"Mungkin aku seharusnya membawa buku gambarku ke sini, tapi tetap saja aku tidak tahu lokasi ruangan ini awal mulanya." Aku mendengkus sambil duduk silang di atas lantai, menatap beruang yang menyandar pada ujung kasur.
"Atau mungkin menulis buku harianku setengah hari. Aku punya banyak hal yang ini aku katakan sebelum aku lupa karena otakku akan meletus dengan cepat." Aku memainkan jari, masih menoleh ke arah beruang yang seperti menatapku mengejek saat aku mengusap mata sebelum memutar-mutar cincin milikku.
"Hei! Jangan ejek aku, paling tidak aku dapat berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain sepertimu, orang tua." Aku menunjuk kaki beruang itu lalu melemparinya dengan kelopak bunga mawar yang sudah aku gulung dengan kedua tangan. Aku melemparnya ke kaki, wajah, dada, tangan, bahkan mata beruang tersebut.
Setelah itu aku memilih untuk membaringkan tubuh di atas lantai, sedikit tidak nyaman karena pita gaunku mengganjal pinggang dari lantai. Aku kembali menatap langit, masih memutar-mutar cincin di hadapanku dengan pelan lalu melepasnya, meletakkannya di depan wajah sebelum kembali memakainya.
Aku kembali melirik beruang di pinggir kasur yang masih belum bergerak sedikitpun meskipun mata manik-manik hitamnya menatapku mengejek.
"Kau bahkan tidak bisa berbaring sepertiku, kau payah." Aku menarik cincin milikku sebelum melemparkannya ke mata beruang tersebut. Cincin tersebut terpental dengan cepat hingga aku kehilangan lokasinya.
Aku langsung merangkak mencari cincin tersebut, sesekali mengusap kening panik. Aku tidak dapat melihat jam di sekitar sini, entah berapa lama lagi aku harus menunggu, yang jelas aku perlu mendapatkan cincin tersebut.
Aku menggeram kecil sebelum menunjuk beruang tersebut. "Ugh. . . ini semua salahmu."
Aku berbaring tengkurap memasuki lorong kasur. Dengan mata yang tidak selalu jeli, aku memindai lorong dengan pelan, sayangnya aku tidak menemukan petunjuk apapun.
Tanganku mengangkat kaki beruang tersebut lalu memindahkan tubuhnya yang super besar ke depan cermin sebelum melanjutkan mencari, seseorang mengetuk pintu. Aku langsung gelagapan mencari cincin tersebut lebih jelih, bahkan sampai membuka laci satu-persatu. Entah apa itu mungkin bagi cincin tersebut untuk terselip masuk ke dalam laci, tapi jika itu terjadi aku akan mengatakan kepada orang-orang bahwa cincin yang aku kenakan lari dariku dan memilih tinggal di dalam laci.
Ya Tuhan. . . aku harap aku tidak harus membayar rugi kehilangan cincin tersebut. Aku tahu aku yang bertanggung jawab pembayaran atas seluruh pernikahan, tapi aku harap aku juga tidak membayar denda meskipun itu sangat tidak mungkin.
"Ini semua salahmu karena menatapku dengan mata ejekkanmu itu." Aku masih menggeram kecil menunjuk beruang tersebut.
Suara gedoran di depan pintu terdengar lebih jelas dan keras. Aku menelan ludah sebelum memekik. Ingatanku kembali berpacu terhadap peristiwa-peristiwa yang menimpaku sebelum aku kembali sadar. Aku berdiri dan berjalan menuju ke pintu lalu membuka kuncinya dengan hati-hati.
"Kita harus turun sekarang," ucap pria itu tenang. Aku menyadari rambutnya sedikit berantakan sementara bibirnya memerah. Ia sesekali menjilat bibir sebelum pergi meninggalkanku di dalam kamar.
Aku kembali mencari cincinnya ke seluruh kamar. Saat aku tidak menemukannya, aku mulai menangis frustasi. Aku harap semua orang tidak menyadari bahwa cincin pernikahannya hilang, tapi aku yakin kebanyakan dari mereka akan menanyakan cincin kami, aku yakin itu.
"Ini salahmu." Aku menunjuk beruang tersebut sebelum menendang kakinya pelan, kepala beruang tersebut memiring ke samping melihat wajahku yang sembab tidak sengaja terlihat di cermin.
"Dobel buruk. Apa yang orang-orang katakan saat melihat wajahku sembab—ya, aku baru menangis. Maksudku aku bisa mengatakan kepada mereka bahwa aku terharu dengan pernikahannya, padahal tidak. Aku sangat panik terhadap cincin dan pernikahan ini atau setiap detik yang terjadi hari ini dan kau adalah penyebabnya." Aku menunjuk beruang itu kasar sebelum kembali mencari cincinya ke bawah lorong meja.
![](https://img.wattpad.com/cover/301771134-288-k692126.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
How We Fix Sorrow ✅
Storie d'amoreFlora punya banyak nama, mulai dari "gemuk", "culun", "lemah", bahkan beberapa nama yang tidak senonoh lainnya. Hidup pada bayangan keluarga gambaran perfeksionis, dia menjalankan hidup bak ruh yang berdiri tanpa tujuan. Flora punya mimpi dan keing...