Chapter 16 = New Beginning 🔞

3.2K 296 34
                                    

Fugaku menatap istrinya yang sedang membantu Sasuke mengompres pipinya yang lebam. "Hn.. aku tidak tahu kalau ternyata kau selembek ini"

"Ck.. bukan perkara sulit bagiku untuk sekedar mematahkan salah satu tangannya. Si bajingan itu menyerang dari arah belakang".

"Hn" Fugaku melempar tatapan mengejek pada Sasuke.

"Dobe, ajukan tuntutan untuk kasus penyerangan tadi. Cari bukti rekaman cctv-nya"

"Oh... Jadi kau sengaja tidak melawan balik eh! Ada udang dibalik takoyaki ternyata" Naruto mengangguk-angguk tanda memahami maksud tindakan Sasuke. Aneh saja jika dipikir-pikir kembali, Sasuke yang dia kenal ahli bela diri malah diam saja ketika dihajar oleh orang lain.

"Bilang saja kau rela mengorbankan wajahmu babak belur supaya dapat simpati dari Sakura" Nyinyir juga mulut Fugaku ini ya.

"Jangan dengarkan ayahmu, Sasuke-kun. Asal kau tahu, wajah ayahmu dulu juga pernah babak belur karena memperebutkan Ibu ketika muda"

Fugaku memalingkan wajahnya ketika melihat Mikoto yang melotot kearahnya.

"Ternyata benar, salah satu kelemahan terbesar keluarga Uchiha adalah takut pada istri" Naruto menampilkan senyum lima jarinya saat membayangkan Sasuke akan menjadi anak kucing jika sudah menikah nantinya.

"Tapi, kenapa kamu tidak jadi mengantar Sakura-chan, Sasu-kun?" Mikoto meletakkan salep yang baru saja dia oleskan di luka anaknya.

"Hn, Sakura yang memintanya. Mungkin dia butuh ruang sendiri untuk berbicara dengan orangtuanya"

"Teme, apa kau merasa ada yang aneh dengan Sakura? Dia baru akan berbicara dengan orangtuanya soal perceraiannya setelah laporan masuk ke pengadilan?"

Pertanyaan Naruto sukses membuat keheningan tercipta di ruangan itu. Beberapa pasang mata itu saling melirik satu sama lain sebelum menjatuhkan tatapannya pada Sasuke. "Entahlah, kita tunggu saja, mungkin dia punya alasan tersendiri"

*****

Sakura mengusap pelan cairan bening di pelupuk matanya. Dia sudah menduga hal ini, keputusan untuk pulang sendiri ke rumah orangtuanya sudah benar.

Harapan hanyalah harapan, realitanya bisa lebih menyakitkan dari yang dia bayangkan. Dia tahu bahwa ayahnya memiliki prinsip patriarki di keluarganya. Bahkan dalam hal pendidikan, jika bukan karena beasiswa, mungkin dia akan terus dikurung dan didik agar tunduk pada suaminya kelak.

Kali ini kesabarannya sudah diambang batas, ayahnya benar-benar keterlaluan ketika menitiktumpukan masalah perceraian ini karena dirinya yang tidak menurut pada suaminya.

"Miss, are you okay? do you need to go to the hospital first or maybe to the police station?" Supir taksi yang dia naiki saat ini terlihat melayangkan tatapan khawatir pada keadaan Sakura yang menderita lebam di beberapa sudut wajahnya.

"No, i'm okay. Thanks" mungkin karena supir taksi ini berpikir dia orang asia jadi berpikir dirinya tidak bisa berbahasa Kanada.

"You can tell me if you change your mind" setidaknya supir taksi itu menunjukkan sedikit kepedulian terhadapnya, mungkin supir itu berfikir dia korban kekerasan jadi menawarkannya untuk melapor ke polisi, walau memang benar dia korban kekerasan.

Sakura hanya menganggukkan kepalanya, bekas pukulan dan tamparan yang ayahnya layangkan padanya tidak berarti apa-apa. Dia lebih mengkhawatirkan ibunya saat ini, yah.. ibu yang telah mengusirnya dari rumah, ibu yang dia pikir sudah tidak lagi menyayanginya sebelum sebuah pesan singkat dia terima di ponselnya.

Patriarki (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang