•••
"Dika! Mereka ngapain kamu sampe babak belur kaya gini? " Reyan yang baru saja datang dari kelasnya ketika mendapatkan laporan dari salah satu sahabatnya bahwa adiknya tengah dipukuli oleh siswa-siswa lainnya itu, langsung bergegas menuju ketempat yang telah diberitahukan.
Cukup lama hingga ia sampai ditempat ini karena dirinya sedari tadi terus bertanya kepada orang yang ia temui.
Sebuah suara ringisan yang berasal dari mulut Dika, mampu membuat Reyan mencoba untuk membantu adiknya agar pemuda itu cepat berdiri dari tempatnya.
Tanpa perasaan, pemuda yang tengah jatuh terduduk itu langsung menepis kasar tangan Reyan yang hendak membantunya saat ini.
"Gausah sok peduli, lo. Dah gitu pake tanya 'kenapa' lagi. Gak punya mata emang! "
Lagi dan lagi, Reyan hanya akan mendapatkan ucapan kasar dari adiknya. Bukan hanya sekali dua kali Dika akan mengata-ngatai Reyan segala macam.
"Telat banget lo nolong. Lo liatin gue dulu kan waktu mereka mukul? Kalo gak niat ya mending gausah nolong, gue juga males ketemu sama lo disekolahan ini!" Tidak peduli dengan statusnya sebagai adik kelas. Dika benar-benar sudah muak dengan wajah kakaknya yang selalu terlihat perhatian dihadapannya itu.
"Dika, ada darah——"
"Nyrocos aja mulut lo. Iya gue tau, bisa diem gak? Pergi sana!" Pemuda itu mencoba untuk mengangkat tubuhnya sendiri walaupun rasa nyeri kini menjalar diseluruh anggota badan yang ia gerakkan.
"Sini kakak bantu—" belum sempat Reyan menyelesaikan kalimatnya, adiknya telah terlebih dahulu menepis tangan kakaknya kasar.
"Gue bilang pergi ya pergi! Bisa denger kan, lo? Gue harap lo gak tuli buat denger ucapan gue." Dengan sedikit bantuan tembok kelasnya, lelaki itu mencoba untuk berdiri. Ia mencoba untuk bersikap acuh kepada kakaknya.
Terlihat sejak tadi Reyan dengan wajah khawatirnya masih berada disebelahnya. Hal itu tentu saja membuat Reyan muak, lelaki itu sudah tidak ingin lagi memberitahu bagaimana agar kakaknya bisa secepatnya pergi dari tempat ini. Maka dari itu Dika lebih memilih agar dirinya saja yang cepat pergi.
Reyan menatap punggung adiknya yang kian menjauh dari tempatnya. Sebenci itulah Dika kepadanya? Bahkan hal ini bukan hanya sekali dua kali, namun berkali-kali Dika selalu membuat dirinya cukup sakit hati.
Ia paham, Reyan mencoba untuk memahami apa yang tengah dirasakan oleh adiknya. Mungkin semenjak kepergian sang ibu, pemuda itu menjadi lebih sensitif seperti saat ini. Bahkan saja Dika tak segan-segan memberikan kekerasaan padanya saat mereka berada dirumah. Untungnya masih ada ayah yang selalu menjadi penengah antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Redup [END]✓
Novela JuvenilTentang dua saudara berbeda dua tahun yang dulunya saling menyayangi dan menjaga. Semua kebahagiaan berjalan seiringnya waktu hingga saat itu sebuah kabar duka mampu membuat sang adik terlarut dalam kesedihan. Mereka sama-sama kehilangan seorang ya...