Berantem.

268 45 0
                                    

'Apaan tuh? ada yang ribut?'

'Weh apa weh? Siapa yang ribut?'

'Kesana yuk, gue kepo deh'

'Hah kak Langit? kak Langit yang anak osis itu?'

'Iya tau, terus gue kayak kenal sama-'







Siang ini, Jingga hanya ingin memakan batagor favoritenya dengan tenang di kantin. Serius, hanya itu saja. Namun rencananya harus gagal saat siswa siswi yang berada di kantin mendadak berhamburan keluar dari kantin dan menuju tempat di belakang sekolah.

Belakang sekolah, lebih tepatnya adalah di sebelah kelas 11 Bahasa yang memang letaknya paling ujung belakang. Banyak siswi tak berani mendekati area itu karena setiap harinya selalu ditempati oleh anak anak berandal kesayangan osis.

“Marv, lo denger?” Jingga sedikit meninggikan suaranya agar terdengar oleh marvel karena suasana yang sedang sangat berisik disana.

“Iya, katanya si Langit yang lagi berantem.

Gue baru tau deh, padahal biasanya dia–"

Jingga segera berdiri. Meninggalkan batagornya yang masih tersisa cukup banyak di piring dan berlari sekuat tenaga menerobos banyaknya kerumunan manusia di belakang sekolah itu.

“Lah gue ditinggal? Woy! Jingga, tungguin gue, babi.”

Meskipun beberapa kali terdorong kesana kemari dan hampir saja terjatuh, Jingga tetap tak mau menyerah, ia terus saja menerobos hingga akhirnya berhasil berada di paling depan.

Keadaannya kacau, sangat kacau. Seragam Langit sudah sangat acak acakan, Sudut bibirnya pun terlihat mengeluarkan darah. Sementara sang lawan masih berusaha untuk memukuli Langit hingga babak belur.

Jingga menggeram, kesal. Padahal disana ada banyak orang, tapi kenapa tak ada satupun yang berinisiatif untuk melerai mereka.

Dengan segala nekat yang telah Jingga kumpulkan, ia maju ketengah, mendekat pada keduanya. Pas sekali Jingga mendapat celah saat Langit telah balas memukul sang lawan dengan kencang hingga tubuhnya terjatuh kebelakang.

Jingga segera menarik Langit untuk mundur. “Ck minggir, anjing.”

“Langit, udah, berhenti.” Langit membalikkan tubuhnya saat mendengar suara Jingga. Namun itu membuat Langit lengah karena lawannya tiba tiba bangkit dan hendak memukul Langit menggunakan kayu dari arah belakang.

Untung saja refleks Jingga cepat. Ia berhasil melindungi Langit dengan mengorbankan lengannya yang kini berdenyut nyeri karena pukulan kuat dari kayu itu.

“Oww owww siapa nih? Pacarnya Langit ya? Aduh aduh manusia homo ini romantis banget, ya? ahahaha.” Ia sengaja meninggikn suaranya saat mengatakan pacar dan homo agar orang orang yang ada disana mendengarnya.

Langit tak tinggal diam, ia kembali mencengkram kuat kerah lawannya. “Jaga mulut lo, brengsek.”

Seolah tak kenal rasa takut, ia tersenyum lebar dan terkekeh menyebalkan. “Kenapa? Emang bener kan?”

BUAGHH!

“Bacot, lu bangsat.”

“Cih, bisa bisanya anak osis mau sama bocah berandal kaya gitu, dasar homo.” Bisik bisik tak mengenakan mulai terdengar di sekitarnya.

Jingga menoleh pada seseorang yang berbisik bisik dengan keras di sebelahnya. Berandal? Jingga disebut berandal?

Ia mengernyit bingung, padahal selama ini ia tak pernah mencari masalah di sekolahnya apalagi sampai menjadi langganan masuk BK, tapi kenapa ia di panggil berandal? Apa hanya karena ia seringkali datang ke sekolah dengan wajah yang babak belur?

Langit dan Sinar Jingganya [Hajeongwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang