Hari ini adalah hari di mana Lalisa terus ditegur karena kemampuan bernyanyinya sampai dia dikesampingkan oleh pelatih.
"Kau harus berlatih lebih banyak untuk mengejar teman-temanmu, Lisa." Pelatih menyerahkan sebuah buku tentang tangga nada. "Ini akan membantu," katanya.
Lalisa mengacak rambutnya yang sekarang sudah lebih panjang, raut wajahnya tampak frustasi. Lalisa tahu dia selalu payah dalam bernyanyi sejak dulu, dan dia mulai menyesal karena suka bolos kelas bernyanyi di Thailand.
Gadis Thailand itu menatap khawatir pada buku di genggamannya, dan semua itu tidak terlepas dari sepasang cat-eyes milik si gadis populer, Jennie Kim.
Jennie menaruh botol minumnya ke samping, dan beranjak dari tempatnya menuju ke gadis baru itu. Dia tidak mengatakan apa-apa saat Nayeon bertanya, "Mau ke mana kau, Kim?"
Jennie sekarang berdiri di depan Lalisa sehingga bayangannya menutupi buku nada itu. Jennie bukannya buta sehingga dia tidak dapat melihat buku itu, tetapi dia tetap bertanya dalam Bahasa Inggris, "Apa yang sedang kau lakukan? Kenapa tidak ikut berlatih?" hanya untuk membuka pembicaraan dengan Lalisa.
Basa-basi tidak akan pernah terlalu basi dalam situasi tertentu, dan salah satu situasi yang dimaksud adalah yang seperti ini.
Dan Lalisa yang mendapatkan Jennie tiba-tiba muncul di hadapannya hampir berteriak. Kedua matanya membelalak lebar, Lalisa melihat Jennie seolah dia adalah malaikat cantik yang muncul di hadapannya. Perasaan ini hampir sama seperti ABG-ABG SMA yang tengah jatuh cinta kepada kakak kelasnya.
Jennie tertawa kecil. Tawanya mengalihkan dunia Lalisa. "Maaf mengagetkanmu."
Lisa berdehem, dan dia berusaha untuk berbicara dengan bahasa Korea. "T-tidak apa-apa, Jennie-ssi."
"Berhentilah memanggilku dengan 'ssi-ssi' itu," Jennie mengucapkannya dengan Bahasa inggris, dan dia terkekeh agar ucapannya yang selanjutnya tidak terdengar terlalu serius. "Kamu terdengar terlalu formal, dan itu aneh jika kamu memanggil orang sebayamu seperti itu." Jennie memambahkan, "Untuk perempuan yang lebih tua darimu, panggil saja 'eonni'. Dan yang laki-laki, 'oppa'."
"Ah, baik. Terima kasih.... eonni."
Jennie menyela, alisnya naik, tampak tidak setuju dengan perkataan Lalisa barusan. Dia berkacak pinggang. "Jangan panggil aku eonni. Jelek sekali terdengar dari kamu."
"E-eh, maaf. Jadi aku harus panggil apa?"
"Panggil nama saja."
"J-Jennie?"
Jennie mengangguk sambil tersenyum. "Good."
Setelahnya, hening hadir di antara keduanya. Keadaan ini agak canggung untuk mereka. Jennie duduk setegak tiang, sementara Lalisa di sebelahnya pura-pura fokus pada halaman yang tidak pernah dia ganti.
"Kamu butuh bantuan dengan buku itu?" Jennie bertanya tiba-tiba. Dia lagi-lagi menggunakan Bahasa Inggris, otomatis Lalisa menirunya dengan perasaan risau. Lalisa khawatir dia akan dikenakan masalah jika ketahuan berbicara Bahasa Inggris kepadanya.
Gadis Thai itu memelankan suaranya sampai pembicaraan mereka mustahil didengar orang lain. "Ah, terima kasih. Tapi aku bisa sendiri, kok."
Jennie tersenyum simpul "Yakin? Kamu telah membuka halaman yang sama dari tadi. Dan asal kamu tahu, ujian vokal akan diadakan minggu ini."
"Astaga, benarkah? Kamu mendapat kabar ini dari siapa?" tanya Lalisa tampak khawatir.
"Pelatih mengucapkannya di depan barusan," jawab Jennie. Mereka sedang mengabaikan ocehan Pelatih Kang di sana.
Lalisa mengingatkan Jennie pada dirinya yang dulu. Jennie juga merupakan seorang gadis yang merantau jauh ke negeri Korea untuk mengejar cita-citanya. Hanya saja Jennie memiliki privilese. Dia lahir dengan darah Korea, dan itu otomatis menjadikannya bisa berbahasa Korea. Fasih berbahasa lokal sangat membantunya dalam bertahan di sini, selain uang dan tekadnya.
Dan setelahnya, Jennie berpamitan kepada Lalisa untuk bergabung dengan Nayeon di sana. Mereka berlatih, dan sesekali akan melirik gadis berambut pendek yang berusaha untuk mengerti isi buku yang menghalangi wajahnya. Dia membaca seperti bapak-bapak dengan koran kesayangan mereka di hari Minggu.
Jennie mempunyai firasat bahwa dia bisa menjadi dekat dengan anak baru itu. Tetapi Jennie tetap harus berhati-hati terhadap Lalisa, karena meskipun kemampuan bernyanyi yang dia kuasai sangat minim, dia bukan orang yang bisa diremehkan dalam hal menari.
Jennie masih mengingat fakta bahwa Lalisa mampu menghapal seluruh koreografi yang ditunjukkan pelatih saat dia pertama kali dites. Dia mampu meniru seluruh gerakan tanpa cacat dalam waktu kurang dari 5 menit.
Kejadian itu, lagi, mengingatkan Jennie bahwa semua orang adalah saingan di sini. Dia harus waspada dan tetap membuat jarak. Jennie melakukan itu kepada semua orang, bahkan dengan teman dekatnya sendiri, Nayeon.
Dan Lalisa, anak baru itu bukan pengecualian.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴊᴇᴀʟᴏᴜꜱʏ, ᴊᴇᴀʟᴏᴜꜱʏ || ᴊᴇɴʟɪꜱᴀ
FanfictieThis is a tale about the jealousy between the members of Blackpink, Jennie and Lalisa. - bahasa indonesia | gxg © dalgomcanbite