여덟 || New Roommate

276 29 2
                                    

Jennie bukan tipikal orang yang terlalu menyukai kontak fisik dengan orang lain. Dia akan sangat risih jika itu terjadi. Eomma pernah bercerita tentang Jennie kecil yang menangis keras saat disentuh oleh teman sekolah yang hanya ingin menyapanya. Dia sangat sulit untuk didiamkan sehingga eomma membawanya pulang dan dia bolos sekolah pada hari itu.

Namun, hal tentang kontak fisik terasa berbeda seratus delapan puluh derajat saat Lalisa yang melakukannya. Anak itu tiba-tiba memeluk Jennie dengan bibir penuhnya yang mengerucut cemberut. Jennie tidak tahan dengan gestur manis Lalisa, itu membuat kupu-kupu beterbangan di dalam perutnya. Apakah legal jika Jennie mencubit pipi temannya sekarang?

Tapi....... Tidak. Jennie akan terlihat sangat aneh jika dia melakukannya kepada Lalisa. Lagi pula, dia sendiri sudah punya pipi yang sempurna. Dia bisa mencubit dirinya kapan saja.

"Ya ampun, kau bayi besar. Sudahlah, Lisa-yaaa! Jika kau tidak melepaskanku sekarang, aku akan benar-benar kepanasan."

Ini adalah saat ketika mereka baru saja selesai latihan, dan Lalisa mengajak Jennie untuk makan bersama teman-teman lainnya.

"Humph, biarkanlah! Aku tidak akan lepas sampai Jennie setuju untuk makan bersamaku. Aku akan terus mengganggumu, Jen!"

Jennie mengangkat sebelah alisnya tanda tidak setuju dengan perkataan Lalisa. Dia meraih tangan gadis Thai yang sedang melingkar di pinggangnya, lantas melepaskan diri dan mendorongnya hingga tubuh mereka menjauh.

"I said get off!" Dengan setengah tertawa, Jennie mengambil beberapa langkah mundur. "Kau harus pandai mengatur uang, Lalisa. Kau tidak bisa terus mentraktir orang lain begitu saja tanpa memikirkan keadaan dirimu."

Yang dibilang itu mengeluarkan "Ehee" kecil, kemudian menggaruk tengkuknya. "Aku cuman senang mentraktir mereka karena mereka mau berteman denganku, Jen."

Jennie dongkol mendengar jawaban Lalisa. Dia tahu Lalisa sedang dibodoh-bodohi oleh orang-orang yang dia sebut teman itu. Tidak seperti Jennie, mereka mendekati Lalisa hanya saat dia menjadi populer. Kepalsuan sikap yang mereka tunjukkan itu sangat kentara bagi Jennie, dan Lalisa tidak bisa melihat intensi mereka yang sebenarnya. Kenapa dia sebodoh itu?

"Uhmm.. Jennie oke? Kenapa tiba-tiba diam?"

Ah, Jennie terlalu hanyut dalam pemikirannya sehingga dia mengabaikan Lalisa. Sekarang Jennie hanya bisa tersenyum. "Maaf, aku agak pusing."

"Wah, ayo kita kembali saja! Kita bisa berlatih lagi kapan-kapan lagi. Jangan sampai Jennie jatuh sakit."

Berlatih bersama sudah menjadi kebiasaan mereka belakangan ini. Mereka terbiasa mengendap-endap bersama.

"Aish, sudahlah, Lisa. Aku tidak selemah itu, kau tidak perlu menghawatirkanku."

Lalisa tertawa kecil, wajahnya selalu berseri. Dia membuat senyuman yang tiada satu pun makhluk di dunia ini bisa menolaknya. "Jadi, Jennie ikut nanti, kan?"

°•°. ♪

Dan akhirnya Jennie pun ikut setelah beberapa pertimbangan batin.

Hari ini adalah hari Minggu, di mana semua trainee dibebaskan dari pola makan dan rutinitas yang diatur agensi. Hari ini adalah seperti cheat day bagi mereka. Mereka bebas untuk melakukan apa saja.

Jennie, Lalisa, dan trainee lain duduk bersama di sebuah restoran mie yang populer di kalangan anak muda. Dekorasi tempat itu sederhana namun menarik, dengan meja kayu yang kokoh dan kursi yang nyaman. Di dalam restoran, suara percakapan yang riuh dari remaja-remaja itu mengisi ruangan, diiringi dengan gelegar suara sendok dan sumpit yang bertemu dengan mangkuk mie yang berisi kaldu yang harum dan bumbu yang kaya.

Atmosfirnya sangat menyenangkan di restoran itu, hangat. Namun, Jennie menjadi satu-satunya orang yang tampak gelisah di sana. Ada yang tidak beres dengan suasana di sekitarnya. Saat dia mulai menyadari bahwa trainee lain hanya memanfaatkan Lalisa untuk mendapatkan keuntungan, rasa tidak nyaman itu semakin bertambah. Dia merasa kesal dan sedih melihat temannya diperlakukan seperti itu.

Tiba-tiba, pintu restoran terbuka dan menampilkan Jisoo, teman sekamar Jennie yang baru. Dia masuk dengan terburu-buru dan tertegun saat melihat orang yang mengundangnya sudah ada di meja makan.

Yang bernama lengkap Jisoo Kim itu tersenyum cengengesan seperti Naruto kepada Lalisa, dan kepada semua orang di meja itu. "Maaf telat, Lalisa, teman-teman. Aku baru saja membantu nenek tua untuk menyebrang. Dia lama sekali."

"Aku tidak pernah melihat nenek-nenek di sekitar sini," ujar seorang trainee.

"Lupakan, ayo makan lebih banyak!" sambut yang lain.

Lalisa dengan hangat mengundang Jisoo untuk bergabung. Meskipun sedikit terkejut dengan kedatangan Jisoo, Jennie merasa lega karena akan memiliki teman sekamarnya di sana.

Jennie dan Jisoo duduk berdampingan, mereka dikelilingi oleh trainee lain yang sedang asyik menikmati makanan mereka, dan berpura-pura baik kepada Lalisa.

Jennie tidak bisa menyembunyikan rasa dongkolnya melihat mereka.

Jisoo menyadarinya. "Ada apa, Jennie-ya? Kau terlihat tidak terlalu senang hari ini."

Jennie tersentak mendengar itu dari Jisoo. Dia sendiri tidak menyadari ekspresi yang dikeluarkannya. "Tidak apa-apa, eonni," jawab Jennie singkat.

Jisoo tidak membiarkan suasana di antara mereka menjadi canggung. "Rasanya... kita belum benar-benar kenalan sejak menjadi teman sekamar," kata Jisoo dengan senyum di wajahnya. Dia mempunyai suara yang khas, serak dan dalam.

Jennie mengangguk setuju. "Iya, sih. Aku merasakannya juga."

"Aku senang bisa duduk di sini denganmu sekarang," ujar Jisoo dengan tawa ringan.

Beberapa waktu berlalu, Jennie menyadari Jisoo dan tawa adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Orang ini seperti versi kedua Lalisa yang lebih garing, dia suka bercanda, dan Jennie hanya akan menanggapinya dengan senyum canggung.

Mereka berdua sudah selesai dengan makanan mereka. Jisoo adalah pemakan yang cepat, dan Jennie sendiri tidak pesan banyak. Dia terlihat tidak berselera.

"Ayo ke pemandian air panas setelah ini. Aku tahu ada satu di sekitaran sini," ajak Jisoo. Dia memastikan hanya dia dan Jennie yang mendengar percakapan mereka. "Tempat itu selalu jadi tempat relaks yang terbaik. Menurutmu?"

Suara tawa Lalisa seketika terdengar kencang, dan itu membuat Jennie setuju. Dia bahkan meminta agar, "Kita pergi sekarang saja. Aku sudah tidak sabar." Dia tidak tahan melihat Lalisa bersenang-senang dengan orang-orang itu.

"Kau yakin? Temanmu bahkan belum selesai makan."

"Tenang saja, aku sangat kenal dengan Lalisa."

Setelahnya, dua gadis bermarga Kim itu berjalan bersama keluar dari restoran menuju tempat pemandian yang mereka bicarakan.

Mereka menjadi lebih dekat di sana. Jennie tidak pernah menduga dia bisa merasa cocok dengan teman barunya, Jisoo. Jennie suka dengan pribadinya yang apa adanya, dan orang ini tidak muluk-muluk. Selama bertelanjang, mereka membicarakan tentang mimpi, masa depan dan saling mendukung satu sama lain seperti, "Kamu akan berhasil", "Kamu harus begini jika di panggung nanti", "Kamu harus membelikanku banyak chikin saat kamu sukses nanti", dan percakapan lainnya yang membuat mereka lupa akan waktu.

Meskipun berada di tengah keramaian, dua gadis itu memiliki dunia mereka sendiri. Sejak saat itu, mereka tahu bahwa mereka akan menjadi sahabat yang tidak terpisahkan.

ᴊᴇᴀʟᴏᴜꜱʏ, ᴊᴇᴀʟᴏᴜꜱʏ || ᴊᴇɴʟɪꜱᴀTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang