Helloooo gimana kabarnya hari ini?
Semoga Sabtunya menyenangkan yaa.
Btw, happy end, yay/nay?
Hwhwhwh happy reading aja deh yaa<3.....
“Oit Langit! Nanti jadi kerkom di rumah lo, kan?”
“Yoi, jam 4 aja bro. Gue masih ada kelas nanti.”
“Oke, siap.”
Tidak terasa, enam tahun telah terlewati. Kini Langit telah menjadi mahasiswa jurusan seni musik yang baru saja menginjak semester 6.
Selama itu tak mudah bagi Langit untuk kembali bangkit dari rasa terpuruknya. Hampir satu tahun yang dilakukan Langit hanya mengurung diri di kamarnya. Melamun, menangis dan berbicara sendiri, hanya itu yang dilakukannya sehari hari.
Tentu saja orang tuanya cemas, berbagai cara sudah mereka lakukan agar Langit kembali menjadi anaknya yang seperti dahulu, namun tetap saja tak membuahkan banyak hasil.
Dipta, teman teman dekatnya, bahkan Marvel pun ikut turut tangan untuk membantu Langit. Hampir setiap hari salah satu dari mereka akan datang untuk menjenguk dan mengobrol sebentar bersama Langit.
Namun, entah bagaimana Langit justru lebih dekat dengan Marvel, sahabat Jingga satu satunya. Ia selalu memberi semangat pada Langit, atau menceritakan sesuatu tentang Jingga dengan syarat Langit mau menghabiskan makanannya atau berjalan jalan keluar rumah bersama Dipta atau dirinya.
Dan Langit akan selalu menurut, apapun demi Jingga akan ia lakukan.
Untunglah berkat usaha Marvel dan teman temannya, perlahan lahan Langit mulai bangkit. Kedua orang tuanya pun sepakat untuk membawa Langit ke psikiater agar mentalnya semakin stabil dan membaik.Akhirnya selama setengah tahun ia menjalani terapi di psikiater dengan rutin. Tahun berikutnya ia kembali masuk sekolah meskipun harus mengulang 1 tahun lagi.
Kembali pada masa kini, ternyata, kelas Langit dibatalkan hari ini karena sang dosen tiba tiba mengabari tak bisa datang. Tentu saja Langit senang, setidaknya ia masih bisa beristirahat sejenak atau berjalan keliling kampusnya sebelum kembali mengerjakan seabrek tugas tugasnya di rumah.
Ah benar, kerja kelompok! Astaga, bahkan Langit hampir melupakan hal penting itu, entah mengapa pikirannya hari ini tak bisa fokus, beberapa kali ia menjatuhkan barang barangnya atau menabrak orang saat sedang berjalan.
Setelah 10 menit berjalan memutari area gedung fakultasnya, Langit berhenti sejenak untuk duduk dibawah pohon yang rindang, tubuhnya ia sandarkan pada batang pohon besar itu dan perlahan memejamkan matanya. Semilir angin membelai wajah tampannya, rasanya nyaman.
Ditengah rasa nyaman itu, tiba tiba Langit terlonjak kaget, ia teringat sesuatu dan buru buru mengambil handphone dari sakunya untuk memastikan. Benar saja, ternyata ia melupakan hal yang sangat penting, karena hari ini adalah hari peringatan kematian Jingga yang ke 6. Tahun tahun sebelumnya Langit akan pergi ke pantai dan tebing laut untuk sekedar menaburkan bunga dan mendoakan Jingga.
Dan seharusnya hari ini pun seperti itu. Ia segera memberi tahu teman sekelompoknya untuk membatalkan acara mereka hari ini. Langit yakin pasti setelah ini teman temannya akan mengumpatinya atau menggeplak kepalanya dengan kencang. Tapi Langit tak peduli, Jingga selalu lebih penting, menurutnya.
Ia berdiri dari acara duduk santainya lalu berjalan menuju parkiran untuk mengambil motor kesayangannya. Namun Langit harus menghentikan pergerakannya saat hendak menaiki motornya kala samar samar ia mendengar percakapan yang tak asing dari arah belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit dan Sinar Jingganya [Hajeongwoo]
Teen Fiction𝑾𝒉𝒆𝒏 𝑳𝒂𝒏𝒈𝒊𝒕 𝒇𝒂𝒍𝒍 𝒇𝒊𝒓𝒔𝒕 𝒃𝒖𝒕 𝑱𝒊𝒏𝒈𝒈𝒂 𝒇𝒆𝒍𝒍 𝒉𝒂𝒓𝒅𝒆𝒓 Hajeongwoo area [Bxb, lokal, harsh word, angst] Start: 06-07-2022 End: 30-07-2022