang melotot kaget menatapnya,
“apaan itu ‘ssst, ssst’?” tirunya heran.
“Makanya kalau ditanya itu dijawab. Jangan sok-sok sibuk. Padahal udah nggak tau mau ngapain. Tinggal jawab aja susah amat” Manyun Dara dengan suara yang makin memelan sedang sepupunya mencoba tenang.
“ya udah. Dijawab ya, tapi jangan aneh-aneh.”
“aneh-aneh apaan? Nggak jelas banget.” Heran Dara tersenyum remeh.
“kakak ketemu mereka pas pendakian di Semeru. Sama Oryza juga.” jawab sepupunya.
“mmmn.” Gumam Dara dengan alis yang terangkat sembari mengangguk mengerti “Oryza mendaki juga ya? seru banget pasti... mendaki.” sindirnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/313806616-288-k362027.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Pahit Lidah Keturunan Terakhir
FantasiCerita ini fiksi. Semua karakter, lokasi, organisasi, kepercayaan dan peristiwa tidak berkaitan dengan kejadian bersejarah.