Aku menggambar desain gaun menggunakan cat air yang ada di meja, mengoleskan warna-warna gelap ke permukaan gaun sebelum warnanya memudar saat aku meniupnya hingga kering.
Aku baru saja mendengar telepon dari timku, mereka mengatakan bahwa mereka sudah mulai mempromosikan website bisnis baruku. Ada kenaikan bunga saat orang membicarakannya di media sosial. Aku tersenyum kecil, kembali melanjutkan menggambar lebih banyak sketsa desain sebelum memasangnya pada dinding ruanganku menggunakan pin yang aku beli beberapa hari yang lalu.
Dua jam kemudian aku ada di ruang keluarga, menggulung diri di pojok sofa sambil membaca buku novel baru yang Caden tumpuk di dalam perpustakaannya. Aku menggigit bibir, mengikuti alur cerita yang semakin intens sehingga aku harus menahan napas panjang.
Sesekali aku mengusap hidung, merasakan hawa dingin pedesaan saat laju samar-samar turun di luar jendela. Aku terlalu nyaman tenggelam di sofa ruang tamu, mendengarkan suara api unggun yang ada di sebelahku sambil sesekali menghirup bau teh hangat yang ada di atas meja, aku bersyukur aku sudah menuntaskan desain pakaiannya.
Saat bel pintu depan berbunyi, aku mengernyit kecil sebelum menutup buku novelnya, melangkahkan kakiku ke pintu depan dengan waspada karena tidak ada orang yang pernah berkunjung ke rumah kecuali Sydney, Mal, Neil, dan tim bisniku. Aku tidak tahu apa Caden mengundang tamu ke rumah kita. Ia ada di dalam ruang kantornya sekarang sementara ponselnya mati seperti biasa.
Di luar sangat bersalju sejak tadi malam, aku yakin berita cuaca di ponsel mengirimkan pesan peringatan bahwa akan ada badai salju yang melewati daerah rumah. Aku sedikit panik, menyuruh Caden membantuku menutup tanaman sayur di halaman belakang sebelum menyalakan mesin pelembab udara agar tanaman sayur yang kita tanam bersama tidak mati.
Aku membuka pintu pelan, melihat seseorang yang tidak pernah aku ekspektasikan untuk datang ke rumah kita. Jillian menatapku dengan mata sembab, dia terisak kecil sambil memeluk tubuhnya sendiri yang basah. Rambut cokelatnya beku dengan salju. Bibirnya membeku dan kering. Dia tidak menatapku karena sibuk menggosok matanya yang memerah.
"Halo. . . masuklah." Aku mempersilahkan gadis tersebut untuk masuk ke dalam rumah sebelum mengunci kembali pintunya.
Aku menuntun gadis tersebut ke ruang keluarga, mengambil selimut tebal dari bawah meja sebelum mendekapkannya ke tubuh gadis itu. Aku ingin bertanya kepadanya mengenai apa yang terjadi, aku juga ingin bertanya apa yang dia lakukan di sini dengan tubuh dan rambutnya yang membeku, tapi tanganku yang bergetar mengindikasikan bahwa aku tidak siap untuk berbicara dengannya.
"Akan aku panggilkan Caden." Aku membersihkan tenggorokan, memainkan kedua tangan sebelum berjalan ke lantai atas.
Aku mengetuk pintu kantor Caden beberapa kali, mendengar suaranya yang pelan dari dalam sebelum aku membuka pintunya. Caden berdiri dengan celana tebal dan kaos panjang yang lengannya ia sisihkan ke siku. Dia sedang menatap laptopnya sebelum tersenyum menatapku yang berjalan ke dalam kantornya.
"Apa kau sibuk? Ada Jillian di bawah." Jempolku menunjuk pintu, terlihat tidak yakin dengan kata yang terucap di bibirku.
Caden mengernyitkan dahi, menutup laptopnya tidak yakin sebelum ia berdiri ke arahku dan melepas kacamatanya. "Jill? Apa yang dia lakukan di sini?"
"Aku tidak tahu, tapi dia terlihat buruk." Aku berbisik ke arahnya sambil menggenggam kedua tanganku di depan dada kedinginan.
Caden tidak berkata satu hal pun, dia membuatku menuntunnya kembali ke ruang keluarga, yang mana ada Jillian yang menggulungkan tubuhnya yang bergetar di sofa. Aku mendengarnya terisak dengan kasar sebelum aku dan Caden menatap satu sama lain.
"Aku akan membiarkan kalian berbicara; aku akan membuatkan kalian berdua minuman hangat." Aku tersenyum, mendorong tubuh Caden pelan untuk mendekati adiknya tersebut sementara aku berjalan ke dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
How We Fix Sorrow ✅
RomanceFlora punya banyak nama, mulai dari "gemuk", "culun", "lemah", bahkan beberapa nama yang tidak senonoh lainnya. Hidup pada bayangan keluarga gambaran perfeksionis, dia menjalankan hidup bak ruh yang berdiri tanpa tujuan. Flora punya mimpi dan keing...