BAB 11

1.3K 115 3
                                    

Aku menghabiskan waktu di pantai sambil menggambar menggunakan buku gambarku. Ada pohon palem yang memberikanku perlindungan kecil dari sinar matahari yang hampir membutakan mata.

Sesekali aku menoleh balik ke arah rumah tersebut. Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan, Mal dan Sydney berkata jika mereka akan kembali melihat dokumen kerja sama mereka dan melihat statistiknya yang masih berjalan lambat. Mereka mengajakku ke dalam tapi aku memutuskan untuk tidak mengikuti mereka.

Aku mengeluarkan buku gambar yang aku genggam sedari tadi lalu mulai mengarsir gambar. Aku sesekali mengusap jariku yang penuh dengan arang pensil sebelum kembali memenuhi kertas gambar tersebut dengan arang pensilnya.

Arsiran bangunan mulai aku tambahi dengan detail-detail kecil, utamanya tanaman-tanaman rumah dan juga papan kayu sebagai dinding. Mungkin ini salah satu visiku mengenai apa yang aku inginkan saat memiliki rumah seperti ini.

Aku tahu aku tidak akan dapat memiliki rumah karena tabunganku yang tidak dapat bertahan selama itu, tapi aku dapat mengubah apartemen tempat tinggalku seperti ini jika aku berhasil membelinya. Entah berapa lama aku harus menabung aku ingin tinggal dan mendekorasi rumah tersebut mirip dengan gambaran yang ada di buku gambarku.

Tinggal di pedesaan merupakan salah satu harapanku, utamanya karena aku tidak ingin mendengar suara mobil yang terus-terusan menggangguku karena aku tinggal di kota.

Aku mungkin akan mencoba menumbuhkan tanaman sendiri, lagipula pedesaan di Inggris penuh dengan orang-orang yang berkebun dan juga berternak. Aku mungkin akan menanam perkebunan sayur yang dapat aku masak sendiri di rumah, mungkin wortel? Atau cabai, juga paprika. Tidak lupa dengan timun, kentang, hmm. . . mungkin beberapa tanaman bumbu. Aku tidak perlu lagi ke kota untuk mencari makanan karena aku sudah menanamnya di rumah.

Aku akan memelihara beberapa ayam petelur, mungkin hanya tiga agar aku dapat mengambil telurnya untuk sarapan. Aku tidak memiliki rencana jelas mengenai rumah ini karena aku tidak akan mendapatkannya, atau mungkin aku akan tinggal di pantai seperti ini? Siapa tahu.

Kakiku sesekali mengernyit karena terkena cahaya matahari. Aku menyilangkan kaki sebelum kembali menggambar rumah impianku, sesekali menambahkan ayam di tengah-tengahnya sebelum aku tersenyum kecil. Oh. . . tidak lupa menggambar telurnya juga.

Senyumanku memudar saat seseorang menarik buku gambarku dari tangan. Aku menoleh dengan cepat, Lily membawa buku gambarku di tangannya sebelum membalikkan lembaran-lembarannya. Dia tertawa kecil lalu menunjukkan bukunya kepada Caden yang berdiri di belakangnya. 

Aku berdiri dan memasukkan pensil milikku ke dalam saku celana, berjalan ke arah Caden sebelum memintanya untuk memberikan buku gambarku kembali kepadaku. Dia hanya menyeringai kecil sebelum menunjukkan tangannya yang memegang buku ke arahku.

Aku menelan ludah, berusaha untuk menarik buku tersebut dari tangannya, sayangnya dia masih menahan bukunya dengan erat. Aku mengernyit memohon kepadanya untuk memberikanku bukunya. 

Caden menarik bukunya dari genggamanku dengan kasar sebelum melemparnya ke Lily. Mereka tertawa keras saat aku mencoba berjalan ke Lily untuk mengambil bukunya tapi dia melemparkan bukunya kepada Lila yang tidak aku ketahui kedatangannya. Aku juga baru menyadari jika mereka mengenakan pakaian renang terusan. Aku mengernyit sebelum berlari ke arah Lila yang melempar bukunya kembali kepada Caden.

"Aku mohon kembalikan." Suaraku bergetar, aku mengusap mata sambil meraih bukunya, tapi Caden kembali melemparkan bukunya ke arah Lily. 

Wanita itu menyeringai kecil ke arahku sebelum melirik pantai. Dengan cepat dia membuang bukunya ke dalam sebelum aku berteriak dan mengais pasir pantai yang basah untuk mencari bukuku.

How We Fix Sorrow ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang