"Wow kau benar-benar merenovasi rumahmu, aku pikir kau bohong." Andrew masuk ke dalam apartemen Caden yang terlihat berantakan. Banyak peralatan bangunan, tangga yang telah dilumuri cat kering, serta beberapa plastik yang menutupi lantai apartemen. Ada dinding kertas baru yang dipasang, tapi masih belum tuntas karena hanya ada setengah dari ruangan yang tertutup dinding kertas barunya.
"Kenapa kau berpikir aku bohong?" Caden bertanya tidak terima, berjalan ke lantai atas sambil mengeluarkan kunci kamar Flora dari saku celana.
"Entahlah." Andrew menggenggam pegangan tangga, memainkan bagian dalam bibirnya sebelum kembali melirik Caden yang sudah berdiri di atas tangga. "Alasanmu mencari bukti ini. . . aku rasa bukan untuk keluarga Nelson." Andrew berdiri di sebelah Caden, memperhatikan Caden yang mencoba membuka kunci kamar Flora sambil mendengus kasar.
"Andrew."
"Ya?"
"Diamlah."
Andrew melipat bibir dengan cepat, tapi Caden masih melihat bekas seringaiannya saat Andrew menggosok bibirnya. DIa harap pria itu tahu bahwa Andrew diutus Caden untuk membantunya mencari bukti mengenai keluarga Flora, bukan sebagai teman.
Caden membuka kamar Flora, menelusupkan kepalanya terlebih dahulu sebelum ia menjajakkan kakinya ke dalam. Dia tidak menginjakkan kaki ke kamar ini selama dua tahun. Caden menoleh ke kanan dan kiri, melihat banyak gambaran yang menempel pada dindingnya. Di bagian pojok kamar Flora ada berbagai macam peralatan cat yang sudah kering dengan bungkus penyok. Ada kanvas kecil dengan lukisan pedesaan dan padang bunga di depannya yang nampak setengah jadi.
Caden menyentuh lukisan tersebut, memperhatikan detail kecil pada lukisan Flora yang membuatnya merasakan sesuatu sebelum pria tersebut menutup erat pikirannya tersebut. Hanya biasa saja, batinnya.
Caden membuka pintu kamar Flora, membiarkan udara masuk ke dalam kamar Petra yang berbau cat. Di balkoni ada beberapa tanaman kecil termasuk tanaman venus yang hampir kering karena sinar matahari. Kaki Caden bergerak menggeser pot tanaman tersebut hingga tertutup pot besar lainnya sebelum ia kembali masuk ke dalam kamar.
Kasur Flora sangat rapi, seperti dia tidak pernah menidurinya. Caden kadang berpikir apakah dia bisa tidur saat Lily dan dia sedang bercumbu di kamar sebelah?
Dia tidak peduli.
Caden berjalan ke kamar mandi, melihat kaca cermin yang ditutupi oleh kertas besar dengan perekat plastik. Caden membuka kertas tersebut. Dia dapat melihat wajahnya dari balik bayangan cermin yang terlihat baru tersebut.
Caden melirik ke kanan, melihat kotak P3K yang menempel pada dinding. Tangan Caden membuka wadahnya, melihat beberapa antiseptik, kapas, serta beberapa pisau cukur baru yang belum pernah digunakan. Caden dapat melihat antiseptik dan kasa yang ia berikan kepadanya beberapa bulan yang lalu. Masih penuh dan kasanya masih tersegel.
Ouch, ego Caden menyusut. Pria tersebut berharap bahwa paling tidak ia menggunakan obat yang diberikannya untuk melukai sikunya tersebut. Caden masih ingat saat Parker mengirimkan pesan kepadanya untuk segera memberikan Flora antiseptik dan kasa. Caden tidak ingin keluar dari apartemen, jadi dia mengambil obat tersebut dari kotak P3K-nya yang ada di dapur sebelum memberikannya ke Flora.
Dia juga ingat saat Parker mengancam Caden untuk memberikan antiseptiknya atau dia akan menghiraukan kakaknya tersebut. Caden sebenarnya tidak peduli, tapi dia juga tidak ingin berada di sisi buruk adiknya tersebut.
Caden menarik laci di bawah wastafel kamar mandi, melihat sepuluh lebih boks pil yang sudah kosong tanpa isi. Caden meraih ponselnya, memotret botol pil tersebut sebelum mengirimkannya kepada Dokter Jackson.
KAMU SEDANG MEMBACA
How We Fix Sorrow ✅
RomansaFlora punya banyak nama, mulai dari "gemuk", "culun", "lemah", bahkan beberapa nama yang tidak senonoh lainnya. Hidup pada bayangan keluarga gambaran perfeksionis, dia menjalankan hidup bak ruh yang berdiri tanpa tujuan. Flora punya mimpi dan keing...