Aku mengambil sarapan milik Caden sebelum menumpuknya dengan sarapanku yang tinggal setengah. Caden sedang menelpon Mal karena dia lagi-lagi lupa untuk mengirim berkas dokumen statistik kerjanya. Meski Caden tidak menggunakan speaker untuk berbicara dengan Mal, aku samar-samar mendengar pria tersebut meneriaki Caden sambil mengumpat.
Aku mengenakan pakaian hitam dengan pola kotak sambil mengenakan turtleneck cokelat. Aku masih mengenakan celana legging kulit dan juga sepatu boots kemarin yang sedikit berlumpur.
"Ya Tuhan kau menyebalkan. . . oke. . . diamlah, Mal—persetan denganmu." Caden menutup ponselnya sementara aku mengernyit menatapnya. Dia menggaruk tengkuknya kecil sebelum mengenakan jaket.
"Apa semuanya berjalan baik?" Aku bertanya, menggulung rambutku berbentuk sanggul sebelum menambahkan jepit untuk menahannya.
"Ya, Mal mengucapkan selamat natal kepada kita." Dia tersenyum sambil menghembuskan napas kesal.
"Oh, oke."
Aku tidak sepenuhnya tahu apa jadwal Caden hari ini, tapi dia berkata jika dia ingin mengajakku ke museum untuk bersantai saat pagi hari. Aku mengangguk menyetujuinya. kami turun ke bawah dan masuk ke mobil Tim. Kami berhenti di depan sebuah bangunan modern yang nampak. . . unik, aku tidak pernah melihatnya sebelumnya.
Paris Museum of Modern art.
Aku membaca tanda yang ada di depannya bersamaan dengan larangan yang dilakukan saat berkunjung di dalam museum tersebut. Aku melihat beberapa lukisan modern yang sebenarnya tidak dapat aku ketahui secara dalam. Kebanyakan lukisan di sini merupakan lukisan minimalis dengan segi artistik. Aku dapat mengenali beberapa seniman yang melukisnya tapi sebagian besar aku tidak mengetahui seluruh hal di dalamnya.
Aku punya beberapa inspirasi setelah mengunjungi museum tersebut. Aku menuliskan seluruh inspirasi yang aku dapatkan ke dalam buku catatan kecilku. Caden sesekali tersenyum ke arahku, memotret menggunakan kameranya sementara aku memperhatikan lukisan-lukisan untuk mengetahui teknis dan cat yang mereka gunakan untuk melukisnya.
Kami berkeliling selama satu setengah jam. Aku duduk di kursi panjang sambil mengatur napasku yang sedikit berantakan. Leherku juga nyeri karena lukisan-lukisan yang dipajang lebih tinggi daripada aku. Caden berdiri di belakang, memijat pundakku pelan sambil sesekali terkekeh. Dia membiarkanku menuliskan beberapa ide yang aku dapat ke dalam buku catatan.
Aku kembali berdiri, kami keluar dari museum dan masuk ke dalam mobil bersama Tim yang menyupir. Caden berhenti di depan sebuah bangunan yang membuatku memiringkan kepala. Dia menggenggam tanganku membawaku masuk, tidak sebelum dia menunjukkan ponselnya di depan pembelian tiket sebelum kami berdua kembali menerobos antrean di belakang kami.
CineAqua?
Aku terkesiap saat mengetahui apa yang ada di dalam tempat ini. Menutup mulut dengan bibir aku berjalan ke depan kaca yang dibaliknya terdapat berbagai macam ikan. Setiap akuarium memiliki jenis ikannya sendiri, kali ini aku menyeret tangan Caden sementara aku berlari kecil agar aku dapat melihat seluruh ikan di dalam akuarium ini.
Kami terus berjalan masuk, aku dapat melihat kuda laut yang berada di tengah-tengah ruangan. Aku terpukau melihat seluruh akuarium ini sampai aku lupa bahwa Caden mengikutiku dari belakang dengan kameranya.
"Ini menakjubkan." Aku menunjukkan gigiku lebar ke arahnya.
Caden menurunkan kameranya, tersenyum ke arahku dengan lembut sebelum melingkarkan lengannya pada pinggangku. Aku dapat melihat beberapa orang lain yang memperhatikan Caden sebelum mereka mengalihkan pandangannya saat dia merangkul pinggangku.
"Masih menarik perhatian orang." Caden berbisik sambil mengedipkan mata kepadaku.
Kami berdiri di depan akuarium super besar, melihat ikan laut warna-warni yang bersembunyi di balik koral atau berenang secara berkelompok mengelilingi akuarium. Caden menyuruh salah satu orang untuk memotret foto kami. Sekarang kami punya lebih banyak koleksi foto yang dapat kami pajang di dinding rumah. Aku sedikit sedih saat kami harus meneruskan perjalanan. Caden berkata dia punya satu tempat lagi yang ingin aku kunjungi sebelum harus kembali ke hotel.
KAMU SEDANG MEMBACA
How We Fix Sorrow ✅
RomanceFlora punya banyak nama, mulai dari "gemuk", "culun", "lemah", bahkan beberapa nama yang tidak senonoh lainnya. Hidup pada bayangan keluarga gambaran perfeksionis, dia menjalankan hidup bak ruh yang berdiri tanpa tujuan. Flora punya mimpi dan keing...