Embun pagi masih memenuhi sekeliling kaca lobi. Beberapa pegawai dikerahkan untuk membersihkan embun tersebut agar seluruh orang dapat melihat apa yang ada di dalam lobi apartemen.
Aku melihat kalender, jalanan pagi masih terlihat sepi, mungkin karena sekarang akhir pekan. Aku yakin jalanan akan membludak saat siang hari. Mobil-mobil yang melewati jalanan becek membuat pembersih jalan mendengus pelan. Lumpur dan air cokelat menggenang ke tangga lobby, untung saja aku tidak terkena karena aku duduk di dalam lobi sambil menggambar pada buku catatanku.
Aku tidak tahu apa yang Sydney inginkan dariku. Aku tidak menemuinya selama tiga bulan. Terakhir kali aku bertemu dengannya adalah saat dia, Mal, dan Caden mulai meluncurkan perusahaan mereka ke depan publik.
Aku mengira jika mereka bertiga akan mengadakan pesta besar-besaran untuk peluncuran awal perusahaan mereka bersama, tapi yang aku lihat hanya ketiga orang tersebut yang berbincang-bincang sambil minum alkohol, menatap layar televisi Caden yang menampilkan statistik ketertarikan perusahaan lain untuk bekerja sama.
Aku tahu karena aku sempat ada di dapur, Mal dan Sydney memaksaku untuk ikut bergabung, tapi aku memilih untuk kembali ke dalam kamar untuk mengurus seluruh tabunganku. Sydney beberapa kali mengetuk pintu, tapi aku memilih tidak menjawab. Dia berasumsi bahwa aku sedang tidur jadi aku tidak menjawab panggilannya.
"Selamat pagi, Flora."
Aku mendongak ke balik punggung, Sydney mengangkat bibirnya ke atas sambil menatapku.
"Halo," sapaku balik, menutup buku gambarku dan memasukkannya ke dalam tas ransel sebelum aku berdiri di samping Sydney.
Wanita tersebut senyumnya meluntur saat melihatku, alisnya bertautan serta bibirnya mengatup pelan. Dia menggeleng cepat sebelum kembali menatapku sambil tersenyum.
"Dua minggu lagi aku akan menikah—kau tahu ini, 'kan? Aku sempat memberitahumu tiga bulan yang lalu." Dia membuka suara sambil menggenggam tangan kiriku lalu menuntunnya keluar lobi.
Aku mengangguk kecil, mengikuti Sydney dari belakang yang membuka mobilnya sebelum aku mengikuti dari belakang.
"Aku sudah punya lima bridesmaid. Sayangnya Roxy tidak dapat ikut karena dia akan melahirkan bersamaan dengan pernikahanku, jadi. . . aku mempromosikanmu untuk menggantikannya." Dia menyalakan mobil sebelum menekan gas mobil.
"Oh. . . kenapa aku?" Aku bertanya sejujurnya. Aku dan Sydney tidak terlalu dekat, kami hanya bertemu beberapa kali. Meskipun aku tahu Sydney merupakan wanita yang keren, aku tidak dapat membawa diriku untuk menjadi temannya. Lagipula semua ini tidak akan berarti apa-apa dalam dua bulan.
"Kau temanku, aku menginginkanmu di sana. Aku harap kau mau menerimanya." Dia menoleh ke arahku sebentar sebelum kembali memperhatikan jalanan.
Aku menggigit bibir. Maksudku tidak ada yang salah untuk menerimanya, lagipula aku tidak pernah menjadi bridesmaid sebelumnya, mungkin ini akan jadi kesempatan bagiku untuk mengetahui apa yang dilakukan seorang bridesmaid karena aku tidak punya saat di pernikahanku.
Aku bahkan lupa jika aku sudah menikah.
"Ya, tentu saja." Aku menjawab pelan. Sydney tertawa keras sebelum dia mengucapkan terima kasih kepadaku beberapa kali.
"Huft. . . untung saja kau menerimanya. Aku akan membawa kita untuk mencari gaun untukmu."
Aku hanya mengangguk menanggapi, tidak tahu harus menjawab apa aku menatap jendela memperhatikan Kota London pada pagi hari, hanya ada kabut tipis yang mengelilingi seluruh kota, ditambah dengan awan yang menutupi masuknya matahari pagi sehingga suasana hari ini menjadi sedikit gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
How We Fix Sorrow ✅
RomanceFlora punya banyak nama, mulai dari "gemuk", "culun", "lemah", bahkan beberapa nama yang tidak senonoh lainnya. Hidup pada bayangan keluarga gambaran perfeksionis, dia menjalankan hidup bak ruh yang berdiri tanpa tujuan. Flora punya mimpi dan keing...