일곱 || The First Night They Spent Together

377 32 1
                                    

"Bagaimana kalau kita berlatih malam ini?"

"K-Kamu tidak capek, Jennie?"

"Ya... secara teknis, kamu meminta bantuanku. Aku tidak akan menolak ratu dansa kita." Jennie mengkibas-kibaskan tangan di depan wajahnya yang sedang berkeringat sambil tertawa saat mengatakan itu.

Dan Lalisa hanya diam saat mengetahui GADIS POPULER ITU TERNYATA MENYADARI KEMAMPUANNYA. Dia terlalu senang untuk memproses segalanya. Dia hanya bisa menatap Jennie dengan binar seterang bintang pada kedua matanya, mulutnya melengkung senyuman yang sangat manis, dan ada semburat merah pada kedua pipinya yang gembul.

Sementara itu, Jennie sendiri menjadi canggung, dia mengira Lalisa tidak mengerti candaannya karena tidak kunjung mendapatkan respon apa pun darinya. Jennie jadi berpikir candaan orang Thailand berbeda dengan orang Korea, dan Lalisa masih beradaptasi. Jennie berdehem untuk memecah keheningan di antara mereka. "Jadi, bagaimana idemu? Kamu setuju dengan latihan malam ini, Lisa?"

Lisa mengangguk cepat. Kepalanya akan copot jika dia tidak berhenti.

"Baiklah. Temui aku di depan ruang vokal malam ini."

Dan Lalisa tidak bisa lebih senang saat mendengar hal itu.

Dengan langkah ringan, Lalisa mengendap-endap menuju ke ruangan vokal. Ini sudah jam 10 malam, dan pengetahuan Jennie soal pengoperasian gedung agensi ini tidak main-main. Dia benar soal cahaya remang-remang, dan hall yang sudah tiada terlihat tanda-tanda kehidupan.

"Gedung agensi ini akan berubah menjadi gedung horor di atas jam 9 malam." Lalisa mengingat perkataan Jennie.

Lalisa melihat kepala Jennie di balik pintu, sedang celingak-celinguk sampai dia melihat wajah gadis berponi itu. "Cepat masuk! Lama sekali, aku menunggumu dari tadi!" teriak Jennie dengan berbisik.

Lalisa terbirit-birit. Lucu.

Sesampainya di dalam, pintu ditutup dengan rapat. Mereka sepakat untuk hanya berlatih dengan lampu senter dari ponsel Jennie. Dia berkata, "Kita akan menarik perhatian jika menyalakan lampunya. Tukang bersih-bersih masih akan berlalu lalang sampai tengah malam."

"Ruangannya jadi berbeda kalau tidak ada lampu...." Lalisa bergumam, terdengar oleh Jennie yang mempunyai senyum smirk di wajahnya.

"Oh, ada yang sedang ketakutan karena gelap."

"Hey, tidak! Aku hanya-"

"Takut."

"Bukan!"

Jennie tertawa kecil melihat respon temannya. "Kamu lucu," ucapnya kepada Lalisa.

Dan pipi Lalisa menjadi semerah tomat seketika. Wajahnya memanas, Lalisa sungguh ingin berteriak dan melompat-lompat dengan energi menyenangkan yang dia dapatkan sekarang.

Jennie melihat semua reaksi yang terpendam itu, dan diam-diam dia juga merasa malu. Perkataan itu keluar begitu saja tanpa kesadaran Jennie.

"Uhm.. jadi." Gadis Korea itu menunjukkan kertas nada yang dia pegang kepada Lalisa. "Kamu bisa mencapai nada ini?"

"Aku akan berusaha," jawab Lalisa. Suaranya bergetar, tidak yakin akan kemampuannya. Jennie bisa melihatnya yang mendadak berubah pesimis, bahunya menurun. Oh, Jennie tidak akan membiarkan itu.

"Lalisa, hwaiting!" seru Jennie, berharap dia bisa memberi Lalisa motivasi yang dia perlukan. "Kita berlatih malam ini untuk membuat kemampuanmu bertambah. Aku tidak akan menyerah sampai kamu bisa menyanyikan satu lagu untukku dengan baik."

Jennie tahu kata-katanya berpengaruh di saat Lalisa langsung terkesiap dan menatap Jennie dengan binar di matanya. Jennie bersumpah dia dapat melihat kilauan-kilauan inspirasi di mata Lalisa. "Wahh...."

Dengan itu, Jennie dan Lalisa mulai berlatih di ruangan minim cahaya itu. Di tengah malam yang sunyi, ruangan vokal menjadi saksi dari dedikasi Lalisa dalam mengejar mimpinya, dan dengan bantuan mentornya, Jennie.

Semuanya terasa aneh bagi Jennie, terlebih lagi soal dia yang bersedia untuk membantu Lalisa berlatih. Sebagai seorang trainee, dia seharusnya berprinsip untuk hanya fokus pada performa dirinya agar menjadi tidak terkalahkan. Namun, ada sesuatu dalam diri Lalisa yang membuat Jennie tidak memperdulikan prinsip itu. Jennie tidak pernah berhasil memandang Lalisa sebagai seorang saingan, tetapi teman, yang mana itu juga aneh sekali. Jennie tidak pernah merasa ingin berteman dengan siapa pun, dia sudah cukup dengan Nayeon.

Lalisa tiba-tiba menghentikan latihannya, dan dia pelan-pelan menoleh ke arah Jennie. "Jen?" panggil Lalisa, itu membuat Jennie tersadar dari lamunannya.

"Iya, kenapa?"

"Apakah kita tidak akan dihukum jika berada di sini terlalu lama?"

"Serius, Manoban?" Jennie menahan tawa. "Ke mana pertanyaan itu setengah jam yang lalu?"

Mata Jennie berkeliling sebentar ke sekitar ruangan vokal yang kecil itu sebelum kembali menatap Lalisa dengan tatapan yang pura-pura menghakimi, dan mulutnya tersenyum miring.

"Soal dihukum, kesempatannya sangat besar jika kita ketahuan di sini. Kamu baru menyadarinya?"

"Iya......." Lalisa berpikir sebelum dia menyadari sesuatu, dan dia melayangkan tatapan khawatir kepada Jennie. "Dan kamu seharusnya tidak bertemu denganku saat malam begini. Kamu akan dihukum!"

"Kalau kamu berteriak lagi, kita akan benar-benar ketahuan malam ini."

Mendengar itu Lalisa menurunkan suaranya. Dia sekarang berbisik. "Tapi tidakkah kamu takut dihukum, Jen?"

"Now, let me tell you, Lisa. Aku tipikal yang tidak suka mematuhi aturan, apalagi jika aturan itu tidak masuk akal bagiku." Jennie berkacak pinggang dengan perasaan dongkol. Lalisa terlalu banyak memperdulikan hal yang tidak penting. "Sekarang katakan kepadaku, apakah kita merugikan orang lain jika berlatih di ruangan ini?"

"Uhm... tidak, kurasa?"

"Benar sekali, tidak. Jadi untuk apa kita takut, jika tidak menyakiti siapa pun?"

"Kamu keren, Jennie."

Jennie tersenyum sipu, kepalanya sedikit menunduk. Pujian Lalisa terdengar tulus, Jennie dapat melihat kejujuran dan keyakinan pada mata gadis Thai itu.

"Thanks. Nilaimu dipertaruhkan di sini, dan aku tidak akan membiarkan temanku disepak keluar dari agensi."

Jennie benar-benar terdengar sangat heroik sekarang, dan dia sendiri tidak pernah tahu dia punya sisi seperti ini dalam dirinya. Memang benar kata orang-orang, kalau berteman dengan orang baru akan otomatis membuatmu mengenal diri lebih jauh. Selama ini dia terlalu lengket bersama Nayeon, karena gadis itulah satu-satunya yang paling relevan dengannya. Orang-orang di sini palsu, sulit menemukan yang sesuai.

Jennie melihat kedua pipi Lalisa merona merah, dan bibirnya ingin memaksa senyum lebih lebar. Namun Jennie menahannya, sehingga dia tidak tampak sedang tersenyum sepenuhnya.

ᴊᴇᴀʟᴏᴜꜱʏ, ᴊᴇᴀʟᴏᴜꜱʏ || ᴊᴇɴʟɪꜱᴀTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang